Hitung-hitungan di atas kertas, Timnas Indonesia mestinya lebih unggul ketimbang Timnas China, hal itu bisa dilihat dari hasil laga-laga sebelumnya dimana Indonesia berhasil menahan imbang dua tim kuat, yaitu Arab Saudi dan Australia dengan skor 1-1 dan 0-0, sedangkan China justru kalah ketika menghadapi Arab Saudi dan Australia dengan skor 2-1 dan 3-1.
Namun hasil akhir dalam laga di kandang China tersebut, Indonesia justru takluk dari tuan rumah China dengan skor akhir 2-1.
Dua gol China dicetak oleh penyerang muda asal Uighur Behram Abduweli pada menit ke-21 dan Zhang Yuning (44), sedangkan satu-satunya gol balasan Indonesia dicetak oleh Tom Haye (86).
Mengapa Indonesia bisa kalah? Apa penyebabnya?
Salah satu penyebabnya adalah pemilihan pemain dan strategi bermain yang diterapkan oleh Coach Shin Tae Yong dalam pertandingan itu.
Coach Shin Tae Yong sepertinya ingin memberikan kesempatan bermain kepada beberapa pemain yang belakangan ini lebih sering dibangkucadangkan, namun ternyata berdampak negatif terhadap kesolidan tim yang selama sudah terbangun dengan baik.
Dalam pertandingan malam itu, seperti biasa Coach Shin Tae Yong menurunkan formasi andalannya, yaitu 5-4-1 ketika bertahan dan 3-4-3 ketika menyerang, namun dengan komposisi pemain yang berbeda dari biasanya.
Posisi penjaga gawang tetap dipercayakan kepada Marteen Paes, namun di trio center back ada sedikit perubahan. Calvin Verdonk yang selama ini sudah sangat solid di wing-back kiri, justru digeser ke tengah mendampingi Jay Idzes dan Mees Hilgers, pada hal masih ada Rizky Ridho yang selama ini sudah cukup solid bersama Jay Idzes.
Posisi wing-back kiri kali ini dipercayakan kepada Shayne Pattinama, begitupun posisi wing-back kanan yang sebelumnya ditempati oleh Shandy Walsh, kali ini diberikan kepada Asnawi Mangkualam yang sekaligus dipercaya kembali untuk menjadi kapten tim. Â
Hal yang paling disorot adalah Tom Haye yang biasanya berfungsi sebagai playmaker atau pengatur serangan justru dibangkucadangkan, sehingga praktis Indonesia bermain di babak pertama tanpa seorang playmaker.
Di lini tengah, Coach Shin Tae Yong menurunkan duet gelandang pekerja keras Nathan Tjoe A On dan Ivar Jenner. Sedangkan trio lini depan diisi oleh Witan Sulaiman, Rafael Struick, dan Ragnar Oratmangoen.
Sebenarnya di sepanjang pertandingan Indonesia lebih banyak menekan, sedangkan tuan rumah China justru lebih banyak bertahan dan mengandalkan counter attack. Hal itu bisa kita lihat dari statistik akhir dimana Indonesia sangat mendominasi dalam ball posession atau penguasaan bola, dengan perbandingan Indonesia 76%, sedangkan China hanya 24%.
Meskipun lebih mendominasi penguasaan bola dan lebih banyak melakukan tendangan ke gawang lawan, namun serangan Indonesia kurang efektif.
Tidak efektifnya serangan Indonesia bisa dilihat dari 14 kali tendangan ke arah gawang China, hanya 6 diantaranya yang tepat sasaran, sebaliknya China yang hanya bisa melakukan 5 kali tendangan ke arah gawang Indonesia, justru 3 diantaranya tepat sasaran, bahkan menghasilkan dua gol.
Â
Tidak adanya playmaker sekelas Tom Haye yang dibangkucadangkan, membuat serangan Indonesia mudah dibaca dan digagalkan oleh pertahanan China. Serangan Indonesia baru efektif ketika Tom Haye akhirnya dimasukkan di Babak Kedua, sehingga menghasilkan satu gol balasan.
Kekalahan dari China ini membuat posisi Indonesia di Grup C tertahan di peringkat lima dengan nilai 3, hasil dari 3 kali bermain imbang dan satu kali kalah, sedangkan China yang juga meraih nilai 3 dari kemenangan itu, tetap berada di posisi juru kunci karena masih kalah dalam akumulasi selisih gol dari Indonesia.
Namun demikian kita tidak perlu pesimis, Timnas Indonesia masih berpeluang besar untuk naik peringkat karena nilainya hanya terpaut 2 dari tiga tim lainnya yang sama-sama baru meraih poin 5.
Saat ini, akan lebih bijak jika Coach Shin Tae Yong lebih fokus untuk melakukan evaluasi terhadap pemain dan strategi timnya untuk menghadapi laga selanjutnya di Jakarta, yaitu menghadapi Jepang dan Arab Saudi.