Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Artikel Utama

Saya Dan Kopi Punya Cerita (dibaliksecangkirkopi)

17 Mei 2015   15:54 Diperbarui: 15 November 2020   12:08 584 1

Tahun berganti dan dasawarsa berlalu, kebiasaan minum kopi “seolah – olah” diwariskan dari generasi ke generasi. 

Tidaklah mungkin seseorang suka mengkonsumsi sesuatu tanpa rentetan kisah dibelakangnya . Kisah – kisah yang berupa pengalaman awal mula mengenal terus mencoba dan akhirnya suka. 

Kemudian kesemsem sama rasanya, sama sensasinya, sama efeknya.. Lalu berlanjut  menjadi ketagihan dan keterusan.

Meminjam bahasa iklan salah satu merek parfum di tivi yang dulu populer banget : Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda

Pun demikian perkenalan saya dengan kopi. Tepatnya kebiasaan mengkonsumsi secangkir kopi. 

Awal mula mendengar kata kopi bermula dari sebuah kisah kecil di awal tahun 80 – an. Masih terbayang saya yang saat itu  berusia 5 tahun, kadang merasa aneh melihat almarhum kakek minum cairan hangat berwarna hitam. 

Dibuatkan segelas lalu ditaruh di meja. Terus srutt...diseruput sama kakek. Setelah itu nyanyi – nyanyi, lagunya berbahasa Belanda pula. Kata nenek, juga mama, bila sudah minum minuman itu, kakek langsung bersemangat.  

“Tete minum apa itu?", tanya saya. 

Tete dalam bahasa sehari – hari di Papua itu sama dengan panggilan untuk kakek, seperti halnya Papin di Sumbawa, Eyang di Jawa atau Opung di Sumatra Utara.

“Minum kopi. Nanti kalo sudah  besar, kamu baru boleh minum,’’ jawab beliau kala  itu.

Semasa hidup sebagai PNS, almarhum kakek juga mengenalkan kami sama yang namanya kopi susu. Bila mengajak kami ke kantin di Kantor Gubernur Papua ataupun belanja ke Pasar Hamadi di Kota Jayapura, beliau memesan segelas kopi susu. 

Dulu yang namanya kopi susu, ya beberapa sendok bubuk kopi hitam di campur dengan  beberapa tetes susu kental putih dari kemasan kaleng  lalu dituangin air mendidih. 

Takarannya harus pas supaya warnanya ngga kehitaman juga ngga keputihan. Ngga ada sachetan kopi susu merek A atau merek B yang praktis seperti sekarang ini.  

Itu sepenggal kenangan tiga puluh tahun yang lalu. Betapa kopi tak pernah mati. Ngga usah diajarin, ntar juga nyoba sendiri. Hal yang wajar karena umur kopi, termasuk tradisi minum kopi jauh lebih tua umurnya dibandingkan umur hidup generasi sekarang. 

Sederhananya, kita belum lahir, orang yang hidup sebelum kita sudah minum kopi. Kita bertumbuh besar dan dewasa lalu mencoba mengkonsumsi apa yang sudah dikonsumsi generasi sebelum kita.

 Adalah hal yang wajar bila suatu saat anak – anak di rumah mencoba – coba mencicip rasa segelas kopi milik ayah atau ibunya lalu menjadi terbiasa akan rasanya.

Saya ingat kali pertama minum kopi saat masih kuliah. Sebagai mahasiswa perantauan di Denpasar Bali , saya kadang diajakin teman satu jurusan untuk mengerjakan tugas bareng dan menginap di rumah mereka. 

Momen – momen mendekati UAS (ujian akhir semester) itu mengharuskan kami harus begadang semalaman menyelesaikan tugas gambar sebagai syarat wajib di jurusan teknik sipil  untuk boleh mengikuti ujian semester beberapa mata kuliah. 

Dan salah satu caranya supaya tidak ngantuk dan tetap melek adalah dengan minum secangkir kopi. Kopinya kopi hitam pula  Dicampur sedikit gula, tidak pake susu dan dituang dengan air mendidih. 

Rasanya enak…Bangga besok paginya bisa serahin tugas yang sudah selesai ke dosen, dapat surat puas dan boleh ikut ujian. Hasilnya lulus pula. Hehe…sebuah pengalaman lucu nan indah bila mengenang kembali. Thank you friend, at that moment it was a first delicious coffee:..hehe

Semenjak pengalaman itu, jadi tahu gimana rasanya kopi hitam. Saya memutuskan akan minum kopi hitam hanya pas saat genting di musim ujian semester atau saat harus begadang untuk hal yang urgent. 

Banjirnya iklan kopi di awal tahun 2000 an mengenai varian baru seperti kopi susu, kopi mocca, kopi capuchino dan lainnya membuat saya mencoba – coba . Ternyata enak juga. 

Jadilah saat ngumpul bareng teman kampus di kantin atau sesama mahasiswa di kost maupun di komunitas pelayanan anak muda di gereja, selalu di awali dengan tradisi ngopi bareng.

Ingat dulu bila ada teman yang mau beli, harus memastikan dulu rasa apa yang dipesan. Kamu mau yang mana? Saya yang mocca, saya kopi susu merek A, saya yang ini, hehe…rame deh.

Tinggal panasin air di teko stainless steel dan setelah mendidih di tuangin.Lebih seru dan rame bertepatan momen piala dunia atau live siaran sepakbola…Asyiknya masa – masa itu, jaman masih bujang semua

Setelah tamat kuliah dan mulai bekerja, kebiasaan minum kopi tidak berhenti. Hingga sekarang rutin sehari sekali atau paling banyak dua kali sehari. Hanya sekarang pilihan lebih terbatas ke kopi hitam. Mungkin soal selera atau faktor u kali…Hehe, sadar umur sudah 30 jalan,ngga kepengen yang  “aneh – aneh” rasa dan warna kopinya. 

Pernah mencoba sekali dua kali yang lain, tapi efeknya ke badan berbeda dibanding menyeruput kopi hitam. Jadi sukanya tetap yang hitam, apalagi kopi hitam local, seperti Kopi Bali. Rasanya beda di lidah. 

Sekarang di Sumbawa saya juga suka kopi Sumbawa. Bila ke Mataram (Lombok), pasti saya coba Kopi Lombok. Ya intinya kopi hitam ditambah sedikit gula dan tidak pake susu atau campuran lain…

Tapi bila bertemu calon debitur dan sudah disuguhin kopi selain kopi hitam, ya diminum aja..hehe. Ngga enak menolak.Itu juga sebagai cara menghormati tamu. Akan berbeda halnya bila diberikan pilihan terlebih dahulu.  

Alasan dan cara saya menikmati kopi

Di dalam bekerja, saya sadar ngga selamanya bersemangat,. Ada up and down, Itu normal sebagai manusia.  

Ada hari – hari dimana saya penuh energy dan antusias  masuk kantor tapi pernah pula mengalami hari dimana mau tinggalin kasur empuk di kamar itu susahnya bukan main…Seperti ada besi magnet yang membuat badan ngga kepengen beranjak. 

Sadar akan tanggung jawab dan lainnya termasuk cicilan – cicilan yang harus dibayar setiap bulan..hehe , akhirnya bangun lalu mandi dan bergegas menuju kantor. 

Setelah di kantor menemukan banyak hal yang belum beres. Gimana supaya tetap semangat? Salah satunya dengan meminta tolong rekan OB (office boy) memesan secangkir kopi hitam di warung samping.

Atau saya mencoba menyelesaikan semua pekerjaan di pagi hari itu, lalu sebelum jam 11 siang, saya mengambil waktu 15 menit untuk ngopi di warung belakang kantor. Saat menyeruput kopi hanya sampai setengah cangkir, seperti ada semangat yang menjalar di badan. 

Dan mood itu bangkit kembali.  

Di sore hari, rentang waktu antara pukul 15.00 wita sampai 17.00 wita adalah saat – saat dimana rasa kantuk menyerang. Padahal pada waktu – waktu tersebut, terkadang saya ada agenda bertemu calon debitur di rumahnya ataupun di kantor. 

Kalaupun tidak ada appointment, ada laporan harian yang mesti dikirim  dan email – email dari kantor pusat atau area yang harus di balas. Supaya lebih terkonsentrasi dan lebih focus. 

Biar ngga ngantuk, saya sempatkan minum kopi dulu. Harus kopi hitam dan harus panas. Walau secangkir, saya hanya menghabiskan setengahnya. Bagi saya, efek kopi terasa banget di setengah cangkir pertama.

Ngopi, Visi dan Kreatifitas

Saat yang paling menyenangkan di pekerjaan adalah tercapainya target di akhir bulan. Saya merayakannya bersama teman – teman satu divisi di kantor dengan makan siang bersama sembari menikmati kopi. 

Mengevaluasi kinerja bulan sebelumnya dan membahas strategi di bulan yang baru. Di luar itu, saya juga mengambil waktu libur sendiri. Pergi ke pantai, melihat laut atau panorama sawah ditemani secangkir kopi hitam dengan sedikit gula. 

Sewaktu masih ngantor di Bali di bagian lapangan, saya sering bepergian ke Ubud Gianyar untuk menemui calon customer di wilayah tersebut. 

Saat istirahat siang, paling enak duduk di café – café di pinggiran sawah, melihat hijaunya padi ditemani secangkir kopi hitam. 

Di momen – momen seperti itu, kadang saya menemukan gambaran visi dan mimpi untuk apa yang mau dicapai di tahun – tahun ke depan. 

Hidup ngga berhenti hanya sampai di sini. Karir ngga stag hanya sampai di posisi sekarang. Masih panjang perjalanan di depan dan saya bisa…!

Customer dan Relationship

Bertemu dengan customer sudah menjadi aktifitas harian saya di kantor. Saya suka pekerjaan ini..and thank’s God for this job. 

Dari sekian ribu data base customer, ada sebagian yang loyal dan terjalin hubungan akrab antara mereka dengan saya dan juga tim di kantor. 

Saking seringnya mengajukan kredit dan ditangani oleh kami, hubungan yang tadinya hanya sebatas customer – marketing  naik tingkat jadi “orang tua – anak” ataupun “ abang – adik”. 

Saat muncul di kantor, sembari menanti pengisian aplikasi kredit dan pinjaman , kami mengajak mereka ngopi sebentar di warung kecil di belakang kantor. 

Terserah mereka mau minum apa,bisa kopi atau yang lain, tapi bila saya yang menemani, pasti Mba Ana pemilik warung itu taunya pasti saya kopi hitam manis yang sachetan itu diseduh sama air mendidih. 

Selain customer, kami juga mengelola para agent  yang juga loyal dan untuk mendekatkan hubungan antara mereka dengan kantor, kami mengajak mereka untuk ngopi bersama. 

Di sana kami bisa berdiskusi dan sharing mengenai kebijakan kantor , aturan baru yang berlaku sampai topic – topic di luar kantor yang lagi ngetrend…temasuk jenis batu akik dan pasarannya berapa..hehehe. 

Relationship ngga mesti formal kan…


Demikian kisahku mengenai secangkir kopi…

Kita mungkin berpijak di tanah yang berbeda, tapi kita bisa menikmati secangkir kopi yang sama.


Sumbawa Besar, NTB, 

17 Mei 2015, 15.00 wita

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun