Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Pilihan

Ijasah Bon A dan B Suatu Kenyataan di Era Tahun 1980 dan 1990 an

16 September 2014   18:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:31 521 0

Ketiga orang adik saya (dua perempuan, satu laki-laki) sempat menangis tersedu ingin melanjutkan kuliah setelah mereka lulus SMA, semangat belajarnya tinggi namun karena Ibu  sedang dalam  kesulitan keuanggan setelah  ditinggal Almarhum Bapak, maka Ia hanya bisa menyalurkan  semangat belajar ketiga  anak-anaknya  dengan menyarankan untuk  mengikuti  kursus Bon A kemudian dilanjutkan dengan Bon B  saja, sedangkan saya dan seorang adik urutan ke satu sedang mengikuti kuliah tingkat akhir pada waktu itu, jadi belum dapat membantu keuangan keluarga, apalagi turut membiayai kuliah ketiga adik saya tersebut.

Ternyata keputusan Ibu untuk menginvestasikan keuangannya dengan mengikut sertakan  ketiga anaknya yang tersisa untuk kursus Bon A dan B pada akhirnya  berbuah hasil, tidak lama setelah mendapatkan Ijasah  Bon A dan B, dua adik saya diterima bekerja di Bank negara terkenal, sedang satu orang lagi di perusahaan negara yang bonafid yang banyalk dicita-citakan oleh  kaum muda waktu itu.

Namun apa yang terjadi kemudian, seolah dunia menjadi terbalik, setelah sepuluh tahun, ke tiga adik saya dapat melanjutkan kuliah yang di idamkannya sambil bekerja.  Jika berbicara soal materi, setelah lulus kuliah mereka dapat  menyalip kakak-kakaknya yang telah lebih dahulu bergelar  S 1  dan bekerja sebagai PNS . Jangan ditanya lagi kondisinya saat ini, mereka lebih wah dibanding kakaknya.

Yang  masih di ingat dari makhluk yang bernama Bon A dan B yang adik saya kuasai tersebut, adalah semacam penguasaan ilmu hitung dagang atau sekarang lazim di sebut akuntansi, berijasah Negara dan diakui secara luas pada jamannya sekitar tahun 80 sampai 90 an.  Masyarakat kebanyakan menyebutnya  sebagai tiket masuk yang banyak dicari senilai persyaratan utama untuk memasuki dunia kerja. Namun apa lacur kondisi sekarang ini, sarjana Akuntansi saja kalau tidak ulet dan nasib baik menyertainya sebagai guratan yang Maha Kuasa  maka menepis predikat pengangguran ternyata  sulit untuk beranjak.

Saya masih ingat ketika jaman kuliah dulu, mendapatkan materi kuliah Analisis usaha sebanyak satu semester, boleh dibilang sebagai Bon B nya barangkali dan masih melekat di ingatan sampai dengan saat ini pun, karena ternyata materi Analisis usaha sangat berguna  untuk menilai kelayakan suatu  usaha/ bisnis,  sering di praktekan di tempat saya bekerja. Bahwa NPV, IRR,  Net B/C, Gros B/C,  PR  dan Break event Point  merupakan alat untuk menganalisis apakah suatu usaha layak atau tidak, Jika tidak sejalan kemudian dapat  dicarikan  alternatif jalan keluarnya.

Dalam menganalisis  suatu usaha, data-data valid yang dapat dipertanggungjawabkan menjadi sangat penting, karena jika data-datanya palsu atau hasil rekayasa, tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, maka akan menghasilkan perhitungan yang salah dan keliru, yang pada gilirannya berdampak terhadap kesalahan pengambilan keputusan.

Diketahui ada beberapa kriteria untuk mengetahui/ menghitung layak tidaknya suatu usaha, diantaranya yang saya masih  ingat (mudah-mudahan tidak keliru karena sudah lama tidak di utak-atik lagi) salah satunya  yaitu memahami bahwa investasi mempunyai nilai penyusutan sesuai tahun berjalannya masa usaha,  apalagi menyangkut Investasi yang bersifat utama  oleh sebab penurunan nilai benda/barang yang menyokong suatu usaha disebabkan  oleh banyak faktor hingga kondisi atau nilai jualnya mengalami penurunan.  Suatu mesin utama misalnya mempunyai umur  kelayakan, jika suatu barang atau mesin yang diperkirakan penyusutannya mencapai  5 %  (berarti masa kelayakannya 20 tahun untuk kemudian akhirnya menjadi 0), apa jadinya jika pada kenyataannya pada tahun pertama saja nilai penyusutannya sudah mencapai 100% bahkan lebih karena banyak biaya pengeluaran untuk perbaikan dsb. Dapat dipastikan bahwa  jika perusahaan tersebut milik swasta akan rontok di tengah jalan, sedangkan jika perusahaan milik pemerintah bukannya terjadi  penghematan anggaran pemerintah apalagi meningkatkan Pendapatan Daerah, malah terkesan pemborosan uang masyarakat yang tentunya harus di pertanggungjawabkan sebagaimana mestinya.  Pimpinan pemerintahan banyak yang terjebak pada fenomena krusial tersebut oleh sebab dan lain hal,  diperlukan kecermatan menilai suatu analisa kelayakan usaha terutama usaha yang bergantung kepada kualitas mesin sebagai Modal Investasi.



Hanya itu saja, sebagai refleksi perbedaan era 80/90 dengan masa kini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun