Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Artikel Utama

Lewat Kompasiana Kurawat Senyum Kaum Dhuafa

4 Februari 2014   08:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:11 476 19

“Mulailah segala sesuatu itu dengan apa adanya dan jangan memulai sesuatu dengan mengada-ada “(@KitabHikam)

Ungkapan di atas, merupakan kalimat yang mengawali saya menjalani hari pertama di usia ke-39 tahun. Ungkapan singkat tapi begitu mengena bagi saya karena membuat saya merenung jauh, apa yang sudah saya lakukan dengan umur yang akan menginjak 40 tahun.

Pertama yang saya ingat adalah wajah-wajah yang tersenyum ceria dari anak-anak kampung kalangan dhuafa dan anak yatim yang dua tahun ini membersamai kehidupan saya.  Juga wajah beberapa karib saya dari kalangan kelas menengah bawah yang selalu riang dan justru menginspirasi saya. Mereka itulah yang membuat hidup saya yang apa adanya menjadi sangat bernilai. Ya, saya ternyata menikmati ungkapan yang dimuat dalam Kitab Hikam di atas, memulai sesuatu dengan apa adanya dan kini menikmati kebahagiaan.

Allah selalu memberi jalan bagi saya untuk memenuhi tekad saya berbagi buat sesama. Tekad kuat saya berbagi pada sesama awalnya terkendala dengan materi yang saya miliki. Dengan kondisi sebagai mahasiswa tugas belajar menanggung 6 orang di keluarga, tentu sangat sulit bagi saya untuk berbagi materi karena dana yang saya miliki selalu pas-pasan. Sementara saya melihat banyak orang khususnya kaum dhuafa yang butuh uluran tangan dari sesamanya.

Saya tidak menyerah. Saya masih punya ilmu, sebagai karunia yang Allah amanahkan pada saya. Diantara sedikit ilmu yang saya miliki, saya bisa menulis. Dan kemampuan menulis saya semakin terasah dan tersalurkan penuh manfaat di Kompasiana.

Tulisan-tulisan awal saya di Kompasiana adalah tentang kisah-kisah inspiratif. Lalu saya semakin menyukai menuliskan kesan-kesan tentang kisah sederhana yang menginspirasi. Tema inilah yang membuat saya punya semangat menulis. Semangat menulis dan tekad saya sepertinya tersangkut dan lengket di Kompasiana. Kompasiana pula yang seolah tahu bahwa tulisan saya ingin saya alirkan untuk membantu orang.

Membantu Keluarga Penambal Ban

Rasa percaya diri saya menulis semakin meningkat dengan banyaknya tulisan bertema inspirasi yang mendapat apresiasi, baik oleh admin kompasiana yang menaruhnya di HEADLINE dan Terekomendasi (kini Trending Article) maupun apresias oleh kompasianer. Tak dinyana, tulisan-tulisan yang mengisahkan kehidupan inspiratif dari penambal ban berbuah simpati dari pembaca. Ada kompasianer yang mengirimkan pesan di inbox dimana dia mau memberikan donasi untuk penambal ban itu. (baca tulisan Keluarga Penambal Ban yang Menambal Hatiku). Tulisan itu juga berbuah simpati dari teman-teman Facebook yang membaca share tulisan saya di FB. Alhamdulillah, saat ini ada donatur tetap bagi keluarga penambal ban yang tinggal di gubuk kerjanya itu untuk membantu buah hatinya tumbuh dengan layak. Meskipun donasi masih sedikit, kompasiana telah membantu merawat senyum keluarga penambal itu.

Program Anak Asuh yang Makin Tumbuh

Itu baru satu, yang lain semakin banyak. Melalui tulisan-tulisan “provokatif” dan merekam sisi hidup kaum dhuafa yang inspiratif, saya kemudian melebarkan tema-tema tulisan untuk membantu program  bantuan pendidikan bagi dhuafa dan yatim di kampung halaman saya, Situbondo. Program bantuan pendidikan berupa beasiswa bulanan bagi anak-anakk yatim dan dhuafa awalnya tercetus dari acara reuni kelas teman SMAN 1 Situbondo, 3 tahun silam. Usai reuni, kami sepakat berbagi buat sesama dengan mendonasikan uang sukarela lalu kemudian disalurkan untuk kebutuhan biaya pendidikan anak-anak asuh.

Saya membantu teman-teman yang mengelola program ini dengan cara “mengompori” calon donatur dengan tulisan-tulisan yang merekam beberapa keluarga anak asuh yang bisa menginspirasi orang. Meluncurlah salah satu tulisan yang menjadi Headline di Kompasiana yaitu Wanita Tukang Ojeg yang Bercita-cita Tinggi untuk Anakya. Lewat tulisan ini dan beberapa tulisan lain tentang program bantuan pendidikan di Kompasiana, donatur makin bertambah, bahkan dari kawan di luar kota dan luar sekolah.

Awalnya dari 14 orang yang didanai dengan donasi terbatas, kini program bantuan pendidikan atau anak asugh sudah memberi beasiswa bulan secara utin selama 3 tahun kepada 22 anak, dari tingkat PAUD sampai SMU. Kini gerakan itu berkembang menjadi yayasan dengan program yang menjangkau pemberdayaan masyarakat selain pendidikan sebagai intinya. Gerakan anak asuh ini, yang dinamakan Tunas Inspirasi Situbondo kini menjadi Yayasan Tunas Inspirasi yang dikelola oleh teman satu angkatan semasa SMA dulu. (Baca juga Energi Postif Mudik dan Reuni untuk Kampung Halaman dan Wanita Penjual Mie Pangsit yang Gigih Berjuang untuk Pendidikan Anaknya)

Tulisan-tulisan saya tentang program anak asuh ini, ternyata selain mendorong kesadaran para calon donatur dan pendukung program, juga bermanfaat memotivasi teman-teman yang dengan sukarela mengelola program ini di Situbondo. Eksistensi Tunas Inspirasi Situbondo makin kuat dan kini bahkan berkembang dengan sangat baik.

Merawat alam dan senyum bersama Komunitas Pohon Inspirasi (KPI)

Komunitas ini awalnya hanya berkiprah pada gerakan moral mencintai pohon dengan kekuatan utama adalah share tulisan-tulisan inspirasi tentang pohon. Gerakan ini kemudian berkembang menjadi gerakan menanam dan merawat pohon. Sudah 3000 lebih pohon yang ditanam di berbagai tempat yaitu di Bogor, Bandung, Malang dan Medan. Gerakan ini bergerak mengalir begitu saja. Kesadaran yang tumbuh yang ditanamkan melalui tulisan-tulisan yang banyak di-posting di Kompasiana melahirkan donasi-donasi yang merawat gerakan ini terus tumbuh.

Melalui tulisan yang saya posting di Kompasiana tentang aktivitas KPI, saya ingin mengabarkan bahwa donasi mereka tidak sia-sia. Banyak pohon yang sudah tumbuh dan bermanfaat bagi lingkungan. Saya juga selalu melaporkan kegiatan dalam bentuk naratif disertasi foto-foto kegiatan setiap usai kegiatan KPI yang didanai oleh donatur dari dunia maya ini.

Ini dia  beberapa tulisan kiprah KPI yang didanai oleh donatur dari dunia maya :

Tetesan Kegembiraan di Hari Ibu

Wisata Edukasi : Dari Belajar Pohon 'Kompasiana' sampai Bertemu Ibu Negara

Menyemai Senyum di Awal Tahun Bersama Anak Yatim dan Dhuafa

Memasuki tahun ke-3, KPI mulai meperluas kegiatan dengan bentuk program pendidikan lingkungan bagi anak-anak. Awalnya sekitar 25 anak bergabung dalam acara pekanan dengan nama program Limus Kid Farming (LKF). Program ini sudah berjalan selama setahun serta mampu menyerap puluhan relawan atau fasilitator dan puluhan anak-anak dhuafa dan yatim mengikuti program yang  juga didanai dari donatur yang “terprovokasi” dari tulisan saya di Kompasiana. Bahkan salah satu anak peserta program LKF, Deryl Akbar dari keluarga tidak mampu yang kedua orang tuanya tunanetra kini mendapat donatur tetap untuk biaya sekolahnya dari seorang dermawan. Sang Dermawan ini bahkan membantu saat rumah keluarga Dedryl yang roboh diterjang angin kencang dan hujan lebat di Situgede Bogor. (Baca Menyerap Inspirasi dari Deryl, Keluarga Pasangan Tunanetra yang Cerdas)

Kini, KPI membina lebih dari 50 anak-anak dari kalangan dhuafa dan anak yatim dimana dananya dari donatur yang saya rawat dengan tulisan-tulisan yang diposting di Kompasiana. Anak-anak dhuafa dan yatim ini mendapat pembinaan agama, life sklill dan pendidikan peduli lingkungan dari program Limus Kid Farming.

Terbukti, Kompasiana mampu menjadi jembatan antara kemampuan saya yang apa adanya dengan tekad saya yang besar untuk merawat alam dan senyum kaun dhuafa.

Anak-anak dhuafa dan yatim kemudian semakin tersenyum cerah setelah beberapa media nasional meliput kegiatan kami. DAAI TV dengan program DAAI Inspirasi dan MetroTV melalui program 3 60 nya meliput kiprah kami di KPI dalam merawat alam dan membina anak yatim dan dhuafa. Awak media ini mendapati kami dari tulisan-tulisan saya di Kompasiana, salah satunya.

Alhamdulillah, terima kasih Kompasiana.  Terima kasih juga pembaca kompasiana yang tergerak menjadi donatur untuk merawat senyum mereka, saudara kita yang dhuafa.

Kompasiana menjadi jembatan dari memulai sesuatu apa adanya, hingga mewujudkan sesuatu yang awalnya mengada-ada menjadi benar-benar ada. Sesuatu itu adalah Senyuam Kaum Dhufa. Senyum yang akan memberkahi pada siapa yang ikhlas merawatnya.

Semoga tulisan ini bisa memberi sedikit bobot dari rasa syukur saya atas bertambahnya umur saya hari ini.

Salam Kompasiana!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun