Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Azan yang Memekakkan Telinga?

14 November 2012   23:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:21 1357 0
Senja di tiga hari yang lalu, saya bertandang ke rumah sahabat saya di Jakarta Selatan. Dia seorang sound Engineer. Sebuah profesi yang mengadopsi teknologi dalam mengolah segala bentuk bunyi agar layak dengar ditelinga manusia, baik secara etika maupun secara estetika. Dia seorang profesional. Bisa dilihat, dengan skill itu, dia bisa menafkahi keluarganya secara mandiri dengan rezeki halal dan berkecukupan.

Agenda kedatangan saya ke rumahnya waktu itu, disamping silaturahmi, ada job kecil seputar sound yang ingin saya tawarkan pada sahabat karib saya ini.

Beberapa menit kami berdiskusi soal perkembangan ilmu pengetahuan seputar sound, suara Azan Magrib berkumandang dari Mushala di gang sebelah yang letaknya hanya beberapa puluh meter. Spontan diskusi kami hentikan menyambut magrib.

Mungkin karena terpengaruh dengan tema obrolan kami soal sience di bidang sound, menyimak azan dari mushola sebelah, rasanya saya sedang mendengarkan sebuah Ironi. Jujur saya terganggu dengan kualitas sound mushola-nya. Saya yakin benar dibanyak tempat hal seperti ini juga sering dirasakan oleh banyak orang. Tapi karena ini "suara azan", tidak terlalu banyak yang berani membedah, atau paling tidak bertanya-tanya apa sebenarnya yang salah dari bunyi azan ini. Padahal, satu orang pakar sound tinggal tak jauh dari situ. Tidakkah mereka merasa aneh, mengapa saat Head Phone kita stell tepat di pangkal telinga kita koq masih bisa terasa nyaman? Sedangkan Azan ini berbeda.

Dalam analisa saya paling tidak ini lah beberapa penyebabnya :

Pertama, Azan yang waktu itu terdengar keras namun pecah sampai di telinga (over). Saya yakin settingan Volume/GainLevel-nya yang over, hingga bunyi yang dihasilkan : terdengar seperti memakai effect distorsi yang biasa digunakan anak-anak band untuk Gitar, namun dalam kasus ini tentu saja effect itu lahir tanpa disengaja dan tidak pada porsinya.

Sama halnya dengan memaksakan sebuah sound ruangan, yang sengaja digeber Volume-nya agar bisa sekeras kapasitas sound diluar ruangan. Hasilnya? Pecah dan Over. Kemudian saat itu suara dari pengeras suara mushala itu juga terdengar "RUNCING" di telinga dan memberi kesan (maaf) memekak. Dalam hati Saya yakin benar, settingan High di ampli sound mushala ini juga pasti over.

Kedua, dalam batas normal biasanya disetiap alat penghubung dari microphone ke pengeras suara (mixer atau ampli) selalu ada lampu indikator. Dalam batas normal, lampu akan menunjukkan warna hijau. Sehingga hasil suara yang dikeluarkan, meskipun disalurkan ke pengeras suara, tatap akan terdengar pas. Ketika lampu indikator berwarna merah, artinya suara yang dihasilkan telah melebihi dari batas normal. Penyebab over ini bisa saja dari settingan volume/gain/level dan tune Low-Mid-High yang over, atau jarak yang tidak normal (terlalu dekat) dari sumber suara ke microphone. Misalnya si Mu'azin (Pembaca AZAN) memposisikan mulutnya terlalu dekat apa lagi menempelkan bibirnya pada Microphone. Padahal dalam batas normal microphone sudah bisa maksimal menangkap suara orang dalam jarak 1 jengkal dari sumber suara (20-25cm).

Ketiga, sebagai orang yang mengerti nada, kadang-kadang saya merasa aneh. Mengapa orang yang memiliki artikulasi tidak jelas, buta nada, fals,bisa diberi akses untuk menjadi Mu'azin. Padahal dizaman nabi Bilal yang dipilih jelas memiliki suara yang merdu. Jika sekarang kondisi buruk ini dibiarkan, azan yang tadinya memiliki nilai ibadah, akan bergeser menjadi ajang menganiaya telinga manusia sama seperti memukulkan Kaleng Kosong di pangkal telinga selama 5 menit, dan itu terjadi 5 kali sehari. Jika diperkampungan, suara over yang keluar akibat memasang pengeras suara tanpa pengetahuan yang cukup, mungkin masih bisa.  Jarak pengeras suara dan alam yang luas bisa merekduksi suara menjadi 'jinak'. Tapi untuk perkotaan, rumah-rumah padat, Mushola bahkan Masjid biasanya berada dekat di sekitar kita, jika kualitas suara dan sound buruk, itu akan strike langsung ke telinga kita.

Tulisan ini tidak ingin terjebak jadi omelan yang tidak berdasar. Dalam Islam, semua harusnya mengetahui ada beberapa klasifikasi orang yang bisa dipilih sebagai Mu'azin. Bilal adalah symbol utamanya. Paling tidak, ada pendekatan-pendakatan yang bisa ditempuh menjadi solusi menangani ketiga persoalan itu.

Di dalam negeri fiksi, Seorang pengurus mushola sempat mendengar suara anak muda yang bernyanyi dengan gitar di simpang komplek. Si pengurus mesjid tau benar lagu "Jangan Menyerah karya D'massiev" bisa dinyanyikan dengan baik oleh si anak muda. Esok harinya, dia mampir sebentar kerumah Coyy, si anak penyanyi simpang yang kebetulan sedang nongkrong di teras bersama teman-teman satu group bandnya. Sambil berdiri di teras saja si bapak bicara pada si Coyy.

"Coyy…bagus rupanya suara kamu ya…?! Bapak denger kemaren kamu nyanyi D'massiev di simpang komplek."

Coyy yang merasa tersanjung, tersipu-sipu dan setengah malu pada temannya karena dipuji pengurus mesjid. "Bapak bisa aja…"

"Begini Coyy, bapak mau mintak tolong. Besok Magrib, Coyy bantu bapak azan di mushola yaa…Bapak mau ke  dokter sore besok, takut gak keburu magrib di sini."  kata pengurus mesjid itu sedikit memelas.

"Lahh…garin (penjaga) mushola kan ada pak…?" jawab Coyy berusaha ngeles.

"Dia kan cuma OB, suaranya fals, bikin sakit telinga kalo azan. Baiknya kan seperti zaman nabi, Bilal yang suaranya bagus yang azan" mohon sang pengurus mushola lagi.

"Sudah lah Coyy, sekali-sekali tolong lahh..gak usah ribet begitu. Cuma azan satu kali aja koq…" celetuk Ibu si Coyy yang ternyata dari tadi ikut menyimak permintaan si pengurus mushala.

"Si Brois juga bagus suaranya pak…" Kata Coyy lagi hampir menyerah tapi masih berusaha mengelak.

"Nahh…Brois bantu Bapak untuk Azan Isa yaa…mintak tolong banget bapak ni yaa Nakk…" Kata si Bapak tak kalah pintar namun tetap dengan nada memelas.

Setelah si Pengurus Mushola pergi, Coyy dan Brois jadi bahan ejekan teman 1 bandnya. Tapi karena telah diberi amanat, Coyy dan Brois mulai latihan azan menerapkan culture anak band yang selalu prepare sebelum manggung.

Keesokan Harinya, 30 menit sebelum magrib Coyy dan Brois sudah ada di Mushola melakuan check sound. Mereka mulai mengotak-atik menyetel semua setting-an sound mushola ke posisi yang semestinya. Karena mereka anak band punya sedikit pengetahuan tantang sound, hasilnya Coyy berhasil mempersembahkan sebuah Azan yang matang secara Tune, dan pas pula setting sound-nya. Brois pun tak kalah mantab. Suara mereka menggetarkan, menyejukkan. Jelas dan tidak membuat orang yang mendengarkan merasa berisik. Karena memang segalanya telah di setting by science oleo Coyy dan Brois.

Sejak malam itu, nama Coyy dan Brois naik daun. Cewek-cewek komplek teman satu SMA-nya yang tau Coyy & Brois anak band yang gaul akan azan di musola, diam-diam dari rumah mereka menyimak suara Coyy dan Brois saat Azan. Seperti mendengar suara Idola yang sedang bernyanyi di radio.

Dari kejadian itu, pengurus musola terinspirasi membuat program, yang suaranya bagus wajib azan 1 kali seminggu di Mushola. Dan bagi yang suaranya jelek / fals, back off.

Karena program itu berjalan lancar, dan tanpa sadar anak-anak muda jadi sering bolak-balik mushola, mushola pun menjadi ramai. Hasrat anak-anak muda yang selalu ingin eksis tersalurkan di Mushola dan masalah Azan yang memekak dalam tulisan ini pun beres ditertibkan.

Kesimpulannya, Sound adalah Teknologi dan Kemajuan. Sebagai tempat yang akrab dengan Sound meski dalam sekala kecil, setiap mushola dan masjid harusnya menerapkan semua Pengetahuan tentang ini dengan tepat. Jika tidak, kita perlu hati-hati. Bukan saja pada kasus AZAN, jangan-jangan selama ini Umat Islam banyak yang menggunakan Teknologi untuk menjalankan syariat, tapi dengan cara-cara yang tidak ber-ilmu, bodoh atau JAHILIAH.

Selamat Tahun Baru Hijriah :)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun