Mohon tunggu...
KOMENTAR
Diary Pilihan

Akhirnya Cuma Ada Satu Kamu (Cerita Pasien Katarak)

11 Mei 2022   09:41 Diperbarui: 11 Mei 2022   10:01 528 6
Akhirnya cuma ada satu kamu.
Kemarin sosokmu ada dua, tapi yang satu hanya mengintip tidak mau tampil menonjol.
Aku pikir, cintaku begitu banyak hingga akhirnya imajinasiku menambah satu lagi tambahan sosok kembaranmu. Tapi, ternyata bukan hanya kamu yang selalu tampil berdua dengan bayanganmu. Tapi juga seluruh benda sekeliling sejauh mataku memandang.

Sebutir apel ada bayangannya.
Setangkai bunga mawar yang cantik, ada bayangannya.
Anak-anak kita pun, punya bayangan.

Bayangan yang kumaksud itu, serupa gambar tayangan televisi analog yang antenanya tidak pas. Jadi, semua benda dan semua mahkluk, terlihat seakan membawa cermin yang ditaruh di sisi mereka, kemanapun mereka pergi.

Aku terganggu dengan penampakan yang tak bisa dienyahkan ini. Tapi, aku tidak bisa berbuat apa-apa.
Dokter mata memberiku ukuran kacamata yang terus berubah. Tapi bayangan tidak mau pergi.

Akhirnya, aku pasrah. Dan mulai beradaptasi dengan perubahan yang sepertinya harus ditelan bulat-bulat. Tidak bisa dilawan.

Semua angka yang tertulis tampil mendua.
Semua huruf yang tertulis tampil mendua.
Semua kata ada bayangannya.
Dan bayangan itu kian lama melumat sosok asli. Memaksa untuk melebur dan menyatu dengan sosok asli.
Lalu, tiba-tiba sosok asli mulai memburam.

Aku tertegun melihat sosok kamu mulai memburam.
Awalnya kukira bajumu yang kusam, wajahmu yang lusuh, dan sekitarmu terlihat berdebu.
Lama-lama aku mendapati diriku terperangkap dalan lingkungan yang penuh kabut.

Kabut terdapat dimana-mana. Menutupi semua pemandangan yang ingin aku lihat. Termasuk menutupi kamu.

"Mas, bajumu udah pada lusuh-lusuh nih. Nggak mau cari kaus rumah baru?"

"Ih, mas. Wajahmu lusuh. Terlihat lelah."

Mataku yang punya kekurangan, tapi kamu yang aku tegur. Alhamdulillah kamu tetap bersabar.

Ada kisah lucu. Yaitu ketika suara sirine mobil pemadam kebakaran terdengar amat jelas, dekat dan keras di rumahku. Waktu itu aku, kamu dan anak-anak kiita sedang menonton acara televisi. Spontan kita semua saling pandang.

"Ada kebakarankah? Dimana? Kok suaranya terdengar jelas banget. Tidak. Dia bahkan lewat di depan rumah kita!" Ujarmu. Aku  memandang sekeliling ruangan dan spontan berkomentar.

"Oh...iya nih... ruangan ini terlihat berasap. Aduh.... jangan-jangan kebakarannya berasal dari tetangga belakang rumah?"

Kita sekeluarga secara otomatis panik. Perumahan di belakang rumah adalah rumah kontrakan dempet yang bererot dipisahkan oleh gang sempit. Bisa dipastikan, jika terjadi kebakaran disana, api pasti akan menyambar dengan cepat antara satu rumah ke rumah yang lain. Dan bisa jadi sampai juga ke rumah kita.

Kita sekeluarga berhamburan lari ke lantai bawah. Menyambar mukenah. Ini pakaian menutup aurat paling mudah dikenakan untuk kondisi darurat seperti kebakaran atau ada bencana alam. Kamu dan anak kita lari ke luar. Aku mampir dulu di ruang makan. Meraih handphone dan di sebelah handphone ada  kacamata. Kukenakan kacamataku lalu barulah menyadari satu hal.

"Eh... bukan. Bukan ruangannya yang berasap. Tapi mata ibu yang belum pakai kacamata."

Hahaha. Anak-anak langsung tertawa mentertawakan kehebohan akibat lontaran kesaksian seorang pasien katarak. Iya, mataku memang punya katarak kata dokter. Stadiumnya sudah melebihi pertengahan, sehingga dokter menyarankanuntuk segera operasi katarak. Lensa mata yang kubawa dari lahir, sudah mulai mengalami kerusakan sehingga harus diganti dengan lensa buatan pabrik. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun