Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Yopie Pangkey, "Pahlawan" buat Penderita Talasemia

10 November 2012   10:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:40 503 2

Pagi ini saya mengantar istri mendonorkan darah untuk penderita talasemia bernama Tamara. Anak perempuan berusia lima tahun yang menderita kelainan darah sejak lahir. Ada dua pendonor lainnya yang berniat menyumbang darah. Dua-duanya laki-laki. Tapi yang disumbang bukan Tamara, melainkan Rai, anak berusia 14 tahun yang juga menderita talasemia. Ada satu sosok yang menarik perhatian saya. Seorang pria berusia 39 tahun yang ikut mengurus administrasi ketiga pendonor tadi, termasuk istri saya. Saat ketiganya sedang diambil darahnya, saya mengobrol hangat dengannya.

Namanya Yopie Pangkey. Ia bapak dengan empat orang anak. Rupanya sejak dua bulan ini dialah yang menginisiasi Darah 4 Lampung. Ini komunitas yang ia bentuk untuk mengumpulkan pendonor sukarela untuk khusus penderita talasemia. Sekarang sudah 260-an orang pendonor yang siap menyumbang darah kapan saja diperlukan. "Mereka on call, Mas. Jumlahnya pendonor setiap hari bertambah. Sebab, dari komunitas ini menyebarluaskan informasi ke rekan kerja mereka. Termasuk sanak famili. Jadinya setiap hari ada saja yang tercatat di komunitas Darah 4 Lampung," kata dia.

Jumlah penderita yang berhasil didata sampai saat ini 60-an orang. Talasemia, kata Yopie, tak bisa disembuhkan dengan obat. Ia mesti ditransfusi secara rutin setiap bulan. Ada yang butuh dua kantong, ada juga yang lima kantong sekali donor. "Biasanya yang fisiknya drop sekali butuh pasokan darah lebih banyak."

Yang sulit kalau ada yang butuh jenis AB. Sampai kini Yopie baru punya data belasan pendonor yang memiliki jenis darah AB. Selebihnya A, B, dan O. Ketertarikan Yopie terhadap filantropi atau kesukarelawanan ini muncul setahun terakhir. Ia memang pernah lama aktif di Palang Merah Kanada. Soal donor-mendonor ia sudah paham. Tapi soal khusus talasemia, baru ia mengerti betul sejak empat bulan terakhir. "Ya awalnya saat mendonor, tanya dengan dokter soal kebutuhan donor. Rupanya talasemia ini butuh banyak pasokan darah tapi belum ada komunitas yang membantu secara khusus," ujar Yopie.

Dari sanalah ide membentuk Darah Untuk Lampung muncul. Ia mengakui juga mendapat inspirasi dari komunitas Darah 4 Aceh yang lebih dulu terbentuk.

Meski penderita talasemia digratiskan pemerintah dalam pengobatan dan transfusi darah, ekonomi keluarga pasien juga ikut memengaruhi. Kata Yopie, ada beberapa orangtua yang untuk datang ke PMI cabang Bandar Lampung saja enggan karena tak punya uang. "Akhirnya saya paksa. Yang penting datang dulu. Kalaupun benar-benar tak ada pegangan, ya kami urunan atau dari kocek sendiri," ujarnya sambil tersenyum.

"Apa kerja utamanya sekarang, Mas," tanya saja. Yopie terkekeh kecil. "Saya pengangguran, Mas," jawabnya.

Saya tak percaya. Tapi tak soal Yopie mau menjawab jujur atau tidak. Buat saya, sosok Yopie istimewa karena mau bersusah-susah mencari pendonor untuk penderita talasemia. Ia juga acap menelepon banyak orang dalam satu hari untuk memastikan mereka bisa mendonorkan darah. "Saya memang nganggur, Mas Adian. Makanya bisa bantu-bantu penderita talasemia dengan mencarikan pendonor buat mereka," tambahnya sambil tertawa kecil. Saya kulik di blog pribadinya, Yopie Pangkey, cukup bagus tampilannya. Rupanya, "pahlawan" buat penderita talasemia di Lampung ini juga senang fotografi, travelling.

Yopie tak ada niat apa pun selain membantu dengan mendirikan komunitas ini. Ia tergerak lantaran talasemia ini penyakit yang "tidak populer" tapi mematikan. Orang lebih kenal kanker, penyakit jantung, dan sejenisnya ketimbang talasemia. Padahal, hidup orang talasemia sangat bergantung pada asupan darah lewat transfusi. Dan itu tidak dimengerti setiap orang. "Dari situ saya tergerak. Kok penyakit mematikan ini belum banyak komunitas yang bantu."

Terbentuknya Darah Untuk Lampung disambut hangat para orangtua yang anaknya menderita talasemia. Dede Supriyadi misalnya. Bapak dari Tamara (lima tahun) ini merasa dibantu sekali dengan Yopie dkk. Apalagi dengan konsep 10 untuk 1 (10 pendonor untuk 1 penderita) status kesehatan pendonor diutamakan. Tidak sembarang orang bisa menyumbangkan darahnya. Jadi, terpantau betul siapa saja yang mendonor. Hal itu berimbas pada stabilitas penderita usai menerima asupan darah yang segar.

Dede mengatakan ia merasa terbantu sekali dengan Darah Untuk Lampung ini. Ia merasa termotivasi untuk menjaga anak-anaknya agar tumbuh dan berkembang seperti anak pada umumnya, meski menderita talasemia. "Saya enggak tahu gimana mesti bilang terima kasih dan mengganti semuanya," ujar Dede saat saya interviu via telepon. Suara di ponsel terdengar bergetar. Ada isak yang ditahan. "Saya juga masih di rumah sakit ini, Mas. Tamara transfusi dari darah yang disumbang temannya Mas Yopie pagi tadi," ujar Dede.

**

Tekad Yopie untuk membantu sesama manusia sudah bulat. Ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu. Meski untuk itu, sedikit banyak koceknya terogoh agak dalam. "Enggak apa, Mas. Banyak yang bantu juga kok. Yang penting sekarang mencari sebanyak mungkin pendonor. Yang terbaru ada 60-an penderita yang butuh asupan darah setiap bulan. Kalau pakai konsep kami, 10 untuk 1, berarti kami mesti siap 600-an sukarelawan yang siap darahnya diambil kapan saja," kata dia.

Yang jelas, motivasi berlipat para penderita dengan bantuan pendonor ini cukup signifikan. Dede merasakan betul hal itu. "Ya anak-anak merasa di-support-lah, Mas. Mereka semangat hidup. Mau belajar tekun. Tetap semangat beraktivitas. Itu yang membuat kami tetap optimistis.

Sama dengan Dede, Yopie pun optimistis. Jejaring sosial yang ia tebar melalui akun Twitter @Darah4Lampung dan Facebook darahuntuklampung, menjadi andalannya. Kalau lebih banyak lagi Yopie-Yopie lain yang mau peduli dengan ini, bisa jadi semua penderita talasemia di Lampung, juga Indonesia, tak cemas andai tiap bulan mesti transfusi. Benar bahwa setetes darah kita berarti nyawa untuk orang lain. Selamat berjuang Mas Yopie. Kami mengapresiasi langkah Anda. Dan Anda adalah "pahlawan" buat mereka yang menderita talasemia. Wallahualam bissawab.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun