Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Pilihan

Ulasan Film "2001: A Space Odyssey": Menyelami Ruang Angkasa Bikinan Stanley Kubrick

7 September 2014   17:09 Diperbarui: 16 Maret 2016   21:47 1885 0

HAL: “Dave, my mind is going. I can feel it.”

Baru-baru ini, saya kembali menyaksikan sebuah film yang merupakan salah satu “masterpiece” dari sutradara favorit saya, Stanley Kubrick. Judulnya “2001: A Space Odyssey” yang disebut-sebut sebagai pionir dari film-film bertema fiksi-ilmiah yang berlatar belakang ruang angkasa macam “Star Wars”, “Star Trek”, “Close Encounters and the Third Kind”, bahkan “Battlestar Galactica”. Film ini bahkan memperkenalkan pada teknik-teknik sinematografi yang unik, yang memang merupakan salah satu ciri khas Stanley Kubrick.

Film yang rilis tahun 1968 ini sebenarnya seperti tidak punya plot sama sekali, sebab sepanjang 2 jam 23 menit kita disuguhi dengan empat cerita yang berbeda satu sama lain dengan sebuah batu monolith berbentuk persegi panjang sebagai penghubungnya, membuat film ini bagai sebuah film omnibus namun dengan satu sutradara. 3 menit pertama kita disuguhi dengan layar yang hitam total dengan latar belakang musik megah “Also sprach Zarathustra” dan kemudian kita disuguhi segmen “The Dawn of Men” tentang kehidupan sekelompok manusia purba (atau kera?) di daerah Afrika sekitar jutaan tahun yang lalu yang mencoba hidup ditengah lingkungan yang keras penuh binatang buas dan kelompok kera lain yang sering merampas makanan dan tempat tinggal mereka. Hidup mereka berubah (baca: berevolusi) setelah di suatu pagi mereka menyentuh beramai-ramai sebuah monolith misterius yang muncul begitu saja. Segmen ini tanpa dialog dan cuma terdengar teriakan para kera.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun