Jika kita tanya pada diri kita, pada pemerintah, sejauh mana kita mampu dan memiliki teknologi perminyakan, explorasi, exploitasi dan penyulingan (kilang) minyak....? Bahkan hulu MIGAS bukan hanya teknologi tetapi penguasaan teknologi mesin dan peralatan dan manufacture yang terkait dengan perminyakan. Semua tahu bahwa perminyakan di Indonesia sehingga menjadi anggota OPEC tidak lain karena bantuan bisnis perusahaan dan pembiayaan asing, investor.
Pengeboran minyak bumi atau explorasi dalam mencari sumber-sumber atau cekungan-cekungan yang diperkirakan terdapat minyak, dibutuhkan teknologi dan peralatan yang canggih. Kalau kita tanya terutama kepada Pemerintah, adakah mesin dan peralatan explorasi didesign dan dibuat oleh perusahaan dalam negeri...? Adakah teknologi yang dihibahkan kepada mahasiswa dan tenaga ahli oleh mereka yang memiliki teknologi....? Belum lagi tahapan exploitasi, menyedot, memaksa, minyak bumi (jika terbukti ada) ke permukaan bumi. Tanya lagi kepada diri kita, kepada pemerintah, sejauh mana kita memiliki teknologi dan semua fasilitas untuk menghadirkan minyak bumi ke permukaan.
Jika minyak bumi sudah hadir dihadapan kita.... what next...? Hanya di pandang, dipamerkan...? Untuk menjadi energi yang bermanfaat bagi rakyat Indonesia, minyak mentah / bumi tersebut harus diurai menjadi zat-zat yang dapat digunakan. Kalau kita tidak tahu, maka kita akan tanya, alat apa untuk mengurai minyak mentah...? Tanya lagi kepada pemerintah, adakah yang tahu tentang teknologi dan mampu membuat alat dalam skala besar untuk mengurai minyak mentah...? Hanya satu jawaban, PERUSAHAAN ASING. dan tidak lain, kita hanya sebatas sebagai PEKERJA di rumah sendiri.
Keadaanpun telah berubah, perkembangan otomotiv dan industri begitu cepat menuntut kebutuhan terutama BBM menjadi sangat luar biasa. Keterbatasan sumber minyak mentah yang mulai senja dan kemampuan kilang minyak dalam memenuhi BBM bertambah tua, memaksa Pemerintah, mau tidak mau, harus mendatangkan BBM dari luar atau import. Harga import yang cukup mahal dan keterbatasan subsidi dari pemerintah, menjadikan rakyat dalam mengejar kesejahteraan menjadi sangat susah dan terlambat.
Apakah keadaan tersebut, kita sebagai negara yang memiliki sumber energi melimpah dan luar biasa banyaknya akan diam saja...? TIDAK. Kita harus berani..... berubah / change pola pikir, mencari dan menujudkan dengan kekuatan sendiri energi baru, energi yang ramah lingkungan. Indonesia sebagai negara Agraris harus menjadi tolak ukur / landasan (basic) dalam mencari dan mewujudkan energi yang ada di tanah air.
Pengembangan energi berbasic air akan jauh memberikan banyak pekerjaan dari pada MIGAS yang tidak kita kuasai. Pengembangan energi berbasic matahari (solar) memberikan energi yang tak akan lenyap. Pengembangan energi berbasic angin akan memberikan energi tak terputus. Pengembangan energi berbasic agraris seperti Bioethanol, Biodiesel, Biomass Gasfication Power Systems, dll akan menyumbangkan teknologi dan kemampuan bangsa sendiri lebih maju dan mandiri. Tidak lupa pengembangan energi berbasic panas bumi, gelombang laut, gas hidrogen, recycle gas karbon Dioksida, dsb akan menyumbangkan pengetahuan yang luar biasa kepada bangsa sendiri.
Dunia telah berubah. Menujudkan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia melalui penciptaan lapangan kerja bisa dengan alternativ sumber energi yang kita lakukan sendiri, tidak harus dengan MIGAS. Kesejahteraan identik dengan kebersihan lingkungan air, udara dan tanah, mengolah dengan baik dan memanfaatkan hasil-hasil agraria seperti pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan dan kelestarian alam, adalah jalan yang benar bagi Bangsa Indonesia.