Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Konsep Probono Publicio

9 Desember 2013   14:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:08 191 0
Pembukaan Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) menyatakan bahwa advokat adalah suatu profesi terhormat (officium nobile). Kata “officium nobile” mengandung arti adanya kewajiban yang mulia atau yang terpandang dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Serupa dengan ungkapan yang kita kenal “noblesse oblige”, yaitu kewajiban perilaku yang terhormat (honorable), murah-hati (generous), dan bertanggung jawab (responsible) yang dimiliki oleh mereka yang ingin dimuliakan. Dengan diangkatnya seseorang menjadi advokat,[i] maka ia telah diberi suatu kewajiban mulia melaksanakan pekerjaan terhormat, dengan hak eksklusif untuk : (a) menyatakan dirinya pada publik bahwa ia seorang advokat, (b) dengan begitu berhak memberikan nasihat hukum dan mewakili kliennya, dan (c) menghadap di muka sidang pengadilan dalam proses perkara kliennya. Akan tetapi, hak dan kewenangan istimewa ini juga menimbulkan kewajiban advokat kepada masyarakat, yaitu: (a) menjaga agar mereka yang menjadi anggota profesi advokat selalu mempunyai kompetensi pengetahuan profesi untuk itu, dan mempunyai integritas melaksanakan profesi terhormat ini, serta (b) oleh karena itu bersedia menyingkirkan mereka yang terbukti tidak layak menjalankan profesi terhormat ini.[ii]  Salah satu kewajiban advokat adalah memberi bantuan jasa hukum kepada mereka secara cuma-cuma (probono).

Namun apakah yang dimaksud dengan probono publico ? dan layanan hukum yang bagaimana yang dapat dikatakan sebagai probono publico, dan perbedaannya dengan legal aid, serta bagaimana probono dilakukan dikalangan advokat ? Tulisan ini mencoba menelusurinya dan bukan merupakan hasil final dari sebuah tulisan.

Empat Elemen Dasar Probono

Kata Pro Bono Publico berasal dari Bahasa Latin, yang artinya “for the public good”, untuk kepentingan masyarakat umum. Pro Bono lazim digunakan untuk kegiatan yang bersifat sukarela yang dilakukan oleh beberapa orang tanpa dibayar sama sekali, sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat. Gerakan ini, bukan hanya sekedar bersukarela dengan kemampuan seadanya untuk membantu masyarakat, tapi juga terdapat orang-orang dengan keahlian-keahlian professional tertentu. Dengan keahlian tersebut, maka gerakan ini bisa berkembang sesuai dengan spesifikasinya tertentu, misalkan designer, arsitek, dokter, dan tentunya advokat.

Dalam dunia hukum, probono menjadi salah satu strategi untuk membela kepentingan umum, selain legal aid. Pengertiannya sendiri merujuk pada “a very range of legal work that performed voluntarily and free of charge to underrepresented and vulnerable segments of society”[iii] Dari definisi ini, konsep probono meliputi empat elemen, dengan penjelasannya sebagai berikut :

1. Meliputi seluruh kerja-kerja di wilayah hukum (Broad Range of Legal Work)

Kerja-kerja probono tidak terbatas pada mewakili kepentingan klien didalam sistem peradilan, tetapi meliputi seluruh    wilayah dimana hukum bekerja. Mulai dari penelitian, pendidikan hukum, proses legislasi sampai pada proses-proses pemberdayaan hukum. Dalam konteks ini, advokat dapat mengambil peran dari hulu ke hilir, sepanjang hukum bekerja.

Namun, sebagian masih menilai bahwa probono yang dilakukan Advokat adalah di ruang pengadilan. Ini tidak dapat dilepaskan dari pandangan bahwa Advokat dengan keahlian profesionalnya, haruslah bersifat netral dan mengambil jarak. Disisi lain, terdapat pandangan bahwa Advokat seharusnya merupakan bagian dari gerakan sosial. Pemisahan advokat dari gerakan sosial inilah yang kemudian menyempitkan pengertian probono.

Untuk Indonesia, luasnya lingkup probono, dapat dilihat dari rumusan Pasal 6 Peraturan Peradi No.1 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberi Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma (selanjutnya disebut Peraturan Peradi), yaitu :

(1) Pemberian bantuan hukum dimuka pengadilan adalah bantuan hukum litigasi yang meliputi seluruh rangkaian proses peradilan baik itu dalam perkara perdata, pidana, atau tata usaha negara, termasuk dalam proses pelaporan dan pemeriksaan di kepolisian dan penuntutan di kejaksaan dalam perkara pidana;

(2) Pemberian bantuan hukum di luar pengadilan meliputi antara lain pendidikan hukum,investigasi kasus, konsultasi hukum, pendokumentasian hukum,penyuluhan hukum, penelitian hukum (legal drafting), pembuatan pendapat/catatan hukum (legal opinion/legal anotasi), pengorganisasian, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, pemberdayaan masyarakat serta seluruh aktivitas yang bersifat memberi kontribusi bagi pembaharuan hukum nasional termasuk pelaksanaan piket bantuan hukum.

2. Sukarela (Voluntary)

Probono bersifat sukarela, dalam arti seorang advokat dapat memilih kasus-kasus yang akan dikerjakannya sesuai dengan hati nurani, keahlian dan alasan-lasan yang dibenarkan. Namun, walau bersifat sukarela, organisasi advokat dapat menentukan batas minimal pemberian kerja probono di setiap tahunnya. American Bar Association (ABA) menetapkan  minimal  50 jam kerja setiap tahunnya, sementara  New York Bar Association menentukan minimal 20 jam kerja setiap tahunnya. Dan nampaknya Peradi mengacu pada ABA yang menganjurkan 50 jam kerja setiap tahunnya.[iv]

3.  Cuma-Cuma (Free of Charge)

Untuk melaksanakan probono, Advokat melakukannya dengan cuma-cuma. Sering muncul pertanyaan, apakah cuma-cuma disini adalah hanya untuk honorarium saja ? seperti kita ketahui minimal terdapat 6 komponen dalam menggunakan jasa Advokat yaitu : (1) biaya jasa/honorarium advokat; (2) biaya transport; (3) biaya akomodasi; (4) biaya perkara; (5) biaya sidang dan (6) biaya kemenangan perkara (success fee) yang besarnya antara 5-20 persen[v]. Untuk probono, seluruh komponen tersebut, harus gratis. Pengacara baru dapat meminta pergantian biaya untuk salah satu komponen dalam konteks konsep “legal aid”. Untuk probono, semuanya gratis.

4. Untuk Masyarakat yang kurang terwakili dan rentan (Underrepresented and Vulnerable)

Kurang terwakili dapat diartikan mereka yang marginal. Sedangkan kelompok rentan, merujuk pada UU HAM adalah kelompok yang karena kondisi sosial budaya memiliki hambatan, seperti perempuan, anak, kelompok difable dan masyarakat adat. Sasaran ini bisa dilihat dari definisi pencari keadilan dalam Peraturan Peradi yaitu “orang perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu, termasuk kelompok lemah secara sosial politik, sehingga kesempatannya untuk mendapatkan bantuan hukum tidak sama dengan anggota masyarakat lainnya”. Dan secara khusus, Peraturan Peradi memberikan afirmative untuk memberikan bantuan hukum seluas-luasnya kepada perempuan, anak-anak,buruh migran, dan masyarakat adat dan korban pelanggaran HAM berat. Dari elemen ini, maka kita tidak dapat mengatakan bahwa seorang Advokat memberikan layanan probono pada seorang pesohor untuk kasus narkoba atau perkelahian.

Dari empat elemen dasar tersebut, apa bedanya dengan legal aid ? para fellow yang umumnya bekerja di NGO dengan rentang issue yang beragam, menyatakan bahwa empat elemen dasar tersebut adalah “legal aid”. Melalui proses diskusi yang cukup panjang, ternyata penerapan istilah tersebut tidaklah tepat. Legal aid merujuk pada pengertian “state subsidized”, pelayanan hukum yang dibiayai atau disubsidi oleh negara.

Untuk menentukan apakah itu probono atau legal aid, para narasumber memberikan setidaknya dua pertanyaan dasar sebagai alat test, yaitu :


  1. Apakah pelayanan hukum diberikan secara cuma-cuma ?
  2. Apakah kalian mendapatkan subsidi/gaji dari negara untuk menangi kasus ?
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun