1. Pihak-Pihak yang Berakad
Rukun pertama dalam suatu akad adalah adanya pihak-pihak yang berakad. Pihak-pihak ini harus memenuhi beberapa syarat, seperti:
a. Kemampuan mental dan fisik: Pihak yang berakad harus berakal sehat dan mampu melakukan perbuatan hukum. Artinya, orang yang tidak sadar (misalnya orang gila) atau belum dewasa (anak-anak) tidak sah berakad.
b. Iradah (keinginan yang bebas dan sadar): Kedua belah pihak harus memberikan persetujuan secara sadar tanpa paksaan. Jika salah satu pihak dipaksa atau dalam keadaan tertekan, akad bisa batal.
c. Kepemilikan atau hak atas objek akad: Pihak yang terlibat juga harus memiliki hak untuk melakukan transaksi terhadap objek akad tersebut. Misalnya, seseorang yang menjual barang yang bukan miliknya tidak sah melakukan jual beli.
Jika kedua pihak telah memenuhi syarat-syarat ini, maka rukun pihak-pihak yang berakad dapat dikatakan sudah terpenuhi.
2. Objek Akad
Rukun selanjutnya adalah objek akad. Objek akad harus jelas dan dapat diserahterimakan, baik berupa barang, jasa, atau hak tertentu. Agar objek akad sesuai dengan syariah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Halal: Objek yang diperjualbelikan atau menjadi bagian dari akad harus halal menurut hukum Islam. Misalnya, menjual barang haram seperti alkohol atau daging babi jelas tidak sah.
b. Jelas dan pasti: Objek akad harus jelas dan tidak menimbulkan keraguan. Dalam jual beli, misalnya, barang yang dijual harus teridentifikasi dengan baik, baik secara fisik maupun karakteristiknya.
c. Bukan objek yang tidak dapat dimiliki atau tidak dapat diserahkan: Objek akad harus sesuatu yang bisa dimiliki atau diserahkan kepada pihak lain. Sehingga, akad atas barang yang tidak bisa diserahkan secara fisik (misalnya benda yang sudah hilang) tidak sah.
Jika objek akad memenuhi kriteria ini, maka akad tersebut sudah memenuhi syarat dari sisi objek.
3. Ijab dan Qabul
Rukun ketiga yang tidak kalah penting adalah ijab dan qabul. Ijab adalah pernyataan penawaran atau pemberian yang dilakukan oleh salah satu pihak, sementara qabul adalah penerimaan atau persetujuan yang diberikan oleh pihak lainnya. Agar ijab dan qabul sah dalam perspektif syariah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Kesepakatan yang jelas: Ijab dan qabul harus menunjukkan adanya kesepakatan yang jelas antara kedua belah pihak mengenai syarat-syarat transaksi. Jika ada ketidakjelasan, maka akad tersebut bisa batal atau menjadi tidak sah.
b. Berlangsung dalam waktu yang bersamaan: Dalam transaksi, ijab dan qabul harus dilakukan dalam waktu yang bersamaan, tidak ada jeda waktu yang terlalu lama antara keduanya. Jika ada waktu yang terlalu panjang antara keduanya, bisa jadi dianggap batal.
c. Tidak ada unsur paksaan: Kedua pihak harus memberikan ijab dan qabul dengan sukarela dan tanpa ada unsur tekanan atau pemaksaan dari pihak mana pun.
Jika ijab dan qabul dilakukan dengan syarat-syarat tersebut, maka rukun ini sudah terpenuhi dengan sah.