Memang kebiasaan orang berbeda-beda dalam merayakan sebuah malam pergantian tahun seperti tahun baru. Ada yang merayakannya dengan teman serta keluarga di tempat hiburan yang memang digelar untuk menyambut malam pergantian tahun baru tersebut. Atau hanya duduk diam di rumah menonton televisi. Atau malah tidur seperti tidak ada yang spesial di malam pergantian tahun baru. Mau merayakan seperti apa terserah, yang penting tetap pada koridor yang sudah ada. Tidak menyimpang ke koridor yang lain dengan dalih ini malam pergantian tahun baru jadi bebas melakukan apa saja.
Malam tahun baru! Ya, malam yang dinantikan oleh milyaran umat manusia yang ada di bumi ini. Malam yang sangat prestise bila dilewatkan begitu saja. Tak heran, bila malam pergantian tahun baru tiap sudut kota di penjuru dunia akan dipadati oleh jutaan manusia yang merayakan pergantian tahun baru dan ingin melihat pesta kembang api. Perlu diketahui juga, dalam kalender nasional ada 3 perayaan tahun baru. Pertama, pergantian tahun baru islam. Kedua, pergantian tahun baru imlek. Ketiga, perayaan tahun baru masehi. Dari ketiga perayaan pergantian tahun baru tersebut yang paling prestise adalah tahun baru masehi. Kenapa demikian? Karena terjadi satu tahun sekali. Kalau itu alasannya, kedua pergantian tahun baru yang lain juga terjadi satu tahun sekali. Entah kenapa, tahun baru masehi lebih meriah dibanding kedua pergantian tahun baru, yakni tahun baru islam dan tahun baru imlek.
Dibandingkan dengan tahun baru masehi, tahun baru islam dan tahun baru imlek memiliki rasa tersendiri untuk merayakannya. Tahun baru islam diperingati oleh umat muslim di dunia dengan cara untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Sedangkan tahun baru imlek, hampir sama dengan tahun baru islam yaitu untuk pembersihan diri dari dosa yang selama satu tahun sudah diperbuat. Namun, perayaan tahun baru imlek bisa dibilang cukup meriah tapi tak semeriah tahun baru masehi. Itulah mengapa perayaan tahun baru islam dan tahun baru imlek berbeda dengan tahun baru masehi.
Malang, 1 Januari 2014
Aditya Nusantara