Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Berguru pada Kasus Raju

16 Mei 2011   16:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:34 80 0
Malang nian nasib Raju. Dalam statusnya sebagai pelajar siswa kelas tiga SD. Dan usianya yang masih sangat belia. Ia harus berhadapan dengan aparat penegak hukum atas tuduhan penganiayaan terhadap kakak kelasnya, Armansyah. Setelah melalui proses Penyelidikan dan penyidikan, kasus ini Masuk ke meja persidangan. Pada tanggal 23 Agustus 2010 lalu, kasus ini sudah memutuskan bahwa Raju terbukti bersalah.

Meski kasus Raju telah final, dengan keputusan hakim Tiurmaida Pardede, S.H. yang menyatakan Raju terbukti bersalah melakukan tentang penganiayaan kakak kelasnya. Dan Raju dikembalikan kepada orang tuanya untuk dibina, namun kasus Raju telah meninggalkan pengalaman yang sangat berharga sekali, terutama untuk kalangan pendidik, khususnya orang tua dan guru. Sebagai pembelajaran kita, terdapat beberapa hal yang menarik yang bisa kita tarik dari kasus ini.

Banyak hal yang membuat kasus ini menarik diangkat ke permukaan. Pertama, ditilik dari aspek kejiwaan, apa yang dialami anak seusia Raju akan memunculkan trauma yang hebat yang tidak mustahil akan mengganggu perkembangan masa depannya. Kedua, pendekatan hakim yang cenderung sangat formal akan memunculkan kesan setiap orang dewasa akan memperlakukan hal yang sama terhadap dirinya. Kemudian dia akan merasa setiap orang dewasa akan menghukum setiap "kenakalan" dengan menggunakan cara-cara orang dewasa.

Selain itu kasus ini menjadi sangat menarik karena atmosfer permasalahan memiliki relevansi kuat dengan semua masalah-masalah yang sering terjadi di lingkungan pendidikan, baik di keluarga maupun di sekolah. Apa yang kerap terjadi di dua lingkungan tersebut dalam menyikapi "kenakalan" anak yang kadang berujung bentuk kekerasan fisik maupun psikis. Baik kekerasan secara terang-terangan ataupun terselubung merupakan hal yang tak dapat ditutup-tutupi. Pencegahan dan penanggulangan kasus ini harus dilakukan oleh semua pihak.

Para orang tua menyekolahkan anak-anaknya tentu dengan harapan sekolah dapat membantu orang tua mendidik anak-anaknya. Namun demikian, ikhtiar di sekolah menjadi percuma apabila pendidik utama, yaitu keluarga tidak ikut berperan serta meletakkan dasar dan menjadi arsitek bagi pembentukan pribadi anak. Keluarga seharusnya memberikan dasar-dasar pengetahuan yang akan membawa anak untuk memperoleh pengetahuan lebih lanjut di sekolah. Di dua lingkungan ini, kita harus bisa membuat suasana dan situasi yang akan membuat anak menjadi senang.

Di sekolah "situasi pendidikan" yang memberi jamiman terhadap rasa aman dan betah bagi anak, akan menunjang suasana belajar yang sangat menyenangkan. Berusaha mencipatakan suasana aman adalah tugas utama setiap pendidik. Mustahil bagi seorang anak merentas jalan hidupnya dengan baik jika fisik dan psikisnya dalam keadaan tertekan. Selain itu kita juga harus memperhatikan hak asasi seorang anak.

Kita semua mengetahui bahwa setiap anak memiliki hak asasi. Para pendidik tentu saja harus menghormati hak asasi anak tersebut. Lebih konkret lagi, bagi para pendidik harus selalu menyadari anak memerlukan ruang gerak yang leluasa untuk tumbuh dan berkembang. Serta dalam mengembangkan potensinya menuju kemandirian yang hakiki. Namun demikian, kita tetap harus memantau setiap perkembangan anak.

Ada baiknya kita ikuti pendapat Dorothy Law Norte. Jika anak dibesarkan dalam ketakutan, ia akan tumbuh menjadi seorang penakut. Oleh karena itu, besarkanlah anak-anak dengan dorongan dan pujian (reward). Dan insya Allah ia akan tumbuh menjadi orang yang penuh percaya diri dan selalu menghargai.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun