Mohon tunggu...
KOMENTAR
Vox Pop

Operasi Smiling Buddha 18 Mei 1974: Logika Penggentaran

18 Mei 2012   19:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:07 3748 0
Tentunya bukan sebuah keputusan sembarangan ketika pemerintahan Perdana Menteri Indira Gandhi memutuskan bahwa India harus membangun dan memiliki persenjataan nuklir. Kekalahan menyesakkan dalam Perang Sino-India tahun 1962 yang mengakibatkan India kehilangan wilayah-wilayah yang sebelumnya diklaim China, memberikan alasan tersendiri bagi ambisi nuklir India. Disamping juga tentunya konflik yang tidak kunjung selesai dengan rival serumpunnya, Pakistan.

India menyadari sepenuhnya keunggulan militer China yang dari segi kapasitas dan pengalaman tempur telah melampaui India. Meskipun India sendiri telah mengalami peperangan dengan Pakistan, tetapi kondisinya tentu berbeda dengan pengalaman tempur tentara China dalam Perang Korea yang melibatkan persenjataan dan pasukan yang jauh lebih besar. Sebab itulah India lebih menganggap China sebagai lawan utamanya dan kerap meremehkan militer Pakistan, seperti sesumbar Narasimha Rao bahwa India mampu membuat Pakistan rugi besar jika terjadi peperangan lagi antara kedua negara.

Memburuknya dan pecahnya hubungan China – Soviet sebagai sesama negara komunis terbesar memberikan keuntungan tersendiri bagi India. Soviet memanfaatkan India untuk melemahkan pengaruh China dengan memberikan dukungan penuh bagi proyek nuklir India hingga India berhasil meledakkan bom nuklir pertamanya pada tanggal 18 Mei 1974 dalam apa yang disebut sebagai Smiling Buddha Operation.

Kesuksesan Smiling Buddha Operation menempatkan India menjadi negara keenam yang telah mengkonfirmasikan senjata nuklirnya dan memberikan efek kepercayaan diri yang sangat tinggi dalam rentang permusuhannya dengan Pakistan yang didukung China, walaupun sebetulnya daya ledak yang dihasilkan dari percobaan itu tidak sekuat yang telah dilakukan oleh kelima negara nuklir lainnya sebelum itu. Diperkirakan uji coba nuklir pertama India menghasilkan daya ledak sebesar 12 kiloton.

Uji coba itu memicu Pakistan untuk membangun kemampuan serupa. Seperti dikatakan oleh Abdul Qadir Khan dalam biografinya bahwa tujuan Pakistan mengejar senjata nuklir adalah agar Pakistan memiliki harga diri dan sekaligus melakukan pencegahan terhadap musuh. Tidak diragukan bahwa kedua negara memahami sepenuhnya tentang doktrin sama-sama hancur (mutual assured destruction) yang juga dipahami oleh negara-negara di dunia bahwa tidak akan ada yang selamat jika pecah perang nuklir.

Pakistan harus memiliki kemampuan sendiri dan tidak menyandarkan kepada dukungan China dalam menghadapi India meskipun di masa lalu China pernah memberikan jaminan akan melakukan pembalasan yang cepat dan tegas untuk setiap serangan India ke Pakistan. Apalagi jika melihat kenyataan situasi terakhir dengan membaiknya hubungan ekonomi serta saling membutuhkan antara India dengan China dalam beberapa isu regional dan internasional, ketergantungan itu menjadi semakin tidak rasional.

Benar bahwa India dengan ambisi blue water navy-nya berkepentingan juga untuk membendung pengaruh China yang semakin merambah ke Selatan. Pengoperasian kapal selam nuklir yang segera akan disusul dengan masuknya kapal induk ke dalam jajaran angkatan laut India membuktikan keseriusan itu. Kini Angkatan Laut India termasuk kedalam salah satu dari 7 angkatan laut terkuat dunia. Tetapi kesamaan China - India dalam kepentingan yang lebih luas telah meredupkan untuk sementara permusuhan diam-diam di antara mereka. Dan itu artinya, Pakistan yang rudal-rudal balistiknya mampu menghantam sebagian besar wilayah India akan mengandalkan kekuatan sendiri dalam menghadapi India sebagai ancaman utamanya.

Untuk itu Pakistan harus memiliki daya penggentar untuk meyakinkan India bahwa setiap serangan ke Pakistan akan mendapatkan balasan setimpal dan membinasakan serta berpotensi mengembalikan mereka ke zaman batu. Itu hanya bisa dilakukan melalui pemilikan senjata nuklir. Pakistan belum mampu mengimbangi persenjataan konvensional India kecuali akan menghancurkan perekonomiannya sendiri. Sebaliknya India harus bisa meyakinkan China bahwa militernya tidak tertarik untuk berkonfrontasi dengan tetangganya itu. Jika India gagal memberikan jaminan non agresi kepada China, keadaan akan lebih sulit bagi India karena harus memecah fokus ke Pakistan dan China yang sama-sama bersenjata nuklir.

Melihat kondisi keamanan Asia Selatan yang relatif tenang dalam beberapa puluh tahun terakhir berkaitan dengan keseimbangan nuklir Indo-Pakistan, kita dapat ambil kesimpulan bahwa perlu bagi setiap negara untuk memiliki kemampuan penggentar yang mengharuskan pihak lain berpkir berkali-kali untuk membuka konflik. Logika penggentaran dalam pemahaman sama-sama hancur itulah yang memberikan alasan mengapa baik Uni Soviet maupun Amerika Serikat tidak berani meluncurkan rudal-rudal balistik berhulu ledak nuklirnya ke  sasaran pertahanan lawan.

Smiling Buddha Operation di satu sisi menambah potensi bencana perang nuklir kawasan tetapi dalam sisi yang berbeda justru mencegah invasi dari antara negara yang bermusuhan, dalam hal ini China – India atau India – Pakistan karena setiap serangan nuklir oleh suatu negara tentu akan mendapat respon serangan yang setimpal.

Indonesia perlu jugakah?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun