pasal 1367 KUH perdata selanjutnya menegaskan bahwa "Majikan dan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan mereka, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan atau bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orang-orang itu."
ketentuan yang dalam doktrin biasa juga disebut sebagai tanggung jawab majikan atau Vicarious Liability ini membebankan tanggung jawab pada majikan terhadap kerugian yang terjadi pada pihak ketiga.
namun tanggung jawab ini sendiri tidaklah bersifat mutlak. Pasal 1367 KUHPerdata juga selanjutnya menegaskan "Tanggung jawab yang disebutkan di atas berakhir, jika orangtua, guru sekolah atau kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka masing-masing tidak dapat mencegah perbuatan itu atas mana mereka seharusnya bertanggung jawab."
namun selain ketentuan dalam KUH Perdata, terkait dengan tanggung jawabnya seorang in-house counsel juga harus memperhatikan ketentuan dalam sektor masing-masing. Misalnya dalam sektor perbankan. Pasal 37E UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menyebukan "Pemegang saham atau yang setara, anggota dewan komisaris atau yang setara, anggota direksi atau yang setara, atau pegawai Bank dilarang meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang, dan/atau barang berharga, untuk keuntungan pribadi atau untuk keuntungan keluarganya...."
selanjutnya pertanyaan penting yang sering muncul adalah apakah in-house counsel di Indonesia bisa berlindung di bawah UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat? Undang-Undang ini memberikan perlindungan hukum kepada advokat yang menjalankan profesinya, termasuk dalam hal kebebasan dan independensi dalam memberikan nasihat hukum. Namun, undang-undang ini mendefinisikan advokat sebagai orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang ini. Selanjutnya dinyatakan bahwa advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas, dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan
terlepas dari posisinya di perusahaan atau perdebatan mengenai statusnya sebagai advokat, ada beberapa hal yang dapat dilakukan seorang in-house counsel untuk memitigasi risiko tanggung jawab hukum terkait pelaksanaan tugasnya. Pertama, menjaga independensi dan integritas profesionalnya. Hal ini berarti nasihat hukum harus diberikan berdasarkan analisis hukum yang obyektif tanpa dipengaruhi tekanan dari manajemen atau pemilik perusahaan. Independensi ini tidak hanya melindungi integritas profesional, tetapi juga mencegah potensi tuntutan pidana akibat pemberian nasihat yang dianggap tidak sesuai dengan hukum.
kedua, menerapkan prinsip 'Duty of Care' dan 'Duty of Loyalty'. Prinsip 'duty of care' menuntut in-house counsel untuk berhati-hati dan teliti dalam menjalankan tugasnya, termasuk melakukan kajian mendalam sebelum memberikan nasihat hukum. Sementara itu, 'duty of loyalty' menekankan bahwa in-house counsel harus mengutamakan kepentingan perusahaan dalam kerangka kepatuhan terhadap hukum.
ketiga, memastikan akurasi nasihat hukum yang diberikan. Kegagalan untuk memastikan bahwa nasihat hukum yang diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat menimbulkan risiko hukum yang tidak diinginkan. Dalam konteks tertentu, seperti hukum perbankan, antikorupsi, atau perlindungan data pribadi, kesalahan dalam interpretasi hukum bisa berakibat pada tuntutan pidana. Oleh karena itu, in-house counsel harus selalu memperbarui pengetahuan hukum mereka dan, bila perlu berkonsultasi dengan advokat eksternal untuk memperoleh second opinion.
keempat, menyusun dokumentasi yang baik dan transparan. dokumentasi adalah elemen penting dalam melindungi in-house counsel dari risiko hukum dan memastikan bahwa nasihat hukum yang diberikan dapat dipertanggungjawabkan. Tanpa dokumentasi yang memadai, in-house counsel akan kesulitan membuktikan bahwa mereka telah menjalankan tugasnya sesuai dengan standar profesional dan hukum yang berlaku. Dokumentasi yang lengkap juga bisa menjadi bukti dalam pengadilan jika in-house counsel dihadapkan pada tuntutan hukum.
kelima, membangun komunikasi yang efektif dengan pihak manajemen perusahaan. Jika manajemen mengabaikan atau tidak mengikuti nasihat hukum yang diberikan, in-house counsel harus mempertimbangkan untuk mengingatkan kembali secara tertulis. Langkah ini penting untuk melindungi in-house counsel dari potensi tanggung jawab hukum akibat tindakan perusahaan yang tidak sesuai dengan nasihat hukum yang diberikan.
keenam, menyusun kebijakan internal yang baik. Sebagai in-house counsel, berperan aktif dalam pengembangan kebijakan internal perusahaan adalah salah satu cara untuk memitigasi risiko hukum. Kebijakan internal yang jelas mengenai kepatuhan hukum, antikorupsi, dan tata kelola perusahaan dapat menjadi alat penting dalam menjaga integritas perusahaan serta melindungi in-house counsel dari implikasi hukum yang mungkin timbul.
terakhir dan tidak kalah pentingnya adalah mengikuti pelatihan dan pengembangan profesional berkelanjutan. Hal ini akan memastikan bahwa seorang in-house counsel perusahaan selalu memiliki pemahaman terkini mengenai hukum yang relevan dengan industri tempat mereka bekerja. Partisipasi dalam asosiasi profesi hukum dan mengikuti perkembangan hukum terkini juga penting untuk mengurangi risiko pidana.
pelatihan dan pengembangan profesional berkelanjutan adalah komponen penting untuk memastikan bahwa in-house counsel tetap kompeten dan mampu mengelola risiko hukum dengan efektif. dalam konteks ini, pelatihan tidak hanya mencakup pemahaman hukum terbaru, tetapi juga (mengasah) keterampilan praktis yang diperlukan untuk menjalankan tugas mereka dengan baik.