Wayang merupakan salah satu seni pertunjukan tradisional tertua di Indonesia, khususnya di Jawa. Kata wayang berasal dari kata "wajang," yang berarti "bayangan" dalam bahasa Jawa. Hal ini mengacu pada bentuk awal pertunjukan wayang kulit, di mana cerita disampaikan melalui bayangan boneka kulit yang diproyeksikan pada layar kain dengan penerangan lampu minyak.
Menurut A. Kardiyat Wiharyanto (2009), istilah wayang berasal dari bahasa jawa yang berasal dari kata "wayangan atau wayang-wayang (dalam bahasa Indonesia disebut bayangan atau bayang-bayang). Bila diruntut dari akar kata, wayang berasal dari akar kata "yang". Arti "yang" itu sendiri adalah selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Kata "yang" selanjutnya mendapat awalan "wa" sehingga kata keseluruhannya menjadi wayang". Wayang yang arti harifiahnya sama dengan bayangan, maka secara lebih luas mengandung pengertian bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain atau bergerak kesana- kemari, tidak tetap atau sayup-sayup dari substansi yang sebenamya. Bahkan ada pula pendapat wayang berasal dari kebudayaan Cina Kuno. Pendapat ini disebutkan oleh Prof G. Schlegel dalam bukunya berjudul Chineesche Brauche und Spiele in Europa, yang mengatakan bahwa pada pemerintahan Kaisar Wu Ti, sekitar 140  sebelum Masehi, ada pertunjukan bayang-banyang semacam wayang. Pertunjukan ini menyebar ke India, baru kemudian dari India dibawa ke Indonesia.
Pendapat itu diperkuat dengan adanya persamaan kata antara bahasa Cina 'Wa-yaah'Â (Hokian), 'Wo-yong'Â (Kanton), dan 'Woying' (Mandarin), artinya bayang-bayang, yang sama dengan wayang dalam bahasa Jawa.
Adapun berdasarkan bukti-bukti arkeologis berupa prasasti. Wayang setidaknya telah dikenal di Indonesia sejak abad ke-9 Masehi. Hal ini diketahui dari Prasasti Penampihan, dibuat pada masa pemerintahan raja Balitung sekitar tahun 820 Saka atau 898 Masehi. Pada bait 17 dikatakan: "nta je ringgit inadegaken hyang marmanya sinung kmita hyang sang hyang sagdaji prasasti mat a nda balitung utungga dewa". (Diadakan pertunjukan wayang untuk para Hyang).
Prasasti lainnya yang juga menyebutkan wayang adalah Prasasti Wukayana berangka tahun 829 Saka atau 907 Masehi. Pada sisi belakang dari prasasti ini dijumpai kalimat:Â "si galigi mawayang buat hyang macarita bimma ya kumara". (seseorang yang bemama Galigi yang berperan sebagai dalang memainkan wayang untuk penghormatan kepada para hyang dengan mengambil cerita Bimma Kumara).