Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Dilema di Sudut Kekuasaan, Sebuah Coretan Asa Hidup dari Oase Padang Pasir

11 Juni 2012   15:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:06 240 2
[caption id="" align="aligncenter" width="604" caption="Suasana Malam Pantai Laut Merah, Tempat Mudah Mencari Inspirasi"][/caption] Bagaimana bila seorang pejabat dihadapkan kepada situasi Dilema; memilih antara Kejujuran dan Pengkhianatan. Ikuti coretan yang terinspirasi kisah nyata berikut ini : Dalam pertemuan jamuan makan antara dia dan 4 orang temannya sebagai pejabat dengan pengusaha PT DIGJAYA di sebuah cafe sepi dan resik, membuatnya tersudut dalam dilema; suara hatinya mengatakan bahwa tindakan menerima suap untuk memuluskan PT DIGJAYA sebagai pemenang tender proyek milyaran itu merupakan tindakan menipu dan mengkhianati rakyat, tapi disisi lain teman-teman di sekelilingnya bersepakat bulat untuk memberikan proyek itu ke PT tersebut dengan imbalan uang per-orang 500 juta Rupiah termasuk dirinya. "Jadi bagaimana bapak-bapak, kami sudah siapkan cash and carry sekarang juga ?" Kata salah satu jajaran direksi Perusahaan. "Bagaimana bung, kita sudah sepakat kan ?". Temannya berbisik dengan wajah berharap mendapat jawaban dari rekan yang lain. "Sepakat bung... Tapi demi keamanan kita, semua harus satu kata dan tidak ada yang boleh membocorkan ini semua keluar walaupun harus berkorban nyawa sekalipun," teman disampingnya menegaskan dengan suara pelan tapi pasti. "Baiklah, kita sepakat" semua menyatakan kesiapannya kecuali dia sendiri. "Bagaimana bung... Kami sudah bulat nih, ?" katanya kepada dia. Dirinya semakin tersudut, Idealisme sebagai pejabat yang jujur sedang diuji dengan rekan-rekannya yang sudah bersikap pragmatis; uang dan uang, tidak peduli apakah tindakannya melanggar hukum atau tidak. Dia teringat waktu masa kampanye dulu; dengan tegas dirinya bicara di hadapan para konstituennya bahwa apabila dia didukung dan terpilih menjadi wakil rakyat dia akan tetap memegang amanah rakyat, memberantas korupsi dan menegakkan supremasi hukum di negeri tercinta ini. Namun saat ini, dia dihadapankan kepada kenyataan yang memaksa dirinya untuk melakukan tindakan Korupsi dan Kolusi. Bila dia ikut bersepakat memenuhi permintaan temannya jelas sudah berkhianat kepada ucapannya sendiri dan rakyat yang memilihnya. Dan kalau tidak, dia pasti akan dikucilkan dan ditekan agar tutup mulut; bahkan sangat mungkin dengan ancaman fisik. "Ayo bung... cobalah berpikir rasional. Sebentar lagi kita akan Pemilu lagi dan pasti membutuhkan biaya besar. ini peluang kita mendapatkan dana Kampanye... Ayolah..!" Rekannya membujuk dia untuk menerima tawaran pengusaha itu mengikuti teman-temannya yang lain. "Bagaimana pak ?" Tanya direktur PT itu. "Sebentar pak, sebenarnya kami sudah sepakat dengan bapak tapi ada masalah kecil dan teknis yang perlu kami diskusikan". Kata rekan dia dengan sedikit beralasan. Dia terpojok dalam situasi yang sangat serius. Terpojok disudut kekuasaan... Walah... Walah... Bagaimana sahabat, dia dilema !. Antara mempertahankan prinsip sebagai pejabat yang amanah dan jujur, dengan pilihan lain ikut terlibat dengan teman-temannya yang bersepakat bulat untuk menerima suap... ----------------------------------------------- Disebuah ruangan rumah sakit kelas VIP, dia terbaring setengah sadar setelah beberapa jam yang lalu mobilnya diberhentikan oleh lima orang tak dikenal yang memaksa dirinya keluar lalu memukulinya. Perkelahian pun terjadi dengan sangat tidak seimbang dan akhirnya dia tergeletak jatuh setelah ada benda keras yang memukul bagian belakang kepalanya. Dalam keadaan terbaring, dia merasa tenang dan terus berdzikir kepada Allah sebagai wujud syukurnya, karena dia sudah keluar dari dilema moral sebagai wakil rakyat dengan mengambil keputusan untuk menolak tawaran teman-temannya dan direksi PT DIGJAYA itu walaupun harus berakhir di pembaringan rumah sakit. "Sungguh besar kasih sayang Allah, aku masih diberi kesempatan hidup dan beristirahat di sini dengan nyaman," bisik hatinya dengan wajah tenang dan ceria. "Assalamu 'alaikum, Bapak sudah sadar... ini aku isterimu ?" kata seorang perempuan berkerudung ungu berwajah ayu dengan sikap lembutnya memegang tangan dan kening dia. "Oooh, ibu... Sudah bu, tapi rasanya melayang-layang. Mungkin begini ya, rasanya sakau kalau mabuk ganja, hehehe," jawab dirinya sambil sedikit canda. "A...aah... bisa canda juga... Alhamdulillah..." Istrinya menimpali sambil berucap syukur kepada Allah karena hanya dengan pertolongan dan perlindungan-Nya semata, suaminya bisa selamat. "Kata dokter, bapak terkena benturan keras dibelakang kepala tapi untungnya tidak retak, cuma kulitnya saja yang sedikit sobek dan sekarang sudah dijahit." Lanjutnya sambil mengulurkan tangan kanannya ke dekat mulut suaminya. "Sekarang minum obatnya... !" Ajak isterinya. Sambil memegang perban yang membalut kepalanya, dia bangun dan mengambil obat dengan tangan kirinya dan tangan kanannya meraih segelas air putih di meja tepat disamping tempat tidurnya. Dengan penuh cinta kasih, selama dia di Rumah sakit, sang isteri melayani dengan "telaten" sambil menghibur dan di waktu-waktu tertentu membaca Al-qur'an dengan suara lembut dan tartil. Satu minggu sudah, dia berbaring lemah, kondisinya pun berangsur pulih. Pada sore hari, seperti biasanya dokter datang untuk memeriksa dia dan setelah selesai menjalankan tugasnya, dokter itu menyampaikan bahwa dia sudah diperbolehkan pulang dan berpesan agar minggu depan harus kembali untuk memeriksakan kembali kesehatannya. ---------------------------------- Sehari setelah dia pulang dari rumah sakit, teman-teman partai politiknya dan beberapa teman dari kantor tempatnya bekerja datang menjenguknya kecuali keempat temannya. Padahal, sebelumnya dia dan mereka menjadi teman akrab, layaknya gula dan manisnya. Sewajarnya yang paling pertama menjenguk dirinya baik sewaktu dia berada di rumah sakit atau di rumah saat ini adalah mereka, tetapi sejak dia menolak ajakan untuk berkolusi dengan PT Digjaya, komunikasi tidak lancar bahkan sebelum kejadian pemukulan terhadap dirinya pun, seusai sidang paripurna di gedung Wakil Rakyat, mereka tidak menampakkan keakraban dan tidak seperti biasanya, mereka langsung pergi keluar gedung tanpa sapaan sepatah kata pun. "Kenapa bisa terjadi, pak. Sejujurnya saya dan teman-teman lain menilai bapak baik, santun dan selalu menghargai sesama jadi tidak mungkin bapak punya musuh ?" Kata teman partainya merasa heran bercampur penasaran. "Gak tahu, rul... Saya juga tidak menyangka akan kejadian seperti itu. Baru seumur hidup mengalaminya" kata dia menyembunyikan masalah yang sebenarnya. Padahal dalam hatinya sudah meyakini kejadian itu disebabkan oleh penolakan dirinya terhadap tawaran keempat temannya dan pengusaha itu waktu di perjamuan makan beberapa waktu lalu. "Yah, namanya dunia politik, rentan dengan permusuhan, sikut kanan-kiri, tanpa mengenal teman, sahabat atau bahkan saudara. Apalagi sekarang kan sudah mendekati masa PEMILU lagi... Tapi sudahlah, tidak usah diperpanjang. Itu urusan polisi yang menangani, kita lihat saja perkembangannya", lanjutnya sambil memalingkan tema pembicaraan ke arah persiapan partainya menghadapi pemilu mendatang; PEMILU legislatif tahun 2009. Sebulan dari kejadian itu, ada kabar dari pihak kepolisian bahwa pelaku pemukulan dirinya sudah tertangkap. Ada kejanggalan terjadi, kenapa dirinya tidak dipanggil untuk memberi kesaksian di hadapan petugas kepolisian yang menangani kasusnya padahal katanya, si pelaku sudah ditangkap ? Bagaimana membuktikan orang itu pelaku atau bukannya kalau dirinya tidak melihat dan mengenali mereka ?. Bagaimana dan kenapa menjadi kata tanya sakti yang tidak terjawab dan kehilangan kesaktiannya... Kejanggalan itu, rupanya menjadi isyarat buruk bagi dia dan penegakkan supremasi hukum. Penyelidikan tidak berlanjut dan kasus dirinya hilang laksana debu ditiup angin kecang;hilang tanpa karena. Melihat kenyataan itu, dia berpikir telah dan sedang terjadi permainan konspirasi politik yang luar biasa untuk tujuan mengamankan prilaku pengkhianatan mereka terhadap rakyat dan negara yang berdasarkan hukum ini. Merasa dirinya lemah dan dengan keteguhannya memegang prinsip, dia terdiam dalam kesedihan dan kekhawatiran terhadap masa depan negaranya. Dia tidak menindaklanjuti kasusnya walaupun jabatannya sebagai wakil rakyat bisa saja digunakan. Tetapi karena posisinya lemah berhadapan dengan kekuatan konspirasi, pilihan mundur dari kasus dirinya dipandang lebih baik. Dia teringat dengan kata-kata Sun Zu dalam bukunya "Strategic of War" bahwa "Bila kekuatan musuh diseberang sungai lebih kuat, amankan perbatasan dan mundur untuk menang". Dengan hanya bersujud kepada Allah dan mengangkat kedua belah tangannya bermohon kepada yang Maha perkasa dan Maha menghakimi, yang bisa dilakukannya karena dia yakin akan kekuatan do'a dan ijabah-Nya bagi orang-orang yang didhalimi dan terdhalimi. Waktu pesta Demokrasi, Pemilihan Umum Legislatif tahun 2009 pun semakin dekat, peraturan perundang-undangan Pemilu Legislatif pun sudah dibahas dan walaupun sedikit terlambat telah diputuskan. Semua partai politik pemenang pemilu sebelumnya; tahun 2004 telah mempersiapkan diri untuk tampil kembali di PEMILU legislatif 2009 dan ikut menyesuaikan diri dengan UU Pemilu yang baru. Ada perubahan mendasar dari UU Pemilu legislatif tahun 2009 dibandingkan Pemilu sebelumnya, yaitu calon anggota legislatif terpilih bukan berdasarkan nomor urut lagi melainkan berdasarkan Jumlah suara terbanyak, artinya siapa dan di nomor urut berapa pun calon bila jumlah suaranya paling banyak, dialah yang menjadi calon Anggota legislatif terpilih dan mendapatkan kursi di Parlemen. Perubahan ini mempengaruhi pada strategi para calon legislatif tahun itu. Dengan UU baru ini, mata politisi waktu itu tidak mengarahkan pandangannya ke Internal Partai yang memutuskan nomor urut calon, melainkan ke arah eksternal Partai yaitu Rakyat Pemilih. Mereka tidak memfokuskan kepada penempatan dirinya di Nomor Urut Calon melainkan terfokus menarik simpati rakyat dengan berbagai cara walaupun harus memainkan Political of Money; membeli suara rakyat dengan harga murah. Selain partai-partai lama, partai-partai politik baru pun bermunculan, ikut mempersiapkan diri dengan membangun organisasi partainya dari mulai Pusat sampai tingkat Desa dengan target minimal 50 persen plus 1 dari jumlah propinsi, kabupaten/kota dan desa harus berdiri kepengurusan partai politiknya. Karena dengan demikian maka partai politik yang baru itu bisa lolos sebagai peserta Pemilu di tahun 2009. Melalui mekanisme KPU (Komisi Pemilihan Umum) sebagai organisasi penyelenggara Pemilu, tersaringlah 47 peserta partai politik yang akan ikut perhelatan demokrasi dan memenuhi lembaran surat suara pada tahun 2009. Dalam menjelang PEMILU, dia dipercaya untuk dicalonkan kembali oleh Partai Politiknya di daerah pemilihan yang sama dan begitu pula keempat temannya yang pernah memaksa dirinya untuk menerima suap dari pengusaha, ikut mencalonkan kembali. Maka tak pelak lagi, persaingan di lapangan antara dia dan mereka pun terjadi. Black compaign (kampanye terselubung), politik uang dan isu-isu makar pun mereka lakukan untuk menjatuhkan dirinya. Mereka berpikir, kalau dia menang lagi bersama mereka maka duri dalam daging akan tetap ada sehingga mereka tidak akan leluasa memainkan prilaku politiknya yang busuk di parlemen, atau bila dia menang dan mereka kalah, itu musibah besar karena dikhawatirkan rahasia praktek korupsi dan kolusi dibalik dasi yang telah mereka lakukan akan dibongkarnya. Maka wajar mereka berupaya untuk menjegal dengan berbagai cara untuk mengalahkan dia, termasuk mengadu-domba pendukungnya dan menyusupkan orang untuk berpura-pura mendukungnya padahal menikam dari belakang. Sementara dia sendiri yang prinsifalis dan jujur itu, dalam merebut suara rakyat, dengan berbekal modal seadanya, menggerakan kader dan simpatisan partainya, serta dukungan dari basis-basis massa yang pernah kehutangan budi olehnya; masyarakat yang merasakan langsung dari hasil perjuangan dia di parlemen untuk mewujudkan keinginannya, seperti pembangunan jalan desa, gang, bantuan sosial, pembangunan bendungan, bantuan kesejahteraan mesjid dan lain-lain. Pesta demokrasi untuk memilih wakil rakyat pada tahun 2009 telah dilaksanakan dan pengumuman hasil perhitungan suara pun akan segera di umumkan. "Bila Allah menghendaki saya kalah berarti kebaikan dalam kekalahan sebagai pilihan-Nya dan bila saya menang semoga Allah menjadikannya baik dalam kemenangan," kata dia di tengah-tengah tim sukses Partai yang saat itu sedang ikut menghitung hasil perolehan suara partainya berdasarkan laporan para saksi partai yang ditempatkan di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dengan ijin Allah, berdasarkan hasil perhitungan terakhir, dia termasuk calon legislatif yang kalah karena kekurangan suara dengan selisih tipis (257 suara) dibanding para calon saingannya dari partai lain di Daerah Pemilihannya. Sedangkan keempat temannya berhasil menjadi calon anggota legislatif terpilih di pemilu tahun 2009 tersebut. Masya Allah... Orang jujur malah hancur tapi tukang korupsi dan senang uang suap malah mujur. Ckckckckckck.... "Alhamdulillah, inilah pilihan Allah yang terbaik buat saya", kata dia setelah tahu dirinya kalah. Semua tim sukses pada simpatik kepadanya dan berusaha menghibur dan memotivasi agar tetap tegar, termasuk isterinya sendiri. Dia sebagai isteri yang solehah memberi semangat agar tetap tegak berdiri dan tandang ke gelanggang melanjutkan hidup dengan tetap memegang prinsip kejujuran (sidiq) dan amanah (terpercaya). Dibalik ketegaran yang Allah anugerahkan, Dia sebagai manusia biasa juga merasakan kekecewaan dan hampir putus asa. Bukan kekalahan yang membuat dirinya seperti itu melainkan karena tipu muslihat salah seorang yang dipercayainya dalam tim sukses dan kebohongan masyarakat pemilih yang pernah merasakan kebaikan darinya dan berjanji tulus mendukungnya, pada pelaksanannya, mengalihkan dukungan dan memilih calon lain hanya karena uang 50 ribu Rupiah, kaos dan sembako yang diberikan calon lain menjelang pelaksanaan pencoblosan di TPS dengan teknik yang halus dan sulit dibuktikan secara material didepan hukum. Namun, dengan motivasi sang isteri yang tetap setia menemani dan dukungan beberapa teman setianya, dia bisa tegar menjalani hidup dan dengan kecerdasan sikap batinnya, dia mengembalikan segalanya kepada Allah sebagai pemilik kekuasaan mutlak. Wal akhir, pada akhir kisahnya dia bersama isterinya yang shalehah itu mampu melewati masa-masa krisis psikologis (kejiwaan) dan krisis ekonomi keluarganya. Dia berusaha bangkit kembali dari awal dengan memperbaiki diri dan managemen hidupnya untuk membangun masa depan kehidupan yang lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya, keluarga dan bangsanya. Sementara keempat temannya, berjalan mulus dan melenggang ke gedung Parlemen sebagai wakil rakyat. ------------------------------------------------- Bagaimana keadaan negeri tercinta Indonesia setelah Pemilu 2009, dimana ada sebagian wakil rakyat terpilih dari kalangan koruptor-pecinta suap dan penjagal teman sendiri sedang duduk manis mengisi gedung parlemen ?. Allah Maha kuasa atas segala sesuatu, perbuatan mereka dalam beberapa tahun ke depan tepatnya akhir tahun 2010 terungkap oleh temannya sendiri yang sama-sama korup termasuk oknum dari pihak kepolisian dan kejaksaan pun terjerat karenanya. Tak pelak lagi, terungkapnya para pejabat korup itu menyebar seperti darah yang mengalir di urat nadi menuju lapisan-lapisan Birokrasi seperti Gubernur, Bupati/walikota, kepala desa/lurah bahkan didalam tubuh lembaga Yudikatif seperti hakim dan jaksa dengan praktek mafia hukumnya Tetapi... Kata tanya "Bagaimana dan Kenapa" kehilangan jawaban. Berawal dari kesalahan memilih wakil rakyat, para pejabat negara, gubernur dan jabatan birokrasi lainnya, dimana para koruptor dan politisi pragmatis tanpa prinsip, bisa tandang ke gelanggang kekuasaan layaknya pahlawan kesiangan berbaju keshalehan untuk menduduki jabatan-jabatan pemerintahan. Maka pengungkapan serangkaian kasus-kasus korupsi dan kolusi yang jelas-jelas mengkhianati rakyat itu berjalan dengan penuh REKAYASA dan KONSPIRASI. Laa hawla wa laa quwwata illa billaah. Kapan negeri tercinta ini akan sejahtera kalau keadaan para pemangku negeri seperti itu ? Kapan rakyat cerdas memilih para wakil rakyat, Pimpinan negara dan Kepala Daerahya, setelah nyata Allah membuktikan bahwa yang mereka pilih di tahun 2009 itu ternyata ada sebagian berasal dari kalangan para koruptor dan pengkhianat rakyat ? Jawabannya... Kita lihat saja hasil PEMILU LEGISLATIF dan PEMILU PRESIDEN/WAKIL PRESIDEN nanti pada tahun 2014. Selamat menonton pesta demokrasi nanti.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun