Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bahasa

Tinjauan Tindak Tutur Austin pada Wacana Sugesti dan Motivasi

10 Desember 2012   03:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:55 770 0
Tidak selalu api itu panas rasanya. Saya pernah menyaksikan suatu acara hipnosis di televisi. Seorang penghipnosis mengatakan bahwa dengan hipnosis kita dapat mengubah persepsi seseorang tentang sesuatu. Misalnya, kita dapat mengubah persepsi seseorang bahwa api itu dingin dan es itu panas. Penghipnosis itu kemudian menggunakan wacana sugesti pada seorang relawan. Setelah bangun dari kondisi hipnosisnya, si relawan dihadapkan pada sebatang lilin dan sebongkah balok es, dan mengatakan bahwa nyala api pada lilin itu terasa dingin, sementara uap es terasa panas. Kunci dari permainan hipnosis itu adalah penggunaan wacana sugesti. Dalam linguistik, penggunaan wacana tersebut sebetulnya dapat dikaji dengan menggunakan teori tindak tutur Austin.

Austin menggolongkan tindak tutur menjadi 3 jenis, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Lokusi menyatakan suatu informasi, seperti kalimat berita. Ilokusi menyatakan suatu informasi dan sekaligus niatan untuk bertindak. Misalnya, ada kalimat "saya akan datang ke pernikahanmu". Kalimat tersebut, selain menyampaikan suatu informasi, juga menyatakan niat untuk datang ke suatu acara pernikahan. Wacana ilokusi sering kita temui pada saat membuat janji, menanyakan sesuatu, dan memerintah. Sementara itu, pertuturan perlokusi menyatakan informasi yang menimbulkan suatu efek psikologis pada pendengarnya. Kalimat seperti di kamarmu ada seekor macan dapat menimbulkan rasa takut pada diri seseorang.

Wacana motivasi juga termasuk perlokusi. Wacana tersebut sering ditujukan untuk kepentingan yang positif. Sebagai contoh, kalau kita mendengar motivasi dari Mario Teguh, Andrias Harefa, dan Tung Desem Waringin, atau pidato yang menggugah dari Bung Karno, Lincoln, dan Aung San Suu Kyi, akan timbul suatu niat pada diri kita untuk bangkit dari titik pesimisme. Wacana tersebut memiliki daya perlokusi yang kuat sehingga mampu mendorong pendengarnya untuk bertindak.

Untuk lebih jelas perhatikanlah wacana berikut ini.

Setiap orang memang dilahirkan berbeda-beda. Satu sama lain punya kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda pula. Karena itu, tak jarang kita punya pandangan di mana kita merasa tiap orang dilahirkan dengan bakat masing-masing pula. Memang, tak salah. Namun, adanya bakat tanpa diasah pun bisa jadi sia-sia belaka. Bahkan, meski dengan talenta segudang, tak menjamin seseorang akan sarat prestasi, tanpa adanya kemauan dan kerja keras untuk mengasah talenta tersebut agar jadi kekuatan nyata. Karena itu, sebenarnya, kemauan keras yang dibalut dengan ketekunan yang justru akan mengasah kita dalam kerasnya kehidupan ini. Tekun berarti kita selalu mau dan mampu menjalani berbagai proses "mengasah" bakat sejati kehidupan. Dengan ketekunan ini, seseorang akan tampil sebagai pemenang sejati dalam setiap episode kehidupan yang dijalankan. Karena itu, jangan pernah merasa rendah diri jika tidak memiliki talenta. Buktikan bahwa kita juga bisa jadi juara dengan modal ketekunan. Apalagi jika ditambah dengan talenta yang sudah ada, akan jadi formula pelengkap yang akan jadi kekuatan luar biasa.

Apakah Anda merasa bersemangat setelah membacanya? Wacana di atas dapat memberi pengaruh positif yang kuat pada diri kita sehingga pesimisme yang muncul di dalam diri kita dapat dihalau. Wacana tersebut juga memberikan suatu dorong bahwa kalau kita tekun, kita bisa meraih kesuksesan dalam diri kita walaupun kita tidak memiliki bakat.

Sebagaimana telah disinggung di muka, tipe wacana juga dapat kita jumpai dalam dunia hipnosis. Wacana tersebut digunakan untuk berbagai keperluan, seperti untuk terapi psikologi, kesehatan, hiburan, dan pendidikan. Untuk terapi psikologi, misalnya, penghipnosis menggunakannya untuk mengurangi rasa trauma, pesimis, minder, putus asa, marah, dan cemas yang berlebihan pada seseorang.

Coba amati wacana berikut.

Tarik nafas yang dalam... tahan... embuskan perlahan-lahan... dan tutup mata Anda.

Sekarang... bawa perhatian Anda pada kelopak mata Anda... otot-otot kecil pada mata Anda... rasakan... dan niatkan untuk melemaskan seluruh otot pada kelopak mata Anda... menjadi sangat rileks. Bagus... rasakan kini kelopak mata Anda... telah menjadi sangat rileks... benar-benar rileks... mata Anda menjadi sangat berat....

Pada saat Anda merasakan mata Anda telah benar-benar rileks dan berat... Anda kini boleh mencoba membukanya... rasakan rileksasi yang sangat dalam pada mata Anda... bagus... kini... coba buka mata Anda....

Bagus sekali... Anda telah berhasil membuat mata Anda sangat rileks.... Kini... saya minta Anda... untuk membawa rasa rileks yang sangat dalam pada mata Anda ini... ke bagian atas kepala Anda. Kumpulkan perasaan rileks ini di ubun-ubun kepala Anda... dan sebarkan relaksasi ini mulai dari kepala... turun menyebar ke wajah Anda... terus turun ke seluruh tubuh... sampai ke ujung kaki....

Kalau kita memberikan wacana tersebut kepada orang lain, maka orang tersebut mungkin merasa benar-benar rileks mendengarnya. Wacana tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengurangi rasa stres yang berlebihan dan cemas yang berlebihan.

Sayangnya tipe wacana tersebut juga sering digunakan untuk kepentingan negatif. Dalam film trilogi Bourne, yang dibintangi Matt Demon, ada suatu adegan Bourne terus-menerus didoktrin untuk menjadi seorang pembunuh berdarah dingin. Secara sinambung Bourne menerima semua kalimat tersebut sehingga meresap dan memengaruhi kondisi jiwanya. Akibatnya, Bourne menjadi lebih agresif dan sifat itu menggerogoti jati dirinya perlahan-lahan.

Apakah kita hanya bisa pasrah saat diberi wacana perlokusi yang bermuatan negatif, seperti kasus yang dialami Bourne?

Kita tidak perlu merasa takut menerimanya selama critical area pada pikiran kita masih berkerja dengan baik. Critical area bekerja seperti seorang penjaga gerbang yang menyensor siapa saja yang boleh masuk dan yang tidak. Jadi, kalau Anda mendengar suatu wacana perlokusi yang bermuatan negatif, dan Anda terus menolaknya, sugesti itu sulit menembus dan memengaruhi pikiran Anda. Jadi, semua wacana perlokusi yang kita terima bergantung pada sensor pada diri kita. Kita bebas menentukan apakah mau menerima atau menolaknya.

Di samping itu, pengaruh wacana tersebut hanya bertahan dalam jangka pendek. Setelah beberapa waktu, pengaruhnya akan berkurang dan kita akan kembali ke kondisi semula. Misalnya, untuk menghilangkan kebiasaan merokok, seseorang diberi sugesti bahwa rokok itu pahit rasanya. Pada mulanya dia memang beranggapan rokok itu benar-benar pahit, tetapi beberapa hari kemudian pengaruh sugestinya hilang, dan mungkin dia kembali merokok. Untuk menghilangkan kebiasaan tersebut sepenuhnya, dibutuhkan pemberian wacana sugesti yang berkesinambungan.

Karena memiliki efek psikologis yang kuat, sebaiknya wacana sugesti dan motivasi digunakan dengan bijaksana. Penyalahgunaan wacana tersebut dapat menimbulkan dampak yang serius pada diri seseorang. Jadi, sebelum kita menggunakan wacana tersebut untuk diri kita atau diri orang lain, kita perlu memahami konsekuensi yang akan muncul dan bersedia mempertimbangkan penggunaannya dengan baik. Harapan saya adalah semoga tulisan ini dapat memberi wawasan tentang penggunaan wacana sugesti dan motivasi untuk kebaikan bersama.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun