Kasihan Menlu Marty Natalegawa, pernyataannya bahwa Duta Besar Arab Saudi minta maaf karena kasus Ruyati dibantah pihak Kedutaan Arab Saudi di Jakarta. Lewat pernyataan persnya, dikatakan bahwa Duta Besar tidak pernah meminta maaf dan hanya mengatakan akan meneruskannya ke pihak pemerintahnya di Riyadh.
Kalau benar apa yang dikatakan Duta Besar Arab Saudi, maka Menlu Marty telah berbohong ke publik. Tapi kalau yang bohong adalah sang Duta Besar, maka Menlu Marty sudah dikadali oleh si Duta Besar. Untuk itu Menlu Marty harus bisa membuktikannya, setidaknya lewat rekaman yang mungkin dilakukan saat pembicaraan (yang mungkin jarang dilakukan). Apalagi dalam pertemuan tersebut Menlu Marty tidak sendiri tapi didampingi juru bicaranya. Menlu Marty harus bisa menyebutkan kata-kata yang diucapkan sang Duta Besar dan bagaimana ia bisa sampai pada kesimpulan bahwa si Duta Besar mengatakan maaf.
Sebagai Menlu yang fasih berbahasa Inggris, Marty pasti tidak kesulitan mendengar apa yang dikatakan si Duta Besar. Bisa saja si Duta Besar mengatakan feel regret (menyesal) dan diartikan oleh Menlu Marty sebagai kata maaf (dan itu tidak salah). Tapi apa yang dinterpretasikan Menlu Marty ternyata belum tentu sejalan dengan maksud si Duta Besar. Bisa jadi si Duta Besar cuma ingin bilang menyesal, tapi bukan berarti meminta maaf. Ini mirip perkataan si Udin ketika gagal naik kelas dan oleh kepala sekolahnya disuruh minta maaf, “Pak Kepala Sekolah, ane emang menyesal gak naik kelas, tapi bukan berarti ane mesti minta maaf ke bapak, itu dua hal yang berbeda”.