Hal tersebut tidak berbanding lurus dengan kondisi pendidikan di Indonesia, padahal prosentase yang mendekati 20% dari RAPBN untuk pendidikan, sangat jauh jika dibnadingkan dengan alokasi anggran untuk olahraga dan pembinaan atlet yang hanya beberapa persen saja. Bahkan sudah dari dulu Indonesia mengadopsi system pendidikan dari asing tetapi hasilnya masih jauh dari apa yang diharapkan.
Sejenak kita tinjau lagi masalah timnas, ternyata dalam manajemen timnas sekarang jauh lebih berbenah dengan adanya desentralisasi dalam pelatih yang menangani teknis dan nonteknis rupanya efektif. Pelatih teknis berpikir mengotak-atik fisik dan skil serta strtegi. Sedangkan non teknis bertugas sebagai pelatih psikis atau bisa dikatakan konselornya sebuah timnas. Karena para pemain juga seorang manusia yang tak terlepas dari masalah, baik dari dalam diri mereka sendiri maupun dari lingkungan hidup para pemain, untuk itu peran pelatih non teknis ini sangat dibutuhkan untuk menjaga kestabilan jasmani dan rohani para pemain. Sebenarnya dalam dunia pendidikan sudah tidak asing lagi ketika kita mendengar kata konselor. Pertanyaannya, sudah efektifkan tugas konselor dalam dunia pendidikan?
Peran konselor di jenjang SD masih dirangkap oleh guru kelas, padahal kita tahu guru kelas juga harus menyelesaikan administrasi yang seabrek dan kontinyu, padahal usia SD merupakan usia dimana anak sangat membutuhkan bimbingan akademis, moral, dan psikis yang selanjutnya akan menjadi bekal ketika mereka masuk ke jenjang yang lebih tinggi. Di jenjang SMP dan SLTA nyatanya untuk konselor juga tidak efektif, tebukti dengan menjamurnya tawuran para pelajar. Nah, jika kita menginginkan keberhasilan dari pendidikan jangan langsung ke segi kuantitas, justru kualitas yang harus menjadi prioritas. Pembagian dan fungsionalisasi wewenang sangat dibutuhkan, sehingga masing-masing peran bisa dijalankan dengan maksimal dan tetap focus pada tanggung jawabnya. Suatu saat anak Indonesia akan tersenyum lebar dengan keberhasilan pendidikan di Indonesia dan bangga dengan garuda yang melekat di dadanya. Perbaiki sistemnya, matangkan prosedur dan palningnya, jalankan prosesnya, nikmati hasilnya. Jika di timnas bisa meraih hasil positif mengapa pendidikan tidak? Jadi, kita wajib optimis terhadap pendidikan.. Kita Bisa!!!!