Kemudian?
Hiasan senyum ada di mana-mana. Rasa sykur dari kedua orang tua dari kedua keluarga berlomba dengan terangnya lampu dan pijar cahaya bintang di atas langit.
Kemudian?
Namun beberapa waktu kemudian, kemungkinan dalam hitungan minggu, hitungan bulan, atau hitungan tahun, petaka PERCERAIAN menjadi tragedi layakanya badai tsunami. Menghantam dan menenggelamkan bahtera rumah tangga. Seyum dan tawa ikut hanyut bersama air mata kepedihan dan kekecewaan yang dalam. Langit gelap menutup pandangan, pikiran, dan emosi jiwa.
Seolah diri ingin berlari mengakhiri apa yang terjadi. Namun prahara kepedihan menusuk hati dan perasaan. Selalu datang menghampiri. Semua orang tak ingin peristiwa ini terjadi. Rasa penyesalan hadirkan segala caci-maki menjadi tumpukan sampah busuk yang dinikmati oleh lidah pengucapan, bermata dendam dan kebencian.
Setumpuk doa dan harapan serta beribu ucapan selamat di awal pernikahan seolah tertiup angin lalu.
Tak berbekas. Dan tak memaknai mahligai suci kasih sayang di balik tirai kelambu pernikahan. Mungkin perjodohan kedua belah pihak atau tatap awal pandangan mata, wujud dan cinta mempelai berdua, seolah tak bertaji untuk memenangkan prahara perceraian ini.
Diri bertanya kepada para kyia dan para ahli. Jawabannya singkat: JODOH TELAH BERAKHIR. Pertanyaannya adalah mengapa pada awal pernikahan dikatakan bahwa mereka telah berjodoh?