Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Hasad dan Dengki

16 Juli 2012   04:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:55 1513 1
Hasad adalah virus yang sangat membahayakan hati. Tatkala hasad telah masuk ke hati, bila tidak segera ditangani atau diobati, bisa dipastikan ia akan merusak hati atau mematikannya.

Dan ajaibnya, virus ini ternyata bisa menjangkiti siapa saja tanpa pandang bulu. Pria-wanita, tua-muda, miskin-kaya, cendikiawan maupun orang awam, semuanya bisa dijangkiti virus ini, tanpa kecuali.

Meskipun begitu, hasad tak terjadi kecuali dari orang yang “rendah” kepada yang lebih “tinggi”. Apakah kepada yang lebih kaya darinya, atau yang lebih pintar darinya, atau  lebih tampan atau cantik darinya, demikian seterusnya. Karena itu, tak ada dalam sejarah kemanusiaan, orang kaya hasad kepada orang miskin, orang pintar hasad kepada orang bodoh, orang ganteng dan cantik hasad kepada orang buruk rupa, demikian seterusnya.

Lantas, apa yang dimaksud dengan hasad itu? Imam An-Nawawi menjelaskan hasad adalah harapan akan hilangnya nikmat dari seseorang, baik itu nikmat agama maupun nikmat dunia.

Maka, saatnya kita waspada penuh terhadap penyakit ini. Saatnya kita mengambil pelajaran dari  umat-umat sebelum kita, bagaimana mereka bisa binasa karena penyakit yang berbahaya ini.

Coba kita pikirkan, bukankah yang menyebabkan Iblis terusir dari surga dengan penuh kehinaan adalah karena kesombongan dan hasadnya kepada Adam عليه السلام?

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: “Bersujudlah kalian kepada Adam”; maka merekapun bersujud kecuali Iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud. Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?”  Iblis Menjawab: “Saya lebih baik darinya: Engkau ciptakan aku dari api sedangkan ia Engkau ciptakan dari tanah”. (QS. Al-A’raaf:11-12)

Bukankah karena hasad pula terjadinya pertumpahan darah antara kedua anak Adam?

“Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua dan tidak diterima dari yang lain. Yang tidak diterima ini berkata: “Aku pasti membunuhmu! ”(QS. Al-Maidah: 27)

Dan apa yang menghalangi Yahudi untuk beriman kepada kenabian Muhammad صلى الله عليه وسلم, setelah jelas bagi mereka perngetahuan tentang kedatangan nabi ini?

Bukankah “Mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri” (QS. Al-Baqarah:146) ?

Dan apa yang menyebabkan mereka menyembunyikan kebenaran,

menentangnya bahkan justru bersemangat untuk menjauhkan orang darinya, kalau bukan karena hasad dan dengki?

“Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kalian kepada kekafiran setelah kalian beriman, karena hasad yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. ” (QS. Al-Baqarah:109)

Dan apa pula yang menyebabkan kafir Quraisy menolak risalah Muhammad صلى الله عليه وسلم dan mendustakannya, setelah nyata bagi mereka kejujuran dan keluhuran akhlak beliau?

“Dan mereka berkata: “Mengapa Al Qur’an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Taif) ini? ” (QS. Az-Zukhruuf: 31)

Sungguh, orang yang memelihara hasad pasti akan menderita. Sebab, bagaimana pun, ia tetap tidak bisa merebut atau menghilangkan nikmat yang ada pada orang yang ia dengki.

Tatkala ia melihat ada orang yang dianugerahi kecerdasan melebihinya, sempitlah dadanya dan ia ingin kenikmatan itu lenyap darinya.

Tatkala ia mendapati ada orang yang lebih fasih darinya, sesaklah dadanya dan ia berangan-angan kalau kenikmatan itu hilang darinya.

Tatkala ada orang yang diberi kenikmatan berupa harta atau kedudukan yang melebihinya, mendidihlah darahnya dan tercekiklah lehernya, ia berharap kenikmatan itu musnah atau terlepas darinya.

Demikianlah keadaan orang yang hasad, sangat-sangat sengsara.

Selain itu, yang lebih berbahaya lagi, disadari atau tidak, suka atau tidak, orang yang hasad sebenarnya telah menentang Allah atas takdir yang Dia tetapkan atas dirinya dan juga orang lain. Ia seakan-akan protes atas keputusan Allah yang telah melebihkan orang lain atasnya. Seolah-olah ia berkata dalam hatinya, “Ya Allah, kenapa Engkau melebihkan fulan atas saya, padahal saya begini dan begitu?! ”

Rasulullah صلى الله عليه وسلم berpesan, “Janganlah kalian saling hasad (dengki)…” (HR. Bukhari Muslim dari Abu Hurairah رضي الله عنه)

Hasad yang dibolehkan

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Tidak boleh hasad kecuali kepada dua orang; seseorang yang Allah berikan harta kemudian ia menghabiskannya untuk kebaikan dan seseorang yang Allah berikan hikmah/ilmu kemudian ia mengamalkannya dan mengajarkannya. ” (HR.Bukhari Muslim dari  Ibnu Mas’ud رضي الله عنه)

Imam An-Nawawi berkata, “Yilang dimaksudkan hasad di atas adalah Al-Ghibthah, yaitu mengangankan nikmat yang dimiliki orang lain tanpa harapan akan hilangnya nikmat itu dari orang tersebut.”

Jadi, hadits di atas menunjukkan bolehnya berangan-angan mendapatkan apa yang dimiliki orang lain dalam dua perkara, bukan menunjukkan bolehnya berharap agar hilang kenikmatan yang dimiliki orang lain dalam dua perkara di atas.

Obat hasad

Seluruh penyakit ada obatnya. Demikian disebutkan dalam salah satu hadits shahih. Dan hasad merupakan penyakit, maka pasti ada juga obatnya. Di antara obat yang-dengan izin Allah-bisa menyembuhkan seseorang dari hasad:

1. Menerima takdir yang telah Allah tetapkan atasnya dan atas orang lain.

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada diri kalian sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhulmahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) agar kalian jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kalian, dan agar kalian jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepada kalian.” (QS. Al-Hadid: 22-23)

Orang yang beriman kepada takdir tidaklah terlalu gembira terhadap kenikmatan dunia yang ia dapatkan dan juga tidak terlalu sedih terhadap kenikmatan dunia yang luput darinya. Makanya, ‘acuh’lah ia terhadap kelebihan orang lain. Sehingga dengan itu, terhindarlah ia dari hasad.

2. Memperbanyak melihat kepada orang yang lebih “rendah” darinya.

“Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kalian, dan jangan melihat orang yang ada di atas kalian, karena itu lebih pantas agar kalian tidak menganggap remeh nikmat Allah yang telah diberikan kepada kalian.” (HR. Bukhari Muslim dari  Abu Hurairah رضي الله عنه)

Dengan sering menengok orang yang lebih rendah dari kita, mendorong kita untuk banyak bersyukur kepada Allah. Sehingga dengan itu, kita pun tak tersibukan dengan kelebihan orang lain. Maka, terhindarlah kita dari hasad.

3. Selalu dekat dengan orang yang dihasadi, mengingat-ingat kebaikannya dan mendoakannya tanpa sepengetahuannya.

“Doa seorang muslim kepada saudaranya tanpa sepengetahuannya dikabulkan. Di samping kepalanya ada seorang malaikat yang diwakilkan untuknya. Setiap kali ia mendoakan saudaranya dengan kebaikan, malaikat ini berkata, “Amin dan bagimu juga apa yang kamu doakan” (HR.Muslim dari Abu Darda’ رضي الله عنه)

Dengan selalu dekat dengan saudaranya, mengingat-ingat kebaikannya dan mendoakan kebaikan untuknya, memperkecil kemungkinan munculnya hasad. Karena, bagaimana mungkin ia tega membenci dan iri kepada orang yang selama ini dekat dengannya dan telah berbuat baik kepadanya?

Sungguh, telah ada teladan yang baik dalam hal ini pada diri para sahabat Nabi, yaitu dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Di antara mereka ada yang miskin dan ada yang kaya, dan di antara mereka ada yang memiliki kedudukan yang tinggi di masyarakat dan ada yang lebih rendah darinya. Namun, keadaan itu tidak mendorong mereka untuk saling dengki dan hasad, justru mereka adalah “orang-orang yang keras terhadap orang-orang yang kufur, tetapi berkasih sayang sesama mereka” (QS. Al-Fath: 29)

Bahkan yang menjadi ciri mereka: “mereka mengutamakan (saudara-saudara mereka), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). ” (QS. Al-Hasyr: 9).

Mudah-mudahan kita bisa meniru dan meneladani mereka.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun