Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat Pilihan

Mengenai Kajian dan Kebenaran

1 Agustus 2014   21:11 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:40 307 0
Kesalahan-kesalahan yang telah mengakar di suatu masyarakat sangat sulit dihapuskan oleh kebenaran yang datang kemudian. - Anonim - Di tengah arus informasi yang semakin deras, pertarungan antar pemikiran tiada henti berlangsung semakin bebas tanpa batas. Ilmu pengetahuan semakin kabur dan tak teridentifikasi. Tak dapat dibedakan lagi mana fakta mana opini, mungkin. Ketika keadaan yang kacau akan makna kebenaran ini mulai merasuk tanpa disadari, manusia akan selalu memilih jalan termudah, percaya apa yang bisa dipercaya. Tapi apa lah arti dari sebuah kepercayaan, bila pada akhirnya itu hanya akan semakin merenggut dan mengikis habis eksistensi kebenaran di setiap makna semesta? Sebuah fenomena yang rumit tengah terjadi di tengah abad yang serba absurd. Batas antara kepercayaan dan pengetahuan mungkin semakin menipis menuju tak terlihat. Jika semua itu terjadi, dimana kita akan berpegang? Manusia telah diberi sebuah akal sehat yang bekerja dengan rasionalitas untuk mengiris habis setiap informasi dalam sebuah pemaknaan berarti yang terstruktur. Tak perlu dipungkiri, peradaban mulai bangkit pada sekitar 2500 tahun yang lalu ketika manusia terbebas dari kepercayaan, tradisi, dan mistisme menuju kebebasan berpikir rasional dalam sebuah semangat mencari kebenaran sejati. Ada sebuah proses yang sudah terjadi sejak saat itu, sejak filsafat mulai lahir dan mengawali perjalanan panjang perkembangan ilmu pengetahuan. Proses yang selalu berkembang baik dalam hal metode maupun dasarnya hingga saat ini. Dalam berbagai nama, di kalangan intelektual, proses ini lebih dikenal dengan kata kajian. Ya, kajian, sebuah kata yang mungkin tak asing lagi bagi kaum intelektual, terutama di sebuah institut pendidikan yang cukup aneh bernama ITB. Kajian (mungkin) telah menjadi bagian yang cukup erat bagi kalangan mahasiswa ITB., karena ia bahkan dimasukkan sebagai salah satu “budaya” di KM-ITB yang selalu ditanamkan ke setiap mahasiswa baru selama kaderisasi awal. Jika memang kajian adalah suatu hal yang cukup berbudaya di rumah ganesha ini, lalu kenapa masih banyak hal-hal yang jelas-jelas menimbulkan pertanyaan nyata namun tidak ada yang bisa menjawabnya dengan pasti? Terkadang realita memang memiliki perbedaan yang sangat dasar dan nyata dengan yang ideal. Seperti halnya seperti yang saya jelaskan pada tulisan saya yang lain, pemaknaan kata “budaya” sudah cukup mengalami pergeseran naif. Apakah ia adalah sesuatu yang sudah tercapai atau sesuatu yang ingin dicapai? Pendeskripsian 11 budaya KM-ITB tahun ini yang sangat idealis-retoris sangat perlu dipertanyakan ulang. Apa 4 budaya yang sudah ada sebelumnnya, budaya kaderisasi, budaya berhimpun, budaya kajian dan budaya berkeprofesian, memang telah berganti atau sengaja diharapkan untuk berganti. Khusus untuk budaya kajian sendiri memang perlu mendapat kontemplasi, apa masih berlaku di kalangan mahasiswa masa kini yang sangat berorientasi pada hal-hal ilusif dan terjebak lautan informasi yang menghanyutkan? Ini yang sebenarnya perlu kita berikan perhatian khusus mengingat banyak fenomena yang selalu menimbulkan pertanyaan di tempat bernama KM-ITB ini. Pertanyaan yang serupa mungkin telah sering dilontarkan oleh berbagai mahasiswa yang cukup peduli dan sadar akan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, apalah arti sebuah pertanyaan bila tidak ada jawabannya? Sebelum kita dapat menjawab apapun, terlebih dahulu marilah kita pahami permasalahannya. Mencari makna Sebelum melangkah jauh, kita coba kupas terlebih dahulu makna sesungguhnya dari kajian. Di dalam pedoman kebahasaan kita, KBBI, kajian memiliki arti yang cukup sederhana : ka·ji·an n hasil mengkaji. Melihat ini sebenarnya menyadarkan saya akan satu fenomena lagi, mengenai terkikisnya pengetahuan kebahasaan di kalangan intelektual yang seharusnya menjadi penjaga terdepan nilai-nilai bahasa, tapi marilah hal tersebut dibahas di tempat lain. Jika dirunut lagi, KBBI menuliskan arti dari kata kaji sendiri yang tertulis : ka·ji n 2 penyelidikan (tt sesuatu), sedangkan penyelidikan dapat kita maknai sebagai : pe·nye·li·dik·an n 1 usaha memperoleh informasi melalui pengumpulan data; 2proses, cara, perbuatan menyelidiki; pengusutan; pelacakan. Dari semua itu dapat disimpulkan bahwa kajian berarti hasil dari sebuah usaha atau proses untuk memperoleh informasi terhadap sesuatu melalui pengumpulan data. Informasi yang diperoleh ini lah yang merupakan sebuah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang disebut dengan hipotesis. Pada dasarnya, ketika manusia mengamati suatu objek, pasti akan timbul pertanyaan-pertanyaan, baik implisit ataupun eksplisit, yang kemudian diinterpretasikan secara sederhana melalui pengalaman dan informasi dasar yang dimiliki manusia tersebut dan menghasilkan apa yang disebut dengan kepercayaan (ke·per·ca·ya·an n 1 anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yg dipercayai itu benar atau nyata). Kepercayaan inilah yang secara ilmiah kita kenal dengan sebutan hipotesis, yang kebenarannya masih dalam batas lingkup pikiran dasar individual melalui proses sederhana tanpa perlu rasionalisasi, sehingga bersifat subjektif dan implisit. Kita mengetahui bahwa sesuatu untuk dapat menjadi sebuah informasi atau bahkan pengetahuan, diperlukan proses rasionalisasi atau pembuktian secara empiris untuk mematenkan kebenaran sesuatu tersebut. Pengetahuan akhir ini yang kemudian disebut dengan tesis, sebagai hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Itulah kenapa diperlukan sebuah proses yang sistematis-rasional-objektif untuk mendapat kejelasan mengenai kebenaran. Maka, kajian secara sederhana bisa dipahami sebagai proses transformasi kepercayaan menjadi sebuah pengetahuan, atau transformasi hipotesis menjadi sebuah tesis. Dengan lengkap, dapat kita definisikan

Kajian adalah proses rasionalisasi dan pembuktian empirik terhadap kepercayaan / ketidakpercayaan menjadi pemahaman / ilmu pengetahuan” (Panji Prabowo: 2008)
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun