Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Kisah Persepsi yang Tak Sampai kepadaNYA

19 Juli 2013   20:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:18 108 1
Memang demikianlah. Kalaupun seseorang mengaku bertuhan, tuhan itu tak lain adalah persepsinya sendiri. Persepsi itu bergerak-gerak. Bisa naik, juga turun. Pemahaman yang semakin mendalam lazimnya akan membawa persepsi yang beranjak naik. Sebaliknya pemahaman yang menyempit akan menurunkan persepsi tentang Tuhan.
Persepsi seseorang yang sudah tinggi, tetap saja tak akan menjangkauNYA. Maka dia akan mencoba lagi menaikkan persepsi itu, begitu seterusnya manusia berjuang mendekati Tuhan. Perjuangan menaikkan persepsi itulah yang punya makna bagi orang tersebut, bukan pencapaian kepada Tuhan.
Maka sekali lagi, betapapun manusia berusaha, tak akan dia mampu menjangkau Tuhan. Akan tetapi hal itu tak berarti bahwa dia telah melakukan sesuatu yang sia-sia. Ketidak mampuan manusia menjangkau Tuhan itupun tidak berarti dia terputus dengan Penciptanya. Tidak sama sekali.
Manusia di belantara keberadaan, laksana ikan yang berenang di dalam aquarium. Ketika lapar, dia hanya dapat bergerak penuh pengharapan di dalam aquarium itu. Ikan tak akan dapat menepukkan siripnya ke sang pemilik. Tetapi pada saat itu, sang pemilik ikan tersenyum melihat polah sang ikan dan ia pun memasukkan makanan bagi si ikan.
Tuhan lah yang akan menjangkau makhlukNYA. DIA kan tahu di antara hambaNYA yang telah berusaha mendekatkan diri kepadaNYA, siapa yang telah berhenti berusaha. Siapa di antara hambaNYA yang telah mengerahkan daya dengan kesungguhan, siapa yang hanya berpura-pura, siapa yang acuh tak acuh. DIA tahu siapa yang telah memelihara kesombongan dalam hatinya, DIA tahu apapun yang terjadi.
Adapun tentang persepsi itu, tidaklah bermanfaat sama sekali bagi Tuhan. Ia hanya akan menjadi kebaikan bagi manusia sebagai tangga-tangga menuju kepadaNYA. Selain daripada itu, persepsi-persepsi yang baik akan membawa hikmah perubahan hidup sehari-hari, paralel terhadap upayanya mengolah berbagai potensi dirinya.
Persepsi tidak berbeda dengan bahasa. Bahasa adalah persepsi tentang berbagai hal. Kata “meja” mewakili obyek meja, meskipun kata “meja” itu tak mampu melukiskan secara tepat wujud meja yang sesungguhnya. Tetapi meskipun tak tepat betul, kata-kata sangat memudahkan manusia. Seseorang tidak perlu selalu memeluk meja untuk mengungkapkannya kepada orang lain. Cukuplah dia mengatakan “meja”, maka orang yang diajak bicara akan mengerti. Dengan bahasa lah manusia membangun berbagai pengetahuan. Dengan bahasa manusia membangun peradaban.
Maka begitu pula persepsi tentang Tuhan yang Maha Suci. Persepsi meskipun tak pernah menjangkau Tuhan, tetapi persepsi itu akan menjadi alat bantu manusia dalam mewujudkan kemuliaan-kemuliaan dalam hidupnya. Cita-cita luhur senantiasa akan tergantung untuk dicapai. Terus menerus cita-cita itu meninggi, dan karenanya terus menerus pula ia akan berusaha meningkatkan kualitas dirinya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun