permasalahan permukiman perkotaan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan upaya penyediaan air bersih, sistem pembuangan sampah, sistem pembuangan kotoran, air limbah, tata bangunan, saluran air hujan, penanggulangan bahaya kebakaran, serta pencemaran air, udara, dan tanah. Bintarto (1983) melihat kemunduran atau kerusakan lingkungan hidup kota dari dua segi, yakni (1) dari segi fisis, berupa gangguan yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam, seperti air yang sudah tercemar dan udara yang sudah tercemar, serta (2) dari segi masyarakat atau segi sosial, berupa gangguan yang ditimbulkan oleh manusia sendiri dan dapat menimbulkan kehidupan yang tidak tenang dan tidak tenteram. Masalah yang dihadapi dalam pembangunan perumahan di daerah perkotaan adalah luas lahan yang semakin menyempit, harga tanah dan material bangunan yang dari waktu kewaktu semakin bertambah mahal, serta kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Kondisi semacam ini mempengaruhi kuantitas dan kualitas perumahan, bahkan seringkali menumbuhkan pemukiman kumuh (Keman 2005).
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman Pasal 3 menyatakan bahwa penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 selanjutnya merumuskan tujuan penataan perumahan dan permukiman, yaitu untuk (1) memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat; (2) mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur; (3) memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional; dan (4) menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan bidang- bidang lain.
KEMBALI KE ARTIKEL