Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Sepanas Gurun Sahara atau Sedingin Himalaya

24 Agustus 2013   10:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:53 98 0
Dalam beberapa pelatihan Rumahku Surgaku, saya sering bertanya kepada pasangan peserta pelatihan “Manakah yang Anda inginkan untuk menggambarkan kehidupan keluarga Anda dan pasangan, sepanas gurun Sahara atau sedingin gunung Himalaya?”
Langsung ada yang protes karena bingung menjawab. “Wah pilihan yang sulit, ini terlalu ekstrem”, kata mereka. Seorang bapak menjawab, “Saya pilih sedingin gunung Himalaya, biar setiap saat dapat memberi kehangatan bagi istri dan anak-anak saya”. Pendapat berbeda disampaikan seorang ibu, “Saya lebih suka sepanas gurun Sahaya, habis suami kadang terlalu cool, biar agak cair.”
Jawaban memang bisa beragam dan alasan pun boleh tidak sama. Memang sesungguhnya situasi inilah yang diharapkan muncul dibalik dilontarkannya pertanyaan tersebut. Tidak ada jawaban benar atau salah. Setiap keluarga dan pasangan, setiap suami dan istri sah-sah saja menentukan satu pilihan dari dua pilihan di atas untuk menggambarkan suasana hubungan dalam keluarga.

Ada hikmah rahasia di balik pertanyaan yang menyodorkan dua pilihan tersebut (karena ini rahasia, tolong jangan bilang siapa-siapa ya!)

Pertama, tiap kalimat dan rangkaian kata yang sama bisa mempunyai makna yang berbeda bagi setiap orang. Dalam dunia komunikasi mempunyai ungkapan yang terkenal. Word does not mean, people mean. Kata yang Anda ucapkan tidaklah terlalu bermakna. Andalah yang menjadikan kata itu penuh makna. Kata baik bila diucapkan dengan sinis, akan tidak baik akibatnya. Sebaliknya kata yang secara harfiah bermakna tidak bagus atau biasa-biasa saja, tetapi Anda sampaikan kepada sahabat dekat untuk menyampaikan kekaguman, akan lain maknanya.
Kata panggilan “Sayang” untuk istri misalnya, bagi kebanyakan orang tentu merepresentasikan romantisme suami terhadap istrinya. Tapi jika cara mengucapkannya atau memanggilnya seperti kondektur bus antar kota cari penumpang, “SAYANG, SARAPAN BUAT AKU CEPETAN DONG!!!”, dengan suara keras yang sampai terdengar tetangga apalagi ditambah mata melotot, tentu kata “sayang” yang ini tidak akan bisa menghadirkan suasana romantis, tetapi lebih tepat menciptakan suasana horor. Atau dalam bahasa Jawa, “Yang, anakmu iku wis koen adusi ta?”boso ngoko di atas, meskipun diawali dengan kata “Yang”, jauh dari kesan romantis daripada diungkapkan dengan boso kromo yang lebih lembut. (Yang, anakmu itu sudah kamu mandikan?). Bagi mereka yang biasa berbahasa Jawa tentu paham makna kalimat
Sekali lagi kata yang Anda ucapkan untuk memanggil istri boleh saja Sayang, Dinda, Manis atau Kasih sekalipun, tetapi yang lebih penting bagaimana cara Anda mengucapkannya. Ini yang lebih penting.

Kedua, setiap kondisi, situasi dan keadaan tidak akan selalu dimaknai secara seragam oleh setiap orang. Panasnya gurun Sahaya dan dinginnya gunung Himalaya punya makna dan gambaran yang berbeda bagi setiap orang. Ada yang ingin sedingin Himalaya, agar senantiasa memberi kehangatan. Ada yang ingin panasnya Sahara, biar pasangan yang terlalu cool menjadi lebih hangat.
Berputra lima orang ada yang menganggap merepotkan, ada yang mengganggap berkah dan menyenangkan. Mempunyai istri yang aktif dalam kegiatan-kegiatan dakwah adalah harapan bagi seorang suami, tetapi ada juga yang tidak rela karena merasa mengurangi waktu untuk keluarga.
Kuncinya, mari kita mengambil makna dari setiap kondisi keluarga dan pasangan kita sesuai dengan nilai-nilai islami. Jangan menggunakan patokan semata-mata dari nilai-nilai materiil dan duniawi, karena Anda pasti tidak akan pernah menemukan kondisi yang ideal. Bagaimana pendapat Anda?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun