Ini semua tentang sepotong perkenalan di warung bakso Om Garong, di suatu sore yang cerah. Ya ya ya, benar sekali. Ini tentang seseorang bernama Ajen.
Perkenalan yang hanya satu menit itu, kenapa begitu membekas? Apakah jam dinding di warung Om Garong menggunakan ukuran satu menit cahaya?
Dan inilah hasilnya, semalam mataku sulit terpejam, sekali terpejam aku memimpikan tema yang sama. Ajen. Saat terbangun di pagi hari, yang pertama kali aku raih bukannya peralatan mandi, eh malah nyamber gitar. Siang harinya, saat mataku tiba tiba terpejam tanpa dikomando, aku kembali menemukan Ajen. Dia terlihat cantik dengan baju flanel abu abu. Hmm.. tomboy yang biutipul. Lebih terlihat cantik lagi, di dunia mimpi dia bersayap pelangi. Bidadarikah Ajen?
Sore harinya..
Sangat berharap nuansa sore hari ini semerdu sore kemarin. Itulah kenapa akhirnya langkah langkah kecil ini kuarahkan menuju warung bakso Om Garong. Sesampainya di sana Om Garong menyambutku ramah. Seperti biasa, dia menyodori aku gitar bolong.
"Mumpung sepi pembeli, nyanyi dong.."
Dan kami pun bernyanyi. Di sela sela lagu, ingin sekali aku bertanya tentang seseorang. Siapa lagi kalau bukan Ajen. Belum sempat aku berkata kata, Om Garong keburu menyergapku dengan sederet kalimat. Sederet yang menghentak dan dahsyat.
"Ohya, tadi anakmu yang nomor tujuh sms aku. Kangen. Katanya sih pengen nyusul ke Rangkat. Aku bilang aja kamu masih sibuk bikin lagu"
Aku terdiam. Tangan kanan yang tadinya kugunakan untuk memetik senar gitar, melayang dan bertumpu begitu saja pada ruang kosong.
"Emangnya lagumu udah jadi?"
Om Garong kembali bersuara. Aku masih saja diam. Haruskah kukatakan pada Om Garong bahwa... Lamunanku tersentak oleh suara sendok yang bertabrakan dengan mangkuk. Rupanya Om Garong sengaja mengangetkan aku.
Ah.. andai saja Om Garong tahu, pesona Ajen telah dengan manis menginspirasi hatiku. Andai saja Ajen saat ini Ajen ada di warung, akan kuserahkan sekeping CD yang berisi sebuah lagu. Ya, aku telah menulis nama Ajen di atas semen yang basah. Andai saja..
Ting ting ting ting tiiiing...
Ah, lagi lagi Om Garong menyadarkan aku dengan caranya yang unik. Tiba tiba aku merindukan anakku yang nomor tujuh.