Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Bosankah Dunia Berubah ?

1 April 2011   03:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:14 193 0

Merubah dunia.

Saya sudah amat sangat sering mendengar kata ini. Merubah dunia. Atau mengubah dunia. Ah, entahlah. Yang penting dunia akan berubah. Dan cita-cita orang-orang yang terlalu banyak bermimpi adalah : merubah dunia.

Rupanya orang-orang yang memiliki cita-cita seperti itu ternyata banyak jumlahnya. Saya jadi begidik sendiri membayangkannya. Kalau orang yang punya obsesi merubah dunia itu banyak, mau jadi seperti apa dunia ini jadinya ?

Saya susah dan tak mau membayangkannya. Dengar, banyak orang di dunia sudah menyuarakan perubahan. Jadi, dunia akan lebih sering berubah daripada yang dulu. Dulu, perubahan selalu saja datang seperti badai. Langsung menggebrak dan mengejutkan. Tapi lalu badai itu lalu menguap begitu saja meninggalkan bekasnya. Lama-lama badai itu pun terlupakan. Dan perubahan pun menghilang.

Saya pun sadar. Perubahan itu muncul gara-gara ketidakpuasan. Kadang juga muncul karena keterpaksaan. Tapi lebih sering muncul gara-gara dendam dan kemarahan. Inilah masalahnya. Manusia itu punya sifat dasar yang parah, selalu tidak puas. Melihat ini tidak puas, melihat itu juga tidak puas. Pantas saja bumi ini mulai keriput dan sakit-sakitan habis ditumpangi manusia.

Dan kesimpulan saya semakin bulat setelah baca novel “A Thousand Splendid Suns” karya Khaled Hosseini. Ia juga yang menulis novel best-seller “Kite Runner”. Novel itu menceritakan kisah pedih dua orang wanita di tengah pergolakan Afganistan. Seperti biasanya, saya sering merinding sendiri baca novel model seperti itu. Kadang mata saya rasanya sampai berkaca-kaca. Ah, indah sekali novel itu.

Tapi yang membuat saya lebih merinding adalah nafsu manusia. Di Afganistan rupanya sudah sering terjadi perang atau pemberontakan. Pertama, muncul Soviet di negeri ini untuk menjajah. Setelahnya kelompok yang disebut mujahidin berhasil mengusir Soviet. Lalu apa setelahnya ? Perang lagi. Perang di antara suku-suku para mujahidin sendiri. Perang antara Pashtun, Tajik, Uzbek dan Hazara mewarnai hari-hari Afganistan kemudian. Perang memperebutkan kekuasaan. Dan di tengah perang antar suku, datanglah orang-orang Taliban. Afganistan pun berubah kembali.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun