Banyak orang yang menilai presiden SBY gugup dan panik menghadapi beberapa fakta yang disampaikan oleh orang-orang yang dihadirkan dalam sidang Pansus Bank Century (BC). Faktor utama kenapa orang menilai presiden SBY panik karena diundangnya para pimpinan lembaga tinggi negara di Istana Bogor dan pendapat presiden yang disampaikan usai pertemuan tersebut. Presiden berpendapat bahwa tidak ada mosi tidak percaya oleh DPR dalam sistem presidensil. Pengamat menilai pertemuan tersebut dilakukan dalam rangka meredam isu-isu yang santer bahwa presiden akan dimakzulkan.
‘Kepanikan’ juga mungkin mendera saat ini sampai besok saat diadakannya demonstrasi besar-besaran yang digerakkan oleh Gerakan Indonesia Bersatu (GIB) dan didukung 64 organisasi, diantaranya PBNU, PP Muhammadiyah, KAMMI, HMI, PMII. Orang-orang di belakang GIB diantaranya Effendi Ghazali, Adhie M Massardi, Ray Rangkuti, Ali Mochtar Ngabalin dan Yudi Latief. Semoga perasaan saya keliru.
Tekanan yang bertubi-tubi dalam 100 hari kepemimpinan SBY di periode kedua ini, entah sengaja diskenariokan atau tidak oleh para ‘musuh’nya, tujuannya adalah agar program 100 hari tidak tercapai . Sehingga kemudian ada alasan untuk mendiskreditkan dan menjatuhkan citranya, sungguh membuat presiden gamang.
Indikasi ini terlihat ketika sampai saat ini presiden sama sekali tidak mengambil keputusan jelas tentang proses bailout BC. Yaitu keputusan berupa pengambilalihan tanggung jawab, sebagaimana banyak disarankan oleh para pengamat. Kegamangan ini lebih nampak lagi saat Presiden SBY dipastikan tidak berada di Istana Negara saat demo 28 Januari 2010. SBY dan rombongan akan bertolak menuju Banten untuk meresmikan pembangkit listrik tenaga uap (di sini ) . Sekali lagi, semoga perasaan saya keliru.
Sebenarnya presiden SBY tidak perlu panik, mengingat beberapa hal berikut ini :
- Pemimpin harus siap menerima berbagai kritik, kecaman dan mungkin sumpah serapah dari rakyatnya karena Indonesia adalah negara demokrasi yang menjamin kebebasan berpendapat.
-Sebagai seorang mantan perwira tinggi TNI tentu memiliki mentalitas yang terlatih untuk mengendalikan emosi.
-Agenda demonstrasi tanggal 28 Januari bukanlah untuk memakzulkan presiden dan suara-suara para demonstran belum tentu mencerminkan pendapat dari mayoritas rakyat.
-Dukungan partai politik anggota koalisi memiliki suara mayoritas di parlemen sehingga sangat sulit untuk digalangnya mosi tidak percaya kepada presiden oleh DPR.
- Dukungan rakyat juga kuat sangat kuat, terbukti saat pilpres SBY dipilih oleh lebih dari 60 persen rakyat Indonesia. Adapun saat ini tingkat kepercayaan masyarakat sedang turun sesuai survey terakhir, mudah saja dikembalikan melalui polesan citra mengingat sebagian besar rakyat masih melihat dan memilih tokoh berdasarkan penampilan.
- Kekuatan penyangga negara, yaitu TNI dan Polri masih solid. Tidak ada friksi di antara para petinggi
Jadi tidak ada alasan bagi presiden SBY untuk panik. Anggap saja riak-riak yang ada sekarang sebagai bagian dari dinamika berdemokrasi.
Selamat berdemonstrasi.