Sebagai anak yang baik, setiap pulang ke rumah, saya menjadi pendengar yang baik bagi cerita-cerita dari ibu saya. Mulai dari cerita saudara, tetangga, hingga obrolan gosip Ayu Ting Ting dan Enji yang bagi saya, "Ora urus!". Ya saya hanya pendengar dan menanggapi saja. Seperti pagi ini. Terbangun pukul lima pagi, setelah salat subuh, ibu saya mulai bercerita soal tetangga baru yang sombong.
"Hih, mama tuh sebel deh. Masak si ibu A kalo pergi gak pernah nyapa tetangga. Sombong banget kan, mas," cerita ibu saya.
"Ya mungkin buru-buru ma," jawab saya singkat.
"Gak mas. Si tante B (tetangga ibu satu lagi) juga pernah cerita ke mama sama ibu-ibu yang lain kalau si ibu A tuh kelakuannya kaya gitu," timpal ibu saya, ketus.
"Ooooh." Hanya itu yang terucap dari mulut saya. Saya kadang bingung mau menimpali apa kalau ibu saya bercerita kelakuan seseorang.
"Padahal kan gampang tho! Mbok ya buka kaca mobil, terus tinggal senyum dan ngomong, 'mari bu' atau 'mari pak'. Kan ngono ya iso tho? Angel men," omel ibu saya dengan logat jawa timuran. Ibu saya kalau ngomel, jawa timurannya keluar.
"Lha, kalau gak pergi sering ngobrol gak?" tanya saya.
"Gak. Paling kalau arisan tok. Kamu tuh jangan gitu ya nanti. Ada di lingkungan mana pun, sebisa mungkin tuh nyapa orang di sekitar kamu kalau ketemu. Minimal ya senyum terus ngangguk gitu. Kalau gak ya tambahin, 'misi pak bu'. Gitu aja," jawabnya sembari memberi petuah kepada saya.
Saya lantas tersadar, menyapa sangat penting bagi kehidupan kita. Kata banyak orang, menyapa merupakan budaya orang-orang timur. Saya tidak tahu sebenarnya bagaimana perlakuan orang-orang asia lainnya, apakah sama dengan yang di Indonesia atau tidak. Tapi, di Indonesia, menyapa adalah hal yang sangat penting dan sering dilakukan. Dan mungkin sudah menjadi kebiasaan alami seperti halnya kalau lapar, kita makan. Oleh karena itu, banyak orang luar negeri atau bule yang senang dengan Indonesia. Mereka sering mengatakan orang Indonesia ramah-ramah. Di negara-negara eropa dan sekitarnya mungkin tidak terbiasa dengan hal ini. Banyak orang sana yang solitaire sepertinya.
Selain ada budaya sapa, masyarakat kita juga terbiasa dengan beri memberi. Oleh-oleh tak pernah lupa diberikan kepada tetangga kita ketika kita pergi ke suatu tempat. Atau yang biasa ibu saya dan para tetangga lakukan, ketika memasak lebih, sepiring atau semangkok makanan yang kita masak diberikan kepada tetangga rumah, begitupun sebaliknya. Entah kenapa dari budaya sapa dan memberi ini saya teringat banjir yang sudah sering melanda kota Jakarta. Bahkan sejak zaman VOC kata orang-orang dulu.