Transformasi Budaya Kerja
Pengembangan sebuah sistem informasi yang mengotomatisasi sebuah proses membutuhkan sebuah transformasi budaya bagi yang menjalankannya. Keterlibatan tiap - tiap unit  dalam proses pengembangan  sistem informasi adalah  salah satu upaya untuk melakukan sebuah transformasi budaya secara bertahap. Hal ini merupakan perwujudan optimalisasi pemanfaatan kemajuan di bidang  teknologi informasi.
Proses pengolahan data maupun  transaksi  yang sebelumnya dilakukan secara manual  semakin berkembang menjadi  otomatisasi dan tersentralisasi. Pada budaya lama sebelum dilakukan pengembangan sistem informasi,   dapat  terjadi  situasi di mana kesalahan data pada sebuah proses tidak mempengaruhi proses yang lain. Keadaan tersebut  merupakan salah satu akibat dari  tidak adanya  integrasi tiap - tiap proses  menjadi sebuah sistem informasi.
Di sini terlihat salah satu  perbedaan setelah dilakukan pengembangan sistem informasi berbasis teknologi informasi.  Sebagai contoh  bila terjadi  kesalahan pemasukan data pada sebuah proses bukan saja mempengaruhi  proses tersebut  tapi juga proses-proses yang lain karena seluruh proses telah terintegrasi dalam sebuah sistem informasi.
Proses otomatisasi membutuhkan minimalisasi atau tidak adanya sama sekalihuman error dalam pemasukan data. Minimalisasi human error juga dapat terbantu oleh perancangan aplikasi Sistem Informasi yang user friendly dan mekanisme verifikasi yang bertingkat sebelum data terintegrasi dalam sistem informasi.
Siklus Pengembangan Sistem Informasi
Dalam pengembangan sebuah sistem informasi terdapat sebuah metodologi standard yang telah di gunakan puluhan tahun dan tetap menjadi standard bagi unit IT, Konsultan dan pengembang Aplikasi Sistem Informasi. Karena merupakan sebuah siklus maka metodologi tersebut dinamakan "System Development Life Cycle Model".
Walaupun teknologi perangkat lunak untuk mengembangkan aplikasi sebuah sistem informasi telah berkembang sangat pesat tetapi metodologi pengembangan sistem masih mengikuti standard yang telah teruji dan digunakan puluhan tahun.
Metodologi pengembangan System Development Life Cycle Model (SDLC Model)didasarkan pada beberapa aktifitas berikut :
1. System/Information Engineering and Modeling
Pengembangan sistem informasi dimulai dengan mengadakan penelitian terhadap elemen-elemen kebutuhan sistem  dan mendefinisikan kebutuhan-kebutuhan tersebut dan menjabarkannya kedalam panduan bagi pengembangan sistem ditahap berikutnya. Aspek-aspek yang berkaitan berupa elemen-elemen yang berkaitan dengan sistem baik itu sumber daya manusia, peraturan perundang-undangan, perangkat keras (hardware), prosedur kerja organisasi maupun beragam aspek lainnya, baik yang terkait secara langsung maupun tidak dengan sistem komputerisasi yang akan dibangun.
Fase ini merupakan fase yang sangat penting (essential) untuk mendapatkan gambaran utuh sebuah sistem guna pengembangan sistem bersangkutan ke dalam bentuk penerapan sistem yang berbasis komputerisasi.
Dalam tahap ini, idealnya divisi IT atau konsultan dan pengembangkan aplikasi Sistem Informasi, selain mendapat dukungan dari pihak top manajemen juga harus mendapat dukungan dari unit-unit dimana sistem informasi yang akan dikembangkan itu akan diterapkan.
Untuk mendapatkan masukan dari unit-unit terkait idelanya sejak awal unit-unit tersebut telah dilibatkan dalam perancangan sebuah sistem informasi melalui perancangan proses ( standart operasional prosedur ) di unitnya masing-masing
Secara fungsional  seorang System Analyst dari unit IT dapat membantu melakukan dokumentasi proses dan standar operasional prosedur  dari masing-masing unit.  Meskipun demikian idealnya setiap unit harus membuat sendiri dokumentasi proses, standar operasional prosedur  yang telah dijalankannya setiap hari.
System Analyst dari unit atau atau konsultan dapat dijadikan rujukan untuk membuat standarisasi format penulisan dokumentasi proses, standar operasional prosedur tersebut. Juga dibutuhkan pejabat terkait yang membawahi sekaligus beberapa unit yang terintegrasi oleh sebuah proses. System Analyst dan pejabat tersebut diharapkan dapat memandang secara holistik dari proses parsial tiap unit menjadi sebuah proses yang terintegrasi antar unit.
Standarisasi format yang disepakati bersama sangat penting agar setiap unit dapat memahami proses yang terjadi di unit lain lewat dokumentasi standar tersebut. Pada  sebuah proses interaksi antar unit yang berkaitan dengan  layanan kesehatan dapat  terjadi hubungan  lintas unit. Pada situasi demikian  fungsi System Analyst dari unit IT atau konsultan sebagai mediator antar unit  menjadi penting.
Sebuah proses  lintas unit dapat terselenggara karena  adanya penyatuan beberapa proses dari tiap unit. Hal tersebut sangat penting  untuk efektifitas proses itu sendiri, baik  dari sisi kontrol maupun  pelaksanaan. Dalam proses pengembangan sistem informasi penyatuan proses ini sangat mungkin terjadi. Dengan demikian keterlibatan setiap unit sejak awal sangat membantu proses adaptasi pada saat  terjadi transformasi proses  yang mengakibatkan perubahan pelaksanaan pekerjaan dari tiap unit.
Dalam penyusunan proses, standar prosedur operasional  kadang banyak terjebak dengan konsep ideal tapi tanpa melihat bagaimana pelaksanaan di lapangannya. Sehingga hanya bagus di atas kertas tapi tidak sepenuhnya mampu dijalankan.
Situasi  ini akan menjadi kendala ketika terjadi audit dalam proses akreditasi atau sertifikasi. Karena terjadi ketidaksesuaian  antara dokumentasi prosedur kerja atau protap dengan prakteknya.
Sebuah proses, prosedur atau protap yang ideal adalah  yang mampu mengakomodasi persyaratan standard untuk proses tersebut , mendukung visi, misi dan strategi  insitusi layanan kesehatan dan  mampu dijalankan dengan baik oleh SDM yang tersedia.
2. Software Requirements Analysis
Tahapan ini juga dikenal sebagai proses feasibility study. Dalam tahapan ini, tim pengembang sistem melakukan investigasi kebutuhan-kebutuhan sistem guna menentukan solusi piranti lunak (software) yang akan digunakan sebagai tulang punggung proses automatisasi /komputerisasi bagi sistem. Hasil investigasi berupa rekomendasi kepada pengembang sistem dalam hal spesifikasi teknis proses pengembangan sistem untuk tahap berikutnya yang berisikan hal-hal berkaitan dengan kebutuhan personal (personnel assignments), biaya (costs), jadwal pelaksanaan (project schedule), and batasan waktu penyelesaian pekerjaan (target dates). Disamping itu juga direkomendasikan beragam aspek teknis pengembangan software baik berupa fungsi-fungsi yang dibutuhkan (required function), karakteristik sistem (behavior), performansi sistem (performance) and antar muka aplikasi (interfacing).
3. Systems Analysis and Design
Pada tahapan ini, tim pengembangan sistem mendefinisikan proses-proses dan kebutuhan-kebutuhan sistem yang berkaitan dengan pengembangan aplikasi (software development process). Dalam fase ini ditentukan pemilihan teknologi yang akan diterapkan baik berupa client/server technology, rancangan database, maupun beragam aspek lainnya yang berkaitan dengan kegiatan analisis dan perancangan ini.
Di dalam tahap ini juga  dibutuhkan  perencanaan  DRC (Disaster Recovery Center)untuk mengamankan sistem agar dapat berjalan dalam situasi bencana dalam berbagai skala kemungkinan. Situasi bencana ini tidak pernah terduga terjadinya. Tentang bagaimana sebuah DRC yang ideal dan seberapa cepat sebuah recovery  sistem tergantung pada skala sistem, risk manajemen dan budget yang tersedia dari insitusi layanan kesehatan tersebut. Keputusan pemilihan adanya DRC atau skala DRC biasanya dilakukan top manajemen bersama dengan Komite IT di dukung oleh analisa dari unit risk management.
Di dalam sebuah unit IT berskala besar kadang terdapat 2 manajer IT atau lebih untuk mengelola tahap ini. Tanggung jawab pengembangan aplikasi dibebankan kepada Manajer Sistem Aplikasi dan tanggung jawab Infrastruktur IT di bebankan kepada Manajer IT Infrastructure. Di dalam pengembangan sebuah aplikasi yang bukan hanya berjalan di sebuah lokasi tapi dijalankan dari berbagai lokasi yang berjauhan antar cabang di berbagai kota maka pengaturan lalu lintas data (bandwith menjadi sangat penting). Bagaimana sebuah aplikasi yang dikembangkan mampu menghemat bandwith tentu menjadi masukan dari manajer IT Infrastructure kepada Manajer Sistem Aplikasi.
4. Code Generation atau Pemrograman Aplikasi.
Pada tahapan ini hasil dari fase-fase sebelumnya dituangkan kedalam penulisan kode-kode dengan menggunakan bahasa pemrograman komputer yang telah ditentukan dalam tahap sebelumnya. Untuk melakukan pemrograman ini dibutuhkan perangkat-perangkat pemrograman seperti Code Editor, Compiler, Interpreter dan aneka perangkat lunak berkaitan lainnya sesuai dengan kebutuhan pemrograman bersangkutan.
Sebuah Audit Trail untuk merekam segala macam informasi tentang data, perubahan data, yang melakukan perubahan data, waktu, dan lain sebagainya  seharusnya  telah tersedia dalam aplikasi sistem informasi karena telah menjadi standard. Database yang berisi audit trail dalam proses pengembangan dapat digunakan untuk melacak kesalahan logika proses sedangkan dalam tahap implementasi dapat digunakan sebagai salah satu masukan audit sebuah sistem informasi.
Menjadi sebuah  keprihatinan  bagi profesi IT, ketika menemukan sebuah proyek sistem informasi berskala besar  melupakan aspek ini.  Pada kondisi demikian sang pengembang aplikasi Sistem Informasi tersebut  bukan tidak memahami tapi mungkin ada pertimbangan lain sehingga  pembuatan otomatisasi database audit trail kurang  mendapat perhatian.
5. Testing
Setelah proses penulisan kode pemrograman langkah berikutnya berupa proses pengujian terhadap hasil pemrograman tersebut . Pengujian mencakup beragam aspek yang berkaitan dengan System & Performance dari fase Code Generation. Pengujian-pengujian tersebut berupa Pengujian Database, Pengujian Validitas Data, Pengujian Logic Aplikasi, Pengujian Antar Muka Aplikasi (General User Interface/GUI), Pengujian User Administration. Hasil pengujian ini merupakan Umpan balik perbaikan System & Performance yang akan digunakan dalam proses perbaikan sistem hingga mencapai hasil yang diharapkan dan telah ditentukan sebelumnya.
Fase ini adalah sebuah fase krusial, karena lemahnya perencanaan maka tidak semua aspek dapat teruji. Ujicoba dalam fase ini dilakukan baik oleh pengembang aplikasi maupun oleh user atau dikenal dengan istilah User Acceptance Test (UAT).
6. Maintenance
Fase ini merupakan fase perawatan terhadap sistem yang telah dikembangkan dan diimplementasikan. Cakupan fase ini berupa proses perawatan terhadap sistem yang berkaitan dengan perawatan berkala dari sistem maupun proses terhadap perbaikan sistem manakala sistem menghadapi kendala dalam operasionalnya akibat masalah teknis dan non teknis yang tidak terindikasi dalam proses pengembangan sistem. Proses Maintenance ini juga meliputi upaya-upaya pengembangan terhadap sistem yang telah dikembangkan sebelumnya dalam menghadapi mengantisipasi perkembangan maupun perubahan sistem bersangkutan.
Mohon tanggapan teman-teman yang memiliki pengalaman dalam pengembangan dan implementasi teknologi informasi terutama pada layanan kesehatan seperti rumah sakit.
(Disarikan dari berbagai sumber dan pengalaman)