Sebagai seseorang yang tumbuh di era 80-90an, saya masih ingat betul betapa berkesannya mendengarkan acara-acara humor di radio. Nama-nama seperti Krisna Mukti, Nana Krip, dan Ida Murti dari Radio Suara Kejayaan membawa suasana penuh tawa dan keseruan setiap kali mereka mengudara. Suara mereka selalu menjadi peneman yang menghadirkan keceriaan di hari-hari saya.
Di era 90-an, saya juga tak bisa melupakan program Anda Meminta Kami Memutar (AMKM) di Radio Sonora. Acara rekues lagu dan kirim salam ini menjadi salah satu program yang sangat dinantikan. Ada kepuasan tersendiri ketika lagu pilihan kita akhirnya diputar atau salam-salam yang kita kirim dibacakan oleh penyiar. Momen-momen seperti itu menciptakan ikatan emosional antara pendengar dan radio, di mana kita merasa lebih dekat, baik sebagai pengirim maupun penerima salam.
Tidak ketinggalan, Radio Prambors dengan host Fauzan Zaman yang begitu populer pada saat itu, juga menjadi bagian penting dari perjalanan nostalgia saya. Gaya penyiaran yang energik dan ceria membuat Prambors menjadi pilihan utama bagi anak muda di era tersebut. Walaupun saya tidak mengenal para penyiar secara pribadi, suara mereka seakan menjadi teman dekat yang selalu hadir dan menghidupkan suasana.
Peran radio di tengah masa darurat / kritis
Selain menjadi sumber hiburan, radio juga memiliki peran yang sangat penting di masa krisis. Di daerah-daerah yang akses internetnya terbatas, radio masih menjadi andalan. Ketika bencana atau situasi darurat terjadi, radio sering kali menjadi media yang paling dapat diandalkan karena tidak bergantung pada koneksi internet. Di saat-saat seperti itu, kehadiran radio kembali membuktikan bahwa teknologi yang sederhana bisa tetap relevan dan sangat diperlukan.
Adaptasi Radio di Era Digital
Seiring perkembangan teknologi, radio pun beradaptasi. Banyak stasiun radio kini merambah ke platform digital, di mana siaran-siaran bisa diakses melalui streaming, dan beberapa penyiar bahkan telah beralih ke format podcast. Meskipun formatnya berubah, radio digital tetap mempertahankan esensi interaksi antara penyiar dan pendengar.
Pendengar kini bisa berinteraksi secara real-time melalui media sosial, aplikasi, atau layanan pesan instan. Sentuhan personal yang menjadi ciri khas radio konvensional tetap terjaga di radio digital. Dengan begitu, radio digital tidak hanya menawarkan fleksibilitas dalam hal waktu dan tempat mendengarkan, tetapi juga tetap menyediakan ruang untuk berinteraksi secara langsung dengan pendengarnya.
Baik radio konvensional maupun radio digital memiliki keunggulannya masing-masing. Radio konvensional menawarkan nostalgia dan kehangatan interaksi yang lebih langsung, sementara radio digital memberikan kemudahan untuk diakses kapan saja dan di mana saja. Semoga keduanya bisa terus berkembang, saling melengkapi, dan tetap memberikan pengalaman mendengarkan yang menyenangkan dan relevan di era modern ini.
Bagaimana dengan kalian? Apakah masih ada yang setia mendengarkan radio di tengah serbuan platform digital, atau sudah sepenuhnya beralih ke streaming? Masing-masing tentu memiliki daya tariknya sendiri, namun bagi saya, suara-suara dari masa lalu itu selalu punya tempat khusus di hati.
Yang mau follow IG saya dan IG Radio kami, sok atuh monggo ..link tertera dibawah :