Pengungsi dan Krisis Pangan itu Masalah lain yang makin parah situasi karena jumlah pengungsi yang besar. Banyak warga Rohingya yang kabur dari kekerasan di Rakhine dan tinggal di tenda pengungsi di Bangladesh atau daerah lain di Myanmar. Di tenda pengungsian kebutuhan makanan sering kali nggak cukup untuk semua orang. Bahkan, ada laporan kalau anak-anak di sana banyak yang kena malnutrisi karena makanan yang mereka dapat cuma seadanya. Di sisi lain, orang yang tetap tinggal di Rakhine juga nggak lepas dari masalah. Akses mereka ke pasar dan distribusi makanan sering kali terhambat karena pembatasan yang diberlakukan oleh pemerintah atau karena situasi keamanan yang nggak mendukung. Dampak dari krisis pangan ini bukan cuma soal kelaparan. Kalau masyarakat nggak dapat asupan makanan yang cukup, dampaknya bakal merembet ke berbagai aspek kehidupan. Anak-anak yang kekurangan gizi, misalnya, bakal tumbuh dengan masalah kesehatan yang serius. Membuat generasi berikutnya di Rakhine jadi nggak punya peluang buat berkembang secara maksimal. Banyak anak-anak tubuhnya kekurangan vitamin dan mineral penting, yang dapat menghambat pertumbuhan fisik dan mental. Dalam jangka panjang, generasi muda ini akan tumbuh dengan keterbatasan yang mengurangi potensi mereka untuk berkontribusi pada masyarakat.
Ketegangan Sosial yang Meningkat karena Kelangkaan pangan sering kali menjadi pemicu konflik baru. Ketika sumber daya seperti makanan menjadi semakin langka, ketegangan antar komunitas dapat meningkat. Hal ini memperburuk konflik yang sudah ada di Rakhine. Di sisi lain krisis pangan juga bikin tekanan konflik makin tinggi. Kalau orang udah lapar, mereka jadi lebih gampang marah. Jadi konflik yang ada di Rakhine bisa terus berlanjut karena kebutuhan dasar aja nggak terpenuhi. Semacam lingkaran setan yang susah banget diputus. Solusinya untuk krisis pangan di Rakhine ini sebenarnya nggak gampang, tapi bukan berarti nggak mungkin. Yang pertama dan paling penting adalah akses bantuan kemanusiaan. Pemerintah Myanmar harus kasih izin penuh buat organisasi internasional buat masuk dan bantu distribusi makanan di sana. Kalau akses ini tetap ditutup, masyarakat Rakhine bakal terus menderita. Selain itu, harus ada solusi jangka panjang, misalnya memperbaiki sistem pertanian dan perikanan di Rakhine. Kalau masyarakat di sana bisa kembali bercocok tanam atau melaut, mereka bakal punya peluang buat mandiri dan nggak terlalu bergantung sama bantuan luar. Yang nggak kalah penting adalah menyelesaikan konflik di Rakhine. Selama masih ada diskriminasi dan ketegangan antar etnis, masalah pangan ini bakal terus ada. Jadi, pendekatan damai dan dialog antar kelompok itu harus jadi prioritas. Peran Dunia internasional juga nggak boleh tutup mata sama situasi di Rakhine. Negara-negara kaya bisa bantu lewat pendanaan buat organisasi kemanusiaan atau mendesak pemerintah Myanmar buat buka akses bantuan. Selain itu isu Rakhine harus terus diangkat di forum-forum global biar nggak tenggelam sama berita lain. Kalau nggak ada perhatian internasional, kemungkinan besar krisis pangan ini bakal terus berlangsung, bahkan mungkin memburuk. Padahal masalah ini sebenarnya bisa dicegah kalau ada kerja sama dan niat baik dari semua pihak.
Teori yang digunakan mengenai kasus ini menggunakan teori konstruktivisme, yaitu perspektifnya lebih ke gimana identitas, norma dan persepsi aktor-aktor yang terlibat membentuk situasi itu. Dari sudut pandang internasional ada norma global soal hak asasi manusia yang seharusnya menjamin akses makanan buat semua orang. Tapi norma ini sering berbenturan dengan kedaulatan negara. Di Myanmar misalnya yang selalu begana-begini bahwa intervensi internasional adalah pelanggaran atas kedaulatan mereka. Di sini, konstruktivisme ngasih kita pemahaman bahwa konflik ini bukan cuma soal kepentingan nasional, tapi juga gimana Myanmar membentuk identitas kedaulatannya dengan menolak pengaruh asing. Dunia internasional juga nggak boleh tutup mata sama situasi di Rakhine. Negara-negara kaya bisa bantu lewat pendanaan buat organisasi kemanusiaan atau mendesak pemerintah Myanmar buat buka akses bantuan. Selain itu, isu Rakhine harus terus diangkat di forum-forum global biar nggak tenggelam sama berita lain. Kalau nggak ada perhatian internasional, kemungkinan besar krisis pangan ini bakal terus berlangsung, bahkan mungkin memburuk. Padahal ini masalah yang sebenarnya bisa dicegah kalau ada kerja sama dan niat baik dari semua pihak.
Krisis pangan di Rakhine itu masalah yang kompleks, tapi bukan berarti nggak ada harapan buat menyelesaikannya. Semua pihak, mulai dari pemerintah Myanmar, masyarakat internasional sampai LSM yang punya peran buat bantu masyarakat di sana. Yang penting semua usaha ini harus didasarkan pada kemanusiaan bukan kepentingan politik semata. Karena pada akhirnya yang jadi korban adalah masyarakat biasa yang cuma pengen hidup layak. Krisis pangan di Rakhine yaitu cerminan dari bagaimana konflik dan diskriminasi bisa menghancurkan kehidupan jutaan orang. Ini bukan hanya masalah Myanmar, tetapi juga masalah kemanusiaan yang membutuhkan perhatian semua pihak. Jika tidak ada tindakan nyata, masyarakat Rakhine akan terus terjebak dalam lingkaran penderitaan yang seolah tidak ada ujungnya. Namun dengan kerja sama dan niat baik dari pemerintah Myanmar organisasi internasional dan komunitas global ada harapan untuk memutus siklus ini. Karena pada akhirnya, setiap manusia tanpa memandang latar belakang berhak untuk hidup dengan layak dan bermartabat.
Referensi
Arbar, T. (2024, November 7). News - berita terkini Indonesia Dan Dunia - CNBC Indonesia. Krisis Kelaparan Mengintai Tetangga RI, 2 Juta Orang Jadi Korban. https://www.cnbcindonesia.com/news
Arbar, T. F. (2024b, November 10). Perang Saudara pecah di Tetangga Ri, Satu Negara terancam gelap. Perang Saudara di Tetangga RI Menggila, Negara Terancam Malapetaka. https://www.cnbcindonesia.com/news/20240502201354-4-535338/perang-saudara-pecah-di-tetangga-ri-satu-negara-terancam-gelap