Kebetulan saat ini Ibu kos saya masih dalam pemulihan dari opname di RS. Sehingga menjadi tambahan tugas lagi untuk Mbah menjadi perawat yang siap mondar - mandir ke kamar Ibu untuk menyiapkan segala keperluan Ibu kos. Untung ada Mbah. Karena kebetulan anak Ibu kos berdomisili di luar negeri, repot juga punya anak yang tinggal jauh dari orang tua di masa tua.
Mbah, adalah inspirasi saya menulis kali ini. Mbah sudah 37 tahun bekerja di rumah ibu kos semenjak menjadi janda, karena suami Mbah telah meninggal dunia. Mbah tidak dikaruniai seorang anak dari pernikahannya.
Setiap waktu luang saya selalu sempatkan diri ngobrol dengan Mbah. Menjadi cerita awal Mbah yaitu topik masa muda Mbah. Sejak muda Mbah selalu bekerja, mulai dari bertani di desa, jual dawet/cendol, jual gorengan, dan masih banyak hal lain yang Mbah lakukan untuk menyambung hidup sebelum akhirnya menetap mengabdikan diri di tempat Ibu kos tempat saya tinggal. Hasil keringat yang telah Mbah lakukan sejak muda telah terkumpul hingga akhirnya Mbah membangun sebuah rumah yang ada di lokasi yang tak jauh dari rumah Ibu Kos. Namun, rumah Mbah sekarang, sudah dijual dan uang hasil penjualan rumah sudah dibagi - bagikan ke anak - anak angkat Mbah.
"Karena Mbah sudah menetap di rumah Ibu kos jadi rumah Mbah jual, duitnya Mbah bagi - bagi ke semua anak angkat, biar adil."kata Mbah. Seingat saya Mbah pernah bercerita anak angkat Mbah ada sekitar 10 orang dan cucunya ada 20-an.
Pada kesempatan lain saya mengobrol (lagi) sama Mbah (masih dalam Bulan Ramadhan 1433 H ini).Â
"Mbah, istirahat aja, nanti saya yang angkat jemuran," saya minta ke Mbah yang saat itu sedang menjemur baju dan belum berhenti – berhenti kerja.Â
"Sudah biasa, ndak apa - apa."
"Nggak capek Mbah? puasa - puasa gini Mbah,"tanya saya.
"Alhamdulillah masih sehat."
Selalu tegar dan sabar yang selalu saya dapatkan dari sosok Mbah.
Percakapan berlanjut dari Mbah,"Kalau ndak gini, nanti gimana mbak. Mbah ndak mau nyusahin yang lain, kalau nanti nggak ada yang ngurus Mbah, Mbah udah nyiapin."
Saya masih belum jelas dengan penuturan Mbah,"Maksudnya Mbah? kan ada anak - anak angkat Mbah?."
"Ya ndak bisa gitu juga mbak, hidup gak bisa bergantung sama orang lain, Mbah selalu berdo'a, Mbah minta tangan Mbah yang selalu bisa ngasih, jangan Mbah yang minta ke orang lain, Mbah sudah nyiapin semua buat Mbah nanti biar ndak ngrepotin siapa - siapa, kalau bisa Mbah langsung dipanggil mbak, ndak sakit dulu."
Subhanallah, Ya Allah...." setiap kata yang terucap dari Mbah selalu kata - kata dari hati yang tegar yang selalu menjadi cambukan untuk nurani saya, saya terdiam karena rasa haru yang saya rasakan berkecamuk dalam hati, saya tahan untuk tidak meneteskan air mata di depan Mbah. Saya masih belum bisa berkata apa - apa, hanya membalas dengan senyuman ke Mbah. Begitu mulia hati Mbah yang selalu mengorbankan diri untuk membantu orang lain tanpa lelah dan mengeluh. Â
Pelajaran hidup dari Mbah yang sangat berharga menjadi pribadi yang kuat selalu saya ingat. Menjadi sosok yang dapat tegar dan menjalani hidup harus selalu terus bersyukur adalah wajib. Karena Allah SWT telah memberikan kita kenikmatan tetapi kita yang sering lupa dan tidak bersyukur. Semoga bisa meneladani sosok Mbah yang selalu berusaha dan tegar dalam hidup ini.
---
#Masih selalu menunggu waktu luang untuk mendengarkan cerita sekaligus pelajaran dari Mbah.
Mbah sekarang lagi masak untuk menu berbuka puasa Ibu kos dan saya juga mau keluar dulu membeli makanan untuk berbuka puasa. Oh iya, satu lagi yang tidak pernah terlewatkan di Bulan Ramadhan, Mbah selalu buat makanan ringan ta'jil berbuka puasa dengan menu teh hangat dan gorengan untuk semua anak kos. Terimakasih banyak Mbah atas kehangatan yang selalu hadir tanpa lelah untuk kami :)Â
Semoga Allah membalas Mbah dengan pahala yang besar :)