Kumis telah menjadi brand bang foke sekaligus menjadi brand Jakarta, jika bang foke menunjukkan kinerja cemerlang dengan mencoba mencukur habis kumis Jakarta tentu tidak ada masalah dengan kumisnya. Inilah hal yang terunik dalam politik kita, citra politik menjadi dewa dan brand telah menjadi gengsi politik. Kubu bang foke mencak-mencak hanya karena sebutan berkumis, padahal slogan adalah kreativitas, marketing politik juga kreatifitas dalam menjual image pribadi dan berupaya memperkecil image lawan.
Sebagai incumbent, Foke sudah dibekali instrumen kampanye terselubung yang leluasa dia gunakan kapanpun dan dimanapun. Foke bisa memasukkan anggaran pemprov untuk beragam sosialisasi yang berimpact kepada citranya, sebuah previllage yang sulit diperoleh kandidat lain. Oleh karena itu tim sukses lawan di tuntut untuk sekreatif mungkin mencari celah agar kampanye yang diterapkan dengan budget yang murah tapi berdampak signifikan.
Upaya kreatif ini seharusnya menjadi pemacu bagi tim kreatif foke untuk membalas dengan sesuatu yang lebih kreatif lagi. Bukan sifat reaktif yang cenderung mengabaikan akal sehat. Jujur saja saya sangat tertarik dengan slogan jakarta “berkumis” (berantakan, kumuh, dan miskin), begitu menggelitik dan memang faktual. Anak muda menyukai ini karena lahir di era generasi yang kritis dan melek media.
Melaporkan tim sukses lain kepada pengawas KPU hanya akan menjadi promosi gratis dan semakin tenarnya slogan “berkumis”. Mungkin sebagai jawaban atas slogan kumis jakarta bang foke bisa membuat acara show bertajuk “Mari Cukur Kumis Jakarta” dengan opening yang diawali bang foke yang mencukur kumisnya sendiri, sehingga wajahnya bang foke menjadi lebih bersih dan diharapkan Jakarta juga lebih bersih. Berani cukur “kumis” bang foke?
Gresik, 8 Juni 2012
ilustrasi gambar: www.inilah.com