Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Lurus Atau Merasa Lurus?

10 November 2011   12:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:50 97 0
Seberapa tinggi derajat manusia sampai merasa berhak menghakimi keadaan orang lain? Seberapa suci manusia sampai merasa berhak menyimpulkan bahwa orang lain tak beda dengan najis? Seberapa lurus jalan yang sudah mereka tempuh sampai merasa berhak meluruskan pola hidup seseorang?

Bukan apa-apa, ketika seseorang mengklaim diri telah mencapai titik tertentu dalam hal beragama kemudian merasa perlu membenarkan jalan orang lain, bagi saya itu tak lebih dari penindasan ideologi orang lain. Apalah hebatnya seseorang dibanding orang yang lainnya sehingga merasa pantas menjadi panutan dalam melangkah? Toh, agama juga bukan sebuah kompetisi, di mana seseorang mencapai garis finish lebih dulu dan ada pihak yang dikalahkan.

Bagi saya, kualitas hubungan manusia dengan Tuhan tidak bisa semata dinilai dari ketaatannya menjalankan agama. Memangnya agama tolak ukur utama? Untuk apa menghamba agama kalau malah menjauhkan diri dari Tuhan? Agama bukan tercipta untuk memicu konflik, dalam bentuk dan perantara apapun. Agama hanyalah tampilan luar bagi seseorang yang mengaku ber-Tuhan.

Saya sempat tergelitik saat mendengar ucapan "ya kalau pandangan anda salah, biar nanti saya bantu luruskan". Kalimat ini mungkin biasa saja, tapi dibaliknya tampak jelas sekali seberapa tingkat kesombongan orang yang menuturkannya. Tentu, orang yang menuturkan beranggapan bahwa dirinya sudah lurus. Padahal, siapa yang tahu kelurusan jalan hidup seseorang? Bukankah semata itu hanya rahasia Tuhan?

Biarlah rahasia Tuhan tetap menjadi rahasia. Sebab bagaimanapun kita tidak dicipta untuk mengerti rahasia-Nya. Biarlah juga jalan seseorang dengan tingkat kelurusannya masing-masing. Sesungguhnya manusia juga bagian dari rahasia Tuhan. Jadi, siapa yang tahu seberapa lurus jalan seseorang?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun