Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Baiti Jannati Berfondasi Bank Syariah

9 Januari 2011   07:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:48 696 0
Air muka Muhammad Suhada cerah. Rumah yang dibidiknya selama beberapa lama akhirnya dapat lampu hijau dari yang punya untuk dilego. Meski terletak di pinggir di gang yang hanya cukup dua sepeda motor lewat di bilangan Kecamatan Sukabumi, Bandar Lampung, Suhada senang suasananya. Rumahnya baru dibuat. Tapi pemiliknya enggan menempati. Erizal, laki-laki Minang sang pemilik rumah, tak sreg dengan rumah yang baru selesai ia bikin. Harga seratus juga ia tawarkan kepada Suhada.

Suhada, Kepala Cabang Alqolam Kampus B Tanjungkarang di Jalan Kartini itu memutar otak. Ia pernah mendengar Bank Muamalat punya produk soal take over rumah. Cuma ia belum memiliki pemahaman yang utuh soal itu.

Ia pun melangkah ke Bank Muamalat Cabang Lampung di Jalan Raden Intan, Bandar Lampung. Ia utarakan niat untuk memiliki rumah lewat pinjaman Muamalat. Staf Marketing di bank murni syariah itu, Shovia Nurul, menjelaskan detail soal pembelian rumah.

Shovia menjelaskan, ada dua produk utama dalam kredit kepemilikan rumah.

Pertama, musyarakah wal ijarah atau syirkah. Gampangnya, kata Shovia, bank dan calo nasabah berserikat atau berkongsi untuk membeli rumah.

"Dalam praktiknya, bank menanggung 90 persen biaya pembelian rumah, sedangkan nasabah cuma 10 persen. Pada dasarnya, nasabah ini menyewa ke kongsi yang ia sendiri ada di dalamnya," kata Shovia kepada Suhada.

Shovia menjelaskan, pada dasarnya, pembayaran yang dilakukan oleh nasabah itu akan menambah porsi kepemilikan dalam kongsi yang dibentuk tadi. "Taruhlah dalam sepuluh tahun jangka cicilan. Selama sepuluh tahun itu, setiap bulannya porsi kepemilikan nasabah meningkat. Sehingga, saat cicilan terakhir, porsi nasabah dalam kongsi berbalik menjadi 90 persen. Itu yang disebut musyarakah wal ijarah tadi," kata dia.

Senior Marketing Bank Muamalat Cabang Lampung Saskowar menambahkan, semua produk yang berkelindan dengan perumahan ini disebut Baiti Jannati. Dan Suhada tertarik untuk mengajukan aplikasi. Saskowar menjelaskan, selain musyarakah tadi, masih ada beberapa produk yang ditawarkan kepada nasabah. Kata Saskowar, ada yang disebut dengan

murabahah. Di sini, diistilahkan, bank menjadi broker. Dikenal juga dengan frasa jual beli tangguh/tunda. Namun, ujar Saskowar, transaksi model ini jarang terjadi.

Saskowar menjelaskan, berbeda dengan cicilan di bank konvensional, saat nasabah terlambat atau ingin segera melunasi cicilan, tidak dikenakan penalti. Mereka yang mau melunasi cicilan meski masih setahun, juga bisa. Dan itu tanpa ada biaya tambahan. Nilainya semua seperti cicilan per bulan. Tidak ada penalti atau biaya tambahan sama sekali. "Selama nasabah tak ada masalah dalam pembayaran setiap bulan, takkan ada masalah berarti. Tidak seperti di bank konvensional yang pada setiap keterlambatan dihitung juga peningkatan persentasenya,' ujar Saskowar.

Setelah dijelaskan, Suhada berketetapan hati menjatuhkan pilihan ke Bank Muamalat untuk membeli rumah idamannya. Proses pun dimulai.

"Kami meminta calon pembeli rumah meyakinkan pemiliknya bahwa semua aktanya lengkap. Misal, sertifikat tanah, sertifikat izin mendirikan bangunan (IMB), surat keterangan dari tetangga soal persetujuan saat rumah dibangun, dan sebagainya. Intinya sertifikatnya lengkap karena itu yang akan menjadi agunan. Jaminan calon nasabah yang akan membeli rumah, ya rumah itu sendiri," lanjut Saskowar.

Suhada menyanggupi. Ia hubungi si empunya rumah. Syukurnya sertifikat lengkap. "Waktu itu cuma IMB aja yang dia enggak punya. Karena yang punya rumah enggak mau urus, akhirnya saya yang urus IMB ke Badan Penanaman Modal dan Perizinan Bandar Lampung. Lantaran jadinya surat IMB itu lama, saya minta surat keterangan bahwa IMB sedang diproses. Untung diterima Muamalat," kata Suhada.

Setelah semua beres, Suhada membawa kelengkapan yang dibutuhkan ke Bank Muamalat. Berkas pun dipelajari.

"Tinggal kami yang survei ke rumah yang mau dibeli. Ada tim independen untuk menilai apakah harga yang ditawarkan si pemilik rumah wajar atau tidak. Bisa jadi, penaksiran tim lebih tinggi, juga bisa lebih rendah. Tinggal calon pembeli saja yang pintar-pintar negosiasi soal harga," kata Saskowar lagi.

Tim independen pun datang. Mereka menyurvei harga yang wajar untuk rumah yang akan dibeli Suhada. Tim juga berkeliling ke sekitar rumah itu untuk mencari rata-rata harga rumah di sekitar. Ini dilakukan agar kesahihan harga rumah yang ditawarkan masuk akal. Dan perkiraan itu hampir sama dengan harga yang ditawarkan pemilik rumah. Meski demikian, ada selisih sekitar sepuluh juta lebih murah. Karena Suhada sudah kadung sepakat dengan harga, nominal hasil penilaian tim independen pun tak dipakai.

"Enggak enak, saya sudah kepalang sepakat dengan harga yang ditawarkan. Tapi tak apa, karena saya rasa harga rumah sebesar itu ya wajar sekitar seratus juta," kata Suhada menanggapi hasil penilaian harga rumah oleh tim independen.

Semua kelengkapan kini hampir rampung, cuma IMB saja yang belum selesai. "Karena mesti buru-buru, saya minta saja surat keterangan sedang mengurus IMB. Alhamdulillah pihak bank tidak mempermasalahkan itu," lanjut Suhada.

Saskowar mengatakan, IMB diperlukan jika suatu waktu negara melakukan penggusuran atas rumah, pemilik memiliki posisi tawar dalam hukum yang kuat. "Bukankah pemerintah yang akan menggusur rumah itu adalah pihak yang juga mengeluarkan izin mendirikan bangunan. Nah, itulah mengapa kami minta betul nasabah mengurus IMB. Ini untuk mereka juga. Rumah yang digusur atau diminta sebagian tanahnya oleh pemerintah, akan lebih besar ganti rugi kepada pemilik yang punya IMB ketimbang yang tidak punya," ujar Saskowar.

Hampir satu bulan Suhada mengurus semua berkas sampai rumah itu ia tempati. Di ujung-ujung transaksi ada pula kejadian yang sempat membuat jantung Suhada bergedup. Si pemilik rumah kepingin bank membayar tunai uang itu, tanpa perlu ia membuka rekening di Bank Muamalat. Sebab, si pemilik rumah khawatir setelah ia meneken perjanjian yang menyatakan sertifikat kepemilikan rumah berpindah tangan, uang tak didapat, malah tertipu.

Namun, setelah dijelaskan, si empunya rumah mahfum dan transaksi pun berlangsung lancar. Sertifikat atas nama pemilik baru, Muhammad Suhada, juga sudah jadi dan dipegang bank sebagai jaminan.

Mengenai produk Baiti Jannati, Saskowar mengatakan, sejak 2007, persentase nasabah produk ini meningkat hingga 150 persen. Yang membuat Saskowar dan punggawa Bank Muamalat sumringah ialah jumlah nasabah yang menggunakan produk ini selalu meningkat dan relatif tak ada masalah.

Bahkan, sejak 2010, nasabah tak cuma dibantu soal kepemilikan rumah, tapi juga usaha pengembangan usaha berbentuk rumah toko (ruko) atau rumah kantor (rukan). Saskowar dengan bangga menceritakan, ada seorang dokter gigi yang masih muda, mau meluaskan usahanya dengan membangun ruko untuk tempat praktek. Namun, saat ia ke sebuah bank syariah, jangka waktu cicilan maksimal sepuluh tahun, padahal sang dokter cuma sanggup mencicil selama lima belas tahun. Begitu mendengar di Muamalat bisa sampai lima belas tahun, sang dokter kesengsem. "Akhirnya dia menjadi nasabah kami dan kami membangunkan ruko untuk usahanya. Kini usahanya berkembang. Jumlah pasien dia semakin banyak dan di rukonya sekarang ditambah apotek," ujarnya.

Yang unik, kata Saskowar, sebagian besar nasabah Muamalat adalah karyawan swasta dan bukan pegawai negeri. Padahal, ujar dia, para abdi negara juga banyak yang mengajukan aplikasi. Cuma, rata-rata mereka tak disetujui aplikasinya karena tidak masuk kualifikasi kelayakan nasabah.

"Ya, umumnya teman-teman yang PNS itu sudah tak bergaji lagi karena SK mereka sudah digadai di bank. Bahkan ada PNS yang cuma bergaji sisa tiga puluh ribu rupiah. Tak mungkin kami menyetujui aplikasi mereka. Istilahnya tidak prime," katanya.

*

Kisah sukses Bank Muamalat dalam merangkul nasabah yang ingin memiliki rumah via Baiti Jannati tak cuma di Bandar Lampung. Di Bekasi, khususnya Bekasi Timur, Banten, peminat produk ini juga melonjak. Account Manager Bank Muamalat Cabang Bekasi Timur, Chandra Natadipurba, mengatakan, setiap hari rata-rata ada enam orang yang datang mengajukan aplikasi pengambilan rumah. Dari enam itu, umumnya tiga yang disetujui permohonannya.

Chandra, alumnus terbaik tahun 2008 dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, itu mengatakan bank sangat ketat dalam menilai kapasitas nasabah dalam mencicil rumah setiap bulannya. Tidak disetujuinya aplikasi calon nasabah karena penilaian bank atas penghasilan orang tersebut.

"Bagi kami, asal 35 persen tax home pay calon nasabah itu tercapai, aplikasi memungkinkan diterima. Namun, jika kurang dari situ, sangat berisiko jika disetujui," kata Chandra.

Ia menambahkan, pihaknya tidak ingin nasabah yang seharusnya tidak mendapat kredit, malah mendapat kredit itu. Jika itu terjadi, dalam kondisi ekonomi morat-marit ditambah jumlah nasabah yang serupa itu sangat besar, akan menimbulkan kekacauan ekonomi.

"Contoh krisis di Amerika Serikat menjadi pelajaran buat kami. Mereka yang masuk subprime malah diberikan kredit. Saat krisis menghebat, orang-orang itu tidak bisa membayar tagihan. Karena skalanya luas, efeknya besar ke perekonomian negara," ujar Chandra. Maka itu, ujar Chandra, mereka yang mendapat kredit adalah individu yang masuk kategori prime.

Chandra menuturkan, Bank Muamalat mencoba mengambil basis di Bekasi Timur karena proyeksi pembangunan properti di Banten memang mengarah ke sana. Sebagai kota satelit dari Ibu Kota Jakarta, Bekasi sangat memungkinkan untuk dijadikan basis perumahan baru di Banten. Karena itulah, kata Chandra, peminat produk Baiti Jannati ini selalu bertambah setiap tahun. Apalagi, dengan kemudahan yang ditawarkan Bank Muamalat. "Asal sertifikat dan IMB-nya sudah ada, bisa dibilang separuh jalan untuk memiliki rumah idaman sudah di tangan," ujarnya.

Meskipun perkembangan Bank Muamalat dan bank syariah lainnya cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir, tetap saja pangsa pasar mereka masih kalah jauh dibandingkan bank konvensional. Sekretaris Masyarakat Ekonomi Syariah Lampung, Muhammad Farid, mengatakan, kesadaran masyarakat mnggunakan bank syariah masih lemah. Masyarakat, kata Farid, masih banyak yang beranggapan bank syariah sama saja dengan bank konvensional. Itu membuat market share bank syariah masih kecil. "Pangsa pasar bank syariah sampai dengan tahun ini cuma 2,8 persen. Padahal target mereka sampai dengan 2010 ialah 5 persen. Masih separuhnya yang belum diperoleh," ujar Farid.

Ia menambahkan, kecilnya perolehan itu juga disebabkan bank umum belum ada yang mengonversi menjadi bank syariah, kecuali mereka membuat lini baru berbasis syariah. Itu sebabnya aset bank syariah masih terbatas dan berpengaruh pada promosi yang masih lemah. Informasi dan sosialisasi soal produk bank syariah juga masih kurang diketahui khalayak.

Menyoal produk Baiti Jannati yang ditaja Bank Muamalat, Farid menyambut positif sebagai usaha untuk membantu masyarakat yang ingin memiliki rumah secara mudah. Apalagi, kata dia, kini hampir semua bank syariah punya produk serupa.

*

Muhammad Suhada dan istrinya, Nurhayati, serta dua anaknya, Asyfa Syahidah dan Fattan Muzaffar, kini tenang di rumah barunya. Walaupun berada di pinggir gang yang lebarnya hanya cukup lewat dua sepeda motor, mereka tak menganggapnya sebagai masalah.

Keduanya kini sedang bekerja keras untuk menghidupi kedua anak mereka yang tengah lucu-lucunya. Meski satu juta lima puluh delapan ribu rupiah uang mereka didebet ke Bank Muamalat setiap bulan, tak ada kendala dengan asap dapur di rumah. Semua sudah dipersiapkan. Memang sedikit mengencangkan ikat pinggang, tapi itu semua saham yang wajar untuk keluarga muda itu.

"Saya ingin membangun keluarga sakinah di sini. Saya ingin menjadikan tepat tinggal ini Baiti Jannati," ucap Suhada. Ya, Baiti Jannati berbasis bank syariah...

tulisan juga bisa dibaca di http://www.facebook.com/update_security_info.php?wizard=1#!/profile.php?id=1004465163

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun