Tangan yang memegang ponselku mulai gemetar. Suara Ayah di ujung telepon terdengar semakin jauh, seolah-olah ada sesuatu yang menghalangi komunikasi kami. Namun satu kalimat itu jelas terdengar---"Pergi sekarang, atau mereka akan datang."
Aku berdiri di depan jendela kamar, mataku terpaku pada kegelapan malam di luar. Tidak ada suara, hanya angin yang berdesir lembut. Namun di dalam diriku, ada ketakutan yang mendera, seperti ribuan suara berbisik tanpa henti, mengingatkanku pada apa yang akan datang.
Mereka sudah dekat.
Keringat dingin mengalir di dahiku. Apa yang harus kulakukan? Jika aku pergi, ke mana harus lari? Siapa mereka? Mengapa aku harus memilih begitu mendesak? Aku merasa seperti berada di persimpangan jalan yang tak bisa kulalui dengan mudah.
Di belakangku, pintu kamar tiba-tiba berdengung. Aku menoleh cepat, melihat bayangan gelap yang sudah mengisi sebagian ruangan. Para sosok itu sudah ada di sini---di dalam rumahku. Mereka bergerak tanpa suara, seperti bayangan yang berjalan di dalam gelap, tidak manusiawi. Wajah mereka tertutup masker putih dengan senyum lebar yang mengerikan.
Aku mundur, berusaha mencari jalan keluar, tapi kakiku terasa kaku. Mereka sudah datang.
Tiba-tiba, pintu kamarku terbuka lebar, dan aku bisa melihat mereka semakin mendekat. Di antara mereka, aku mengenali satu sosok yang lebih tinggi, yang mengenakan jas hitam panjang. Dari gerak-geriknya, aku tahu dia bukan hanya pengikut---dia pemimpin mereka. Sosok itu mengangkat tangannya dengan anggun, lalu suaranya terdengar, tegas dan dalam.
"Alia," katanya, suaranya penuh kekuasaan, "kami sudah menunggumu."
Aku merasa seluruh tubuhku gemetar. Siapa mereka? Apa yang mereka inginkan dariku? Aku ingin berlari, tetapi aku merasa terjebak, tak bisa bergerak.
Pemimpin itu melangkah lebih dekat, dan seketika itu juga, aku mendengar suara Ayah kembali di ponselku, nyaris berbisik. "Jangan biarkan mereka mengambilmu, Alia. Pilihanmu---hanya kamu yang bisa menentukan."
Aku melihat ke arah para sosok yang mendekat. Mereka tidak berbicara, hanya diam dan bergerak seperti robot, tetapi ada sesuatu yang sangat menakutkan dalam diam mereka. Mereka tahu apa yang aku rasakan. Mereka tahu aku takut.
"Pergi sekarang," suara Ayah kembali terdengar, lebih cemas kali ini. "Jika kamu tidak pergi, mereka akan menahanmu selamanya."
Aku terdiam. Pilihan itu tiba-tiba terasa sangat berat. Jika aku pergi, apa yang akan terjadi? Ke mana aku bisa lari? Siapa yang akan melindungiku dari mereka? Jika aku tetap tinggal, apa yang mereka inginkan dariku? Aku merasa seolah-olah berada di ujung jurang---setiap arah terasa sama menakutkannya.
Tanpa sadar, aku meraih pintu dan berlari. Tanpa berpikir panjang, aku membuka pintu jendela dan melompat keluar ke halaman belakang. Malam itu gelap, dan aku hanya bisa mendengar langkah-langkah mereka yang mengikuti, semakin mendekat.
Aku berlari, berlari sejauh mungkin, berharap aku bisa melarikan diri dari mereka---dari masa lalu yang mengejar, dari bayangan yang selalu membuntuti. Keringat membasahi wajahku, dan napasku terengah-engah. Aku melintasi jalan setapak, menyusuri lorong yang tidak aku kenal. Tidak tahu ke mana aku akan pergi, hanya tahu bahwa aku harus terus berlari.
Namun tiba-tiba, langkahku terhenti. Di hadapanku, di ujung jalan yang gelap, ada sebuah rumah tua yang tampak sangat familiar. Rumah itu... rumah milik Ayah. Aku terperangah, kebingunganku semakin dalam. Mengapa aku bisa kembali ke sini? Bukankah rumah ini sudah lama kosong, sejak Ayah pergi?
Aku melangkah mendekat, dan saat tangan menyentuh pintu kayu yang kusam, aku mendengar suara pelan di belakangku. Suara langkah kaki yang lebih banyak, semakin dekat. Aku tidak bisa berpaling. Aku tahu apa yang mereka inginkan. Mereka ingin aku kembali---kembali ke tempat yang seharusnya tidak pernah kutinggalkan.
Saat aku membuka pintu rumah tua itu, ada keheningan yang aneh. Begitu aku masuk, bayangan-bayangan itu berhenti di luar, tidak melangkah lebih jauh. Mereka berdiri di ambang pintu, menunggu sesuatu.
Aku menatap ke dalam rumah, dan untuk pertama kalinya, aku merasa seperti kembali ke masa lalu---ke masa yang penuh rahasia, yang tersembunyi di balik pintu-pintu tertutup.
"Selamat datang, Alia," suara Ayah terdengar dari dalam rumah, meskipun aku tahu ia sudah lama pergi. "Kamu akhirnya memilih."
Di dalam rumah itu, aku menemukan kenyataan yang selama ini tersembunyi---bahwa aku adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar, lebih gelap dari yang aku bayangkan. Dan kini, tak ada jalan kembali.
---
TAMAT