tuan dan nyonya,
sekarang aku ingin mengabarkan padamu tentang subuh yang rubuh. tentang kebisingan yang menyeruak di sini, di kotamu ini tuan dan nyonya. sementara kesunyian t'lah tiada. di sini, orang-orang pada menari. di atas luka-luka mereka berpesta tarian-tarian badut. topeng-topeng mereka terpasang rapi. sepertinya mereka lupa pada pertanyaan-pertanyaan penting, "mengapa mereka bersembunyi dibalik topeng?"
/2/
tuan dan nyonya,
aku masih teringat kata-katamu, "menangis itu hanya melarutkan kenanganmu pada lautan hampa". tetapi, apakah aku mesti ikut tertawa tuan dan nyonya?. apakah aku mestinya ikut mengenakan topeng seperti mereka?. tidak, aku tidak mau menjadi musuh bagi diriku sendiri tuan dan nyonya. cukuplah jiwaku yang kini terpenjara oleh ego dan nafsu. aku ingin menikmati penjara ini, tanpa melibatkan wajahku yang sudah terlanjur hancur. bukakah wajah yang hancur masih bisa di perbaiki tuan dan nyonya?: itu harapanku !
/3/
tuan dan nyonya,
melihat seekor angsa berenang di danau, mungkin kau akan bertanya, "tidakkah kau takut berenang disitu wahai angsa?". angsa tidak akan menjawab pertanyaanmu tuan dan nyonya, yakinlah !. angsa hanya ingin menikmati segarnya air di danau itu. angsa tidak tahu kalau di danau itu banyak ularnya. angsa tidak tahu kalau di danau itu ada beberapa ekor buaya. buaya, iya buaya !. buaya sungai, buaya laut, buaya darat, buaya gunung, buaya hutan, buaya ..... ?: "hati-hati dengan buaya", kata bapakku !
/4/
tuan dan nyonya,
mungkin suatu saat engkau akan menulis kisah tentang cinta, tentang hakikat, tentang alam, tentang asal muasal, juga tentang Tuhan dan segala ciptaanNya. tapi, pernahkah tuan dan nyonya berfikir akan menulis kisah tentang Ghibran yang tak mau disebut penyair?. tentang Plato yang tak mengakui dirinya sebagai seorang filsuf?. atau barangkali tentang Muhammad yang mengaku-ngaku sebagai seorang nabi?. oh iya, siapa Muhammad itu?. bukannya Muhammad memang seorang nabi?: maaf, aku lupa!.memangnya siapa umat Muhammad?, anda atau saya?
/5/
tuan dan nyonya,
apakah tuan dan nyonya masih ingat pada deretan angka-angka?, satu, dua, tiga, empat, dan seterusnya?. ayo, mari, kuajak tuan dan nyonya melompati ruang dan waktu memakai angka-angka itu. barangkali aku cukup menghitung saja, biar tuan dan nyonya saja yang melompat. ku harap, pada hitunganku yang ke dua puluh lima, tuan dan nyonya melompat. terserah tuan dan nyonya mau melompat kemana. ke lembah bisa. ke danau bisa. ke kali juga bisa. apa lagi hanya melopat ke atas kasur. bisa, bisa, bisa saja tuan dan nyonya: aku juga pernah melompat diatas kasur bersama mimpi yang sampai hari ini masih tertidur pulas.
/6/
tuan dan nyonya.
apakah tuan dan nyonya sudah siap melompat?. sekarang kita sudah di hitunga kedua puluh dua. mengapa tuan dan nyonya belum juga melompat?. apa tuan dan nyonya takut lompatannya nanti tidak sampai di kaki senja?. ayo tuan dan nyonya, melompatlah!. tetapi ingat, jaga lompatannya tuan dan nyonya. di depan sana, akan ada liang lahat yang siap menghentikan lompatan tuan dan nyonya:
dua tiga, dua empat, dua lima, dua enam, dua ... dua ... dua ...
:oh tuan dan nyonya, masihkan kau ingin menduakan-Nya ?
[] [] [] [] [] [] [] [] [] []
Adhye Panritalopi,
Makassar, Negeri Para Daeng
03 Mei 2014