Orang mesir lebih suka menggunakan nama pribadi atau keluarganya untuk menamakan sebuah toko, perusahaan, tempat hingga bangunan yang ia bangun. Misal ragab son (anak-anak keluarga ragab), yang merupakan salah satu toko serba ada terkemuka di Kairo, atau toko alat tulis samir wa ali (samir dan ali) toko penyedia alat tulis yang terlengkap, semuanya memakai nama pribadi pemiliknya. begitupula dengan salah satu gedung yang kutempati di asrama duta bangsa ini, gedung yang merupakan hasil donasi murni dari seorang dermawan: insinyur Mahmud thal'at al faqiy. gedung thal'at biasa kami menyebutnya, gedung dengan lima lantai dan mempunyai kamar sekitar 200 ruangan dan dihuni oleh 600 orang didalamnya, merupakan salah satu gedung terbesar dan termewah di asrama. yah, mewah karena lantai dasar gedung ini dipakai untuk ruangan tv dengan 3 monitor yang terbagi kedalam 4 penjuru, masing masing dengan tempat duduk layaknya sebuah bioskop. juga pada lantai dasarnya terdapat satu satunya perpustakaan dan ruang kursus komputer di asrama. di pelataranya terbentang taman dengan hamparan rumput hijau yang datar dan rapi, diantara dua halaman rerumputan itu terbujur jalan yang mengubungkan gedung pertemuan dengan pelataran persegi, beberapa tempat duduk nampak mengitari disetiap sudutnya, menjadi tempat yang cocok untuk istirahat ataupun mengobrol sambil menikmati indahnya taman dengan bunga yang beraneka ragam warna dan jenisnya. halaman rumput inilah yang menjadi tempat favorit bagi sekitar 4ribu penghuni asrama yang berasal dari lebih 32 negara bercengkrama, belajar ataupun bahkan menggelar kasurnya dikala musim panas datang, tempat yang sejuk dengan angin semilir yang lebih menyegarkan dibandingkan kepanasan didalam kamar bermandi peluh karena gerah. beginilah kira2 imajinasi yang bs dibayangkan mengenai bagaimana besarnya gedung yang aku tinggali dan indahnya taman yang menghiasi pelataranya. atau mungkin kita juga bisa berandai dengan sang empu, muhandis (insinyur) mahmud thal'at al faqiy yang sanggup membangun gedung sebesar ini dengan segala perabot yang didalamnya (3 lemari,kipas angin), betapa kayanya beliau, betapa dermawanya beliau, betapa luhurnya budi beliau, seandainya di negara kita juga banyak sosok seperti beliau ini, saya yakin di negara kita banyak konglomerat yang lebih kaya dari beliau, namun ternyata masih sedikit mereka yang mau mendermakan hartanya, yang banyak malahan lebih memperbanyak kekayaan dengan berbagai jalan, dan takut jika hartanya berkurang atau kalah saing dengan koleganya, mencari uang menurutnya ibarat sebuah permainan, siapa yang lebih kaya ialah yang memenangkan pertandingan. Padahal jika mereka mau berpikir, apakah harta yang banyak itu telah membuatnya bahagia? dan apakah ia akan membawanya juga ketika ia mati dan dikuburkan? kehidupan tidak berhenti di dunia, namun terasa nyata dan sesunggunya di akherat nanti, lantas apa yang menjaminya untuk bisa masuk surga? bersedekah dan berderma ibarat mencicil rumah di surga nanti, sedangkan amal jariyah (bersedekah, zakat, infaq, mendermakan hartanya untuk kebaikan) adalah kedermawanan yg abadi dan hakiki serta tabungan yg terus bertambah hingga di hari akhir nanti. Dan jika seorang anak adam meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya, kecuali 3 hal:1) sedekah jariyah 2)ilmu yg bermanfaat 3)doa anak yg sholeh utk ibu bapaknya (al hadist)[gallery]
KEMBALI KE ARTIKEL