Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Alam & Tekno

Pengelolaan Pemukiman Kumuh Berkelanjutan di Perkotaan

21 Desember 2020   01:58 Diperbarui: 21 Desember 2020   02:10 373 4
Pesatnya perkembangan perkotaan dengan segala aktifitasnya menjadi salah satu daya tarik bagi penduduk desa untuk bermigrasi masuk ke dalam perkotaan salah satunya adalah kota Jakarta. Seiring dengan pertumbuhan yang disebabkan oleh faktor alamiah maupun adanya migrasi penduduk menyebabkan kepadatan penduduk yang tinggi.  Secara bersamaan permintaan akan lahan permukiman juga semakin meningkat, sementara luas lahan perkotaan secara administratif tetap, akibatnya harga lahan akan semakin meningkat. Kemampuan ekonomi yang rendah bagi penduduk yang migrasi berdampak terjadinya pemadatan bangunan permukiman sehingga membentuk permukiman kumuh. Badan Pusat Statistik (BPS) DKI, pada 2017 mencatat 86 persen rukun warga (RW) di DKI Jakarta masuk kategori kumuh. Jumlah ini didapat dari pendataan yang dilakukan pada 521 RW. Permukiman kumuh di data berdasarkan evaluasi RW kumuh BPS 2013 (233 RW), RW kumuh rekomendasi program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) milik pemerintah pusat (21 RW), dan usulan RW kumuh yang muncul dari presepsi kelurahan (277 RW). Dari hasil  pendataan dinyatakan 445 RW kumuh dalam berbagai tingkatan. Kantong kawasan kumuh tersebar di empat penjuru mata angin : timur ke barat, utara ke selatan. Mulai dari Kampung Pulo-Melayu, Palmerah-Tambora,Cilincing-Penjaringan, hingga Tebet.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun