A. Konsep Belajar
Apa yang dimaksud dengan istilah "konsep belajar"? Ki Hadjar Dewantara menguraikan pengertian pembelajaran, menyatakan bahwa pendidikan sangat penting bagi pembangunan suatu bangsa. Untuk memaksimalkan keselamatan dan kebahagiaan anak-anak, pendidikan bertujuan untuk memanfaatkan semua kemampuan bawaan yang mereka miliki sebagai manusia dan anggota masyarakat." Ki Hadjar Dewantara telah menunjukkan pentingnya pendidikan. Hasil dari tujuan pendidikan ditentukan oleh proses pembelajaran dalam pendidikan, oleh karena itu Ki Hadjar Dewantara mengungkapkan bahwa pembelajaran harus memperhatikan karsa, rasa, dan cipta. Rencana pembelajaran diperlukan untuk membangun proses pembelajaran yang efektif, pemenuhan syarat-syarat pembelajaran merupakan hal yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan, berikut ini adalah komponen-komponen pembelajaran yang diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara:
•Peserta Didik
Entitas berakal, seperti manusia, didefinisikan sebagai jiwa yang telah mencapai tingkat kecerdasan tertentu, yang membedakannya dari jiwa hewan, jika hewan terbatas pada dorongan, selera, naluri, dan kekuatan lain yang melekat pada dirinya, tak satu pun dari mereka yang cukup kuat untuk menahan kekuatan yang berasal dari jiwanya atau dari dunia luar, jiwa hewan hanya bisa melakukan aktivitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, yang masih makan, minum, bersuara, berlari, dan lain sebagainya.Manusia adalah orang yang memiliki cipta, rasa, dan karsa yang sadar akan keberadaannya dan mampu mengatur, menentukan, dan mengendalikan dirinya sendiri. Dia juga memiliki pikiran dan kehendak, dan dia merasa perlu untuk meningkatkan dan menyempurnakan kepribadiannya. Menurut Ki Hadjar Dewantara, setiap manusia dilahirkan dengan membawa fitrah. Teori psikologi juga mendukung hal ini, yang menyatakan bahwa setiap orang dilahirkan dengan pembawaan tertentu yang pada akhirnya akan dibentuk oleh interaksi di lingkungannya.
•Pendidik
Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa pendidikan dalam bentuknya yang paling murni adalah tindakan mengangkat derajat manusia ke derajat sesama manusia, atau memanusiakan manusia. Pendidikan harus membebaskan manusia dari sifat-sifat kehidupan lahir (kesusilaan, kemampuan berpikir untuk diri sendiri, dan pola pikir yang demokratis). Ki Hadjar Dewantara menawarkan beberapa petunjuk untuk mengembangkan suasana yang saling mendukung di antara para pendidik, dengan semboyan Trilogi Pendidikan yang mencakup semua pelaku pendidikan, termasuk guru dan siswa, sebagai berikut: Tut wuri handayani, seorang guru harus mampu memberikan bimbingan dan dukungan dari belakang. Ketika murid tidak berinisiatif atau memiliki ide, guru harus memberikannya. Ungkapan "ing ngarsa sung tulada" mengacu pada persyaratan bahwa seorang guru harus memberi contoh atau menunjukkan perbuatan yang baik ketika berada di depan siswa.
•Tujuan Belajar
Karena pembelajaran adalah komponen pendidikan yang paling penting, maka topik tujuan pembelajaran dan tujuan pendidikan akan selalu bersama. Dengan demikian, tujuan pendidikan sama dengan tujuan pembelajaran, dan tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup manusia. Tujuan pendidikan adalah untuk memanfaatkan semua kekuatan alamiah anak untuk memaksimalkan keselamatan dan kesenangan mereka baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara bertujuan untuk menciptakan manusia yang merdeka secara fisik, mental, dan spiritual. Tatanan kehidupan masyarakat yang tenang membatasi kebebasan pribadi dan menumbuhkan nilai-nilai seperti tanggung jawab, disiplin, kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi, dan kerukunan. Penting untuk ditekankan bahwa Ki Hadjar Dewantara memandang pendidikan sebagai tuntunan. Definisi ini menunjukkan bahwa hasil perkembangan siswa tidak berada dalam kendali guru. Hal ini dikarenakan siswa adalah makhluk hidup yang dapat tumbuh dari kodratnya. Guru hanya bekerja dengan kodrat alamiah murid untuk mendukung pertumbuhan mereka.
•Asas belajar
Ki Hadjar Dewantara telah menetapkan lima prinsip panduan untuk belajar, termasuk nilai-nilai kemerdekaan, alam, budaya, nasionalisme, dan kemanusiaan. Kelima prinsip panduan ini mengarah pada kesimpulan bahwa, dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara, pendidikan harus berpusat pada kemampuan individu, selaras dengan alam, tidak bertentangan dengan budaya, toleran terhadap hak-hak orang lain, dan tidak menentangnya. Tujuan dari kemerdekaan atau kemampuan pribadi adalah untuk memberikan kebebasan kepada siswa untuk secara bebas mengembangkan karsa, rasa, dan kreativitas mereka saat mereka belajar. Tujuan dari sifat alamiah adalah agar siswa tidak mengabaikan tanggung jawab mereka terhadap masyarakat, Tuhan, lingkungan, dan diri mereka sendiri. Agar hasil pembelajaran dapat diterima di lingkungan tempat tinggal mereka, pembelajaran juga harus sejalan dengan budaya setempat. Karena siswa akan hidup dan terlibat dengan komunitas yang lebih besar, pembelajaran juga harus mempertimbangkan kewarganegaraan mereka. Selain itu, siswa tidak boleh melanggar hak asasi manusia.
•Metode Belajar
Metode among adalah salah satu metode yang dianjurkan oleh Ki Hadjar Dewantara dalam pembelajaran. Among berarti membimbing dan mendukung siswa untuk memastikan kehidupan batin mereka tetap hidup, tidak hanya mengizinkan perkembangan batin anak tetapi juga memastikan bahwa kesehatan batin mereka tetap terjaga. Salah satu pendekatannya adalah dengan memberikan perawatan dan perhatian yang dibutuhkan anak untuk tumbuh baik secara fisik maupun mental sesuai dengan kodratnya, menurut Ki Hadjar Dewantara, sistem among terdiri dari dua komponen mendasar berikut ini.
Untuk dapat hidup bebas (yaitu, berdiri sendiri), manusia harus terlebih dahulu mendapatkan kembali dan memobilisasi kekuatan fisik dan mental mereka.
Hukum alam sebagai prasyarat untuk kehidupan dan jalan tercepat dan paling efisien untuk mencapai kemajuan.
Pendekatan pengajaran didasarkan pada strategi pembelajaran yang diciptakan oleh Ki Hadjar Dewantara, yang menekankan pada kesadaran diri setiap siswa, hal ini terlihat dari tahapan-tahapan yang dibuat oleh Ki Hadjar Dewantara, yang menekankan pada pentingnya mengambil tindakan, dimana siswa diinstruksikan untuk bersikap sesuai dengan pengetahuan yang telah mereka dapatkan, hal ini memperjelas mengapa Ki Hadjar Dewantara meyakini bahwa tujuan akhir dari pendidikan adalah kemerdekaan individu.
Ki Hadjar Dewantara membagi empat tingkatan dalam proses belajar, yaitu sebagai berikut.
Taman Indria dan Taman Anak (5-8 tahun)
Taman Muda (umur 9-12 tahun)
Taman Dewasa (umur 14-16 tahun)
Taman Madya dan Taman Guru (umur d. 17-20)
Ada empat tahap pembelajaran, sesuai dengan gagasan Ki Hadjar Dewantara tentang tingkatan pembelajaran, yaitu: siswa dibimbing untuk memahami apa yang baik dan yang buruk pada tahap paling awal dalam pertumbuhannya, pendekatan pembiasaan digunakan untuk mengajarkan siswa perilaku yang berhubungan dengan baik dan buruk pada tahap kedua, yang mengikuti pemahaman siswa tentang baik dan buruk, pada tahap ketiga, siswa dibantu untuk mengidentifikasi dan menilai tindakan yang telah mereka lakukan, dan tahap keempat, siswa dibantu untuk menyadari, memahami, dan menerima tanggung jawab atas tindakan yang telah mereka lakukan.
Karena rumah adalah tempat pertama kali anak mengalami pengalaman belajar, Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa keluarga adalah lingkungan belajar yang utama dan awal. Dasar-dasar, sikap, dan kemampuan-seperti pengetahuan agama-diberikan oleh keluarga.Dalam hal ini, pendidikan keluarga digantikan oleh sekolah. Sekolah adalah tempat di mana informasi yang tidak diberikan oleh keluarga diajarkan. Sementara itu, masyarakat menjunjung tinggi, menghayati, dan mempraktikkan norma-norma dan nilai-nilai sosial-budaya. Prinsip-prinsip dan pedoman ini terus berkembang, terus beradaptasi dengan kondisi lingkungan sekitar.Peserta didik dapat melaksanakan proses belajar dalam lingkungan masyarakat melalui interaksi dengan lingkungan sekitar.
Ada tiga jenis lembaga pembelajaran: lembaga non-formal (masyarakat), lembaga formal (sekolah), dan lembaga informal (keluarga). Masing-masing dari ketiga lembaga tersebut memiliki peran yang spesifik. Bagi siswa, lembaga informal seperti keluarga berfungsi sebagai lapisan dasar informasi. Sekolah, yang merupakan lembaga formal, merupakan sumber penting untuk pengetahuan dan penjelasan tentang ilmu pengetahuan dan mata pelajaran lain yang tidak dipelajari di rumah. Sejalan dengan konvensi dan standar yang telah ditetapkan, lembaga non-formal, atau masyarakat, berfungsi sebagai penghalang bagi perilaku menyimpang siswa. Fungsi ini dikenal sebagai kontrol sosial. Karena ketiga lingkungan tersebut saling terhubung satu sama lain dan memenuhi kebutuhan, maka ketiganya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Kesimpulan tentang gagasan pembelajaran yang diperkenalkan oleh Ki Hadjar Dewantara dapat dibuat berdasarkan beberapa informasi yang telah diberikan sebelumnya; secara khusus, model pembelajaran ini adalah model pembelajaran yang memerdekakan siswa. Landasan dari pendekatan pengajaran Ki Hadjar Dewantara adalah kualitas intrinsik siswa yaitu cipta, rasa, dan karsa. Metode among-memelihara, mendidik, dan membina berdasarkan kasih sayang-adalah pendekatan yang digunakan. Keluarga, masyarakat, dan sekolah harus saling terhubung satu sama lain sebagai institusi pendidikan dalam lingkungan belajar.
B. Hakikat Belajar
Meskipun semua orang mengakui nilai pendidikan, namun pendapat mengenai alasan, metode, dan hasil pembelajaran berbeda-beda, tidak ada satu definisi pembelajaran yang disepakati oleh para profesional, cendekiawan, dan praktisi. “Learning is an enduring change in behavior, or in the capacity to behave in a given fashion, which results from practice or other forms of experience.” Belajar adalah perubahan yang menetap dari tingkah laku atau dalam kapasitas untuk bertingkah laku dengan cara yang diberikan, yang merupakan hasil dari praktik atau bentuk pengalaman lainnya (Schunk, 2012).Manusia pada dasarnya berorientasi pada pembelajaran, pembelajaran terjadi pada manusia dan merupakan proses seumur hidup, pembelajaran adalah komponen penting untuk mempertahankan eksistensi manusia sejak lahir, saat bayi belajar menyusu, saat tumbuh dewasa dan belajar memahami bimbingan orang tua, dan bahkan sebagai orang dewasa saat belajar memahami materi kuliah, manusia memiliki keunikan tersendiri di antara makhluk hidup, yaitu dapat belajar, manusia memperoleh pengetahuan agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, namun para akademisi berbeda pendapat dalam beberapa hal yang berkaitan dengan pembelajaran, antara lain:Belajar menurut Robert M. Gagne, penulis buku klasik Principles of Instructional Design dapat diartikan sebagai “A natural process that leads to change in what we know, what we can do, and how we behave”.Sebuah proses alami yang membawa perubahan pada apa yang kita ketahui, apa yang bisa kita lakukan, dan bagaimana kita berperilaku
1.Menurut Smith dan Ragan (1993), Meyer (1882) mengusulkan bahwa pembelajaran adalah perubahan yang umumnya permanen dalam pengetahuan dan perilaku individu yang dibawa oleh pengalaman. Menurut Driscoll, pembelajaran adalah pergeseran terus-menerus dalam bakat yang dibawa oleh pengalaman individu di dunia luar (Smaldino, 2011).
2.Burton mendefinisikan belajar sebagai "suatu perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan antara individu dengan lingkungannya sehingga mereka dapat berinteraksi dengan lingkungannya," seperti yang dikutip oleh Aunurrahman dalam bukunya yang berjudul Penuntun Kegiatan Belajar.
3.Menurut H.C. Witherington, belajar adalah perubahan kepribadian yang diwujudkan sebagai pola reaksi baru berupa kemampuan, sikap, kebiasaan, kepribadian, atau pemahaman dalam buku Psikologi Pendidikan (Aunurrahman, 2009).
4.Menurut Lindgren. Belajar adalah proses mengubah tingkah laku dengan cara yang cukup permanen dan merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungannya. Heinich (1999). menjelaskan bahwa belajar adalah proses memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap melalui interaksi individu dengan informasi dan lingkungannya. Oleh karena itu, pemilihan, pengumpulan, dan penyajian informasi dalam suasana yang sesuai diperlukan untuk proses pembelajaran, begitu pula interaksi pembelajar dengan lingkungan sekitarnya.Gredler menyoroti betapa pentingnya lingkungan untuk pembelajaran; Belajar bukan hanya sekedar upaya akademis tetapi merupakan komponen penting dalam kehidupan manusia dan masyarakat. Pendidikan juga merupakan landasan bagi kemajuan masyarakat di masa depan.
5.James O. Wittaker: “Learning may be difined as the process by which behavior originates or altered training or experience”.Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
6.Cronbach: “Learning is shown by change in behavior as a result of experience”.Belajar adalah ditunjukan oleh perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil pengalaman.
7.Howard L. Kingsley: “Learning is the process by which behavior (in the broader sense) is originated or change through practice or trining”.Belajar adalah proses yang dengannya tingkah laku (dalam arti yang luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktik dan latihan.
8.Chaplin :“Acquisition of any relatively permanent change in behavior as a result of practice and experience.”Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap atau permanen sebagai akibat latihan dan pengalaman.
Selanjutnya Gagne & Briggs (2008) menguraikan bagaimana pembelajaran terjadi ketika dua rangsangan dan tanggapan yang sesuai diberikan, diikuti dengan penguatan yang berkelanjutan. Tujuan dari penguatan ini adalah untuk memperkuat perilaku yang terinternalisasi selama proses pembelajaran. Berbagai hasil belajar akan timbul dari berbagai proses belajar pada orang yang berbeda, oleh karena itu diperlukan penguatan yang memadai. berulang kali hingga terjadi perubahan perilaku yang positif.Menarik kesimpulan dari gambaran-gambaran di atas, belajar dapat dipahami sebagai suatu usaha yang disengaja atau tidak disengaja yang dilakukan oleh individu melalui latihan atau pengalaman yang melibatkan berbagai aspek (kognitif, afektif, psikomotorik), yang melibatkan interaksi antara individu dan lingkungannya. dalam mencapai tujuan tertentu, yang mengarah pada modifikasi perilaku jangka panjang yang mungkin meningkatkan kesadaran diri seseorang.
Belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan setiap orang, baik disadari maupun tidak, untuk melakukan peralihan dari kebodohan menuju pengetahuan, dari ketidakmampuan menuju mobilitas, dari ketidakmampuan menuju membaca, dan seterusnya. Belajar adalah proses dimana orang mengubah interaksinya baik positif maupun negatif dengan lingkungannya. Setiap orang dapat belajar dengan banyak cara. Ada tiga cara untuk belajar: observasi, eksplorasi, dan imitasi. Karena belajar menyebabkan seseorang tumbuh, berkembang, dan mengalami perubahan fisik dan psikis dalam dirinya. Apa yang diajarkan berkaitan dengan dimensi motorik pada tingkat fisik. psikis jika dimensi emotif diperiksa.
Pengetahuan baru adalah apa yang diperoleh secara kognitif. Dengan demikian, pembelajaran pada ranah kognitif pada dasarnya bersinggungan dengan ranah emosional dan psikomotorik juga. Ada hubungan antara ketiga domain ini.
Proses mengubah perilaku melalui latihan dan pengalaman disebut belajar. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan belajar adalah modifikasi perilaku, termasuk seluruh aspek organisme atau kepribadian, terlepas dari informasi, keterampilan, atau sikap yang terlibat. Termasuk dalam tanggung jawab guru adalah tugas belajar mengajar meliputi merencanakan pembelajaran, mencerna pelajaran, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. Dalam hal ini, perbaikan yang lebih besar dan lebih baik akan dihasilkan dari peningkatan upaya pembelajaran. Perubahan aktif adalah perubahan yang merupakan hasil usaha sendiri dan bukan hasil yang terjadi begitu saja.Definisi ke-2 dari sejumlah pengertian belajar yang bersumber dari para ahli Pendidikan, atau pembelajaran, pada dasarnya adalah proses di mana orang berupaya mengubah perilaku mereka guna mencapai perubahan perilaku baru secara keseluruhan sebagai hasil interaksi mereka sendiri dengan lingkungannya. Berdasarkan pengetahuan para ahli tersebut, Abdillah menyimpulkan bahwa modifikasi perilaku adalah upaya terarah yang dilakukan individu untuk mencapai tujuan tertentu melalui pelatihan dan pengalaman yang memadukan unsur kognitif, emosional, dan psikomotorik.
Setiap perubahan perilaku yang menetap yang disebabkan oleh instruksi atau pengalaman disebut sebagai pembelajaran. Ada tiga komponen yang membentuk definisi ini: (1) belajar adalah perubahan perilaku; dan (2) perubahan perilaku ini dihasilkan dari pengalaman atau instruksi. Pembelajaran tidak terjadi ketika perubahan perilaku disebabkan oleh faktor kedewasaan, dan (3) perubahan ini harus bersifat permanen dan berlangsung dalam jangka waktu lama.
Oleh karena itu, belajar merupakan suatu proses yang dapat menghasilkan perubahan perilaku sebagai akibat dari proses internal individu atau tanggapannya terhadap keadaan tertentu. Perubahan-perubahan ini tidak disebabkan oleh reaksi alami, pewarisan genetik, pematangan, atau keadaan organisme. sesaat, misalnya kelelahan, efek farmakologis, panik, dan lain sebagainya. Dari sudut pandang pendidikan, seseorang yang telah memperoleh ilmu akan lebih siap bereaksi terhadap lingkungannya. Belajar merupakan suatu proses aktif yang bergantung pada lingkungan tempat setiap individu belajar. Hal ini dipandu oleh tujuan seperti perilaku, yang menghasilkan pengalaman dan kebutuhan untuk memahami. Belajar adalah cara pengalaman mengubah seseorang.
Temuan ini menyoroti dan memperjelas sejumlah poin penting, di antaranya bahwa belajar adalah suatu upaya yang dilakukan oleh manusia, baik disengaja maupun tidak, melalui instruksi atau pengalaman yang mencakup berbagai unsur (kognitif, afektif, psikomotorik), yang melibatkan interaksi antara manusia dan manusia. orang lain maupun antara orang dan lingkungannya. mencapai tujuan tertentu yang mengarah pada penyesuaian perilaku jangka panjang yang meningkatkan kesadaran diri seseorang.
Mengenai pembelajaran, teori-teori belajar antara lain meliputi:teori behavioristik, teori kognitivisme, teori kontruktivisme.Berikut penjelesannya:
1)Teori Behavioristik
Konsep teori behavioristik dikembangkan oleh Gage, Gagne, dan Berliner untuk menjelaskan bagaimana pengalaman dapat mengubah perilaku. Ide ini selanjutnya memunculkan aliran psikologi pembelajaran yang dikenal dengan aliran behavioristik, yang berdampak pada arah perkembangan teori dan praktik pendidikan. Sekolah ini sangat menekankan pada perilaku-perilaku yang muncul dari pembelajaran. Model hubungan stimulus-respon teori behavioristik menampilkan pembelajar sebagai pribadi yang pasif. Hanya teknik pelatihan atau pembiasaan saja yang digunakan untuk mencapai reaksi atau perilaku tertentu. Ketika suatu perilaku dihargai, perilaku tersebut akan menjadi lebih kuat; ketika dihukum, itu akan hilang. Teori behavioristik menyatakan bahwa meskipun belajar adalah suatu kegiatan yang mengharuskan siswa mengungkapkan kembali pengetahuan yang telah diperolehnya dalam bentuk laporan, kuis, atau ujian, tujuan pembelajaran menekankan pada penambahan pengetahuan. Cara penyajian informasi menekankan pada kemampuan tertentu atau pengumpulan informasi dengan berpindah dari satu area ke area berikutnya. Pembelajaran sangat berpegang pada rangkaian kurikulum, artinya sebagian besar kegiatan pembelajaran didasarkan pada buku teks atau literatur yang diperlukan, dengan fokus pada pengembangan kemampuan menyusun ulang isi teks. Hasil pembelajaran menjadi fokus pembelajaran dan evaluasi.
Penilaian sebagian besar dilakukan dengan menggunakan penilaian kertas dan pensil, dengan penekanan pada keterampilan terpisah dan jawaban pasif. Untuk mengevaluasi hasil belajar diperlukan respon yang akurat. Hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya jika mereka menjawab “benar” sesuai dengan petunjuk guru.
Evaluasi pembelajaran sering kali dilakukan setelah kegiatan pembelajaran selesai dan dipandang sebagai komponen tersendiri dalam kegiatan pembelajaran. Ide ini memberikan penekanan yang kuat pada penilaian bakat unik setiap siswa (Degeng, 2006).
Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik:
1.Obyek psikologi adalah tingkah laku.
2.Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.
3.Mementingkan pembentukan kebiasaan.
4.Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri.
5.Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari.
Tokoh-Tokoh Aliran Behaviorisme :
1.Edward Lee Thorndike
Ia mengatakan bahwa proses belajar melibatkan interaksi antara stimulus dan reaksi. Stimulus adalah segala sesuatu yang menggugah minat peserta didik, baik berupa ide, emosi, atau objek lain yang mampu diindra. Reaksi siswa terhadap apa yang telah mereka pelajari mungkin juga berbentuk ide, emosi, gerak tubuh, atau perilaku lainnya. Teori koneksionisme adalah nama lain dari gagasan ini.
2.John Watson
John Watson dikenal sebagai pendiri aliran behaviorisme di Amerika Serikat. Karyanya yang paling dikenal adalah “Psychology as the Behaviourist view it” (1913). Watson menolak gagasan bahwa psikologi hanya bisa menjadi ilmu objektif dalam sejumlah tulisannya, dan akibatnya, ia hanya mempelajari kesadaran melalui teknik introspektif. Watson juga berpendapat bahwa psikologi harus dipelajari dengan cara yang sama seperti ilmu ilmiah atau eksakta. Akibatnya, psikologi harus dibatasi secara hati-hati pada mempelajari perilaku aktual. Sekalipun pandangan Watson telah banyak dikritik, perlu diakui bahwa kontribusinya masih dihargai karena pengembangan teknik psikologis objektif di bawah arahannya.
3.Edwin Guthrie
Jelas sekali, dia adalah seorang behavioris. Ia juga meyakini bahwa teori Thorndine, Skinner, Hull, Pavlov, dan Watson masih sangat subjektif dan semua fenomena pembelajaran dapat dijelaskan dengan satu prinsip jika hukum parsimoni diterapkan dengan benar. Kami menempatkan teori behavioristik Guthrie di dalam paradigma asosiasionistik karena, seperti yang akan kami tunjukkan di bawah, prinsip yang satu ini adalah aturan asosiasi Aristoteles.
4.Burrhus Frederic Skinner
Ide-ide yang disampaikan pada pembelajaran lebih unggul dibandingkan dengan ide-ide para pemimpin terdahulu. Jawaban yang didapat tidak semudah teori yang dikemukakan oleh orang-orang sebelumnya,
karena rangsangan yang diberikan akan berinteraksi satu sama lain, dan interaksi tersebut akan mempengaruhi reaksi yang dihasilkan. Ada dampak terhadap respons ini. Nantinya, munculnya perilaku akan dipengaruhi oleh dampak-dampak tersebut.
2)Teori Kognitivisme
Abad terakhir ini menyaksikan munculnya teori pembelajaran kognitif sebagai tandingan terhadap teori perilaku sebelumnya. Menurut paradigma kognitif ini, siswa mengatur, menyimpan, dan kemudian mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan baru dan yang sudah ada sebelumnya untuk mencerna informasi dan ajaran. Pemrosesan informasi disorot dalam paradigma ini.
Hipotesis kognitif ini diciptakan oleh sarjana Ausubel, Bruner, dan Gagne. Masing-masing dari ketiga peneliti ini berfokus pada sesuatu yang berbeda. Ausubel menyoroti bahwa faktor utama yang mempengaruhi pembelajaran adalah komponen manajer atau organisator dalam manajemen. Pendekatan Bruner dalam menyikapi cara anak mengumpulkan informasi dari lingkungannya adalah dengan mengkategorikan atau menawarkan bentuk konseptual.
Karakteristik teori belajar kognitif :
1.Belajar adalah proses mental bukan behavioral.
2.Siswa aktif sebagai penyalur.
3.Siswa belajar secara individu dengan pola deduktif dan induktif.
4.Instrinsik motivation, sehingga tidak perlu stimulus.
5.Siswa sebagai pelaku untuk menuntun penemuan.
6.Guru memfasilitasi terjadinya proses insight.
3)Teori Kontruktivisme
Konstruktivisme, yang diterjemahkan menjadi "konstruktif", dapat dilihat sebagai upaya untuk menciptakan kerangka hidup berbudaya kontemporer dalam konteks filsafat pendidikan. Konstruktivisme, yang berpendapat bahwa pengetahuan diciptakan oleh manusia secara bertahap dan berkembang seiring berjalannya waktu dalam lingkungan yang terbatas, bukan sekaligus, merupakan landasan filosofis pembelajaran kontekstual. Pengetahuan bukanlah daftar ide, fakta, atau peraturan yang dapat dengan mudah dipelajari dan diingat. Terserah manusia untuk memberikan informasi tersebut dan memberikan konteks melalui pengalaman langsung.
Siswa dapat menggunakan teori konstruktivisme untuk memikirkan masalah, menemukan solusi, dan mengambil pilihan. Karena berpartisipasi aktif dalam menciptakan informasi baru, siswa akan memahaminya dengan lebih baik dan mampu menerapkannya dalam berbagai konteks. Siswa yang terlibat secara aktif dan langsung juga akan mempertahankan seluruh konsep dalam jangka waktu yang lebih lama. Dalam gagasan ini, manusia menciptakan pemahamannya terhadap realitas yang ditemuinya, yang kemudian mengarah pada produksi pengetahuan. Versi selanjutnya dari teori ini diinformasikan oleh psikologi, khususnya psikologi kognitif Piaget, yang berhubungan dengan proses psikologis yang mendorong perolehan informasi. Konstruktivis percaya bahwa belajar adalah proses aktif dimana siswa menciptakan pengetahuannya sendiri. Berikut ini adalah beberapa karakteristik dari proses ini:
1.Belajar berarti menghasilkan makna. Dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami, siswa menafsirkan dunia. Pemahamannya yang sudah ada sebelumnya mendasari produksi makna ini.
2.Konstruksi makna merupakan suatu proses yang berlangsung terus-menerus seumur hidup.
3.Pembelajaran lebih terfokus pada perluasan gagasan dan penalaran melalui pembentukan pemahaman baru dibandingkan pengumpulan fakta. Pembelajaran adalah produk sampingan dari perkembangan, bukan penyebabnya. suatu kemajuan yang menghasilkan realisasi dan restrukturisasi ide-idenya sendiri.
4.Skema seseorang yang dipertanyakan akan memicu pemikiran lebih lanjut, saat itulah terjadi proses pembelajaran sesungguhnya. Lingkungan yang disekuilibrium kondusif untuk pembelajaran.
5.Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan lingkungan siswa.
6.Tujuan pembelajaran siswa didasarkan pada pengetahuan sebelumnya. Para konstruktivis memandang pembelajaran sebagai suatu proses penemuan organik dan bukan pendekatan metodis untuk menghafal pengetahuan. Dalam situasi seperti ini, introspeksi, resolusi konflik pemahaman, dan pembaharuan terus-menerus atas pemahaman yang tidak sempurna adalah sarana terjadinya pembelajaran bermakna.
Anggapan tersebut membawa pada kesimpulan bahwa belajar, dalam konteks teori konstruktivis, adalah proses menciptakan pengetahuan melalui abstraksi pengalaman sebagai hasil interaksi antara siswa dengan realitas-realitas pribadi, alam, dan social.
Adapun prinsip-prinsip teori belajar konstruktivistik adalah sebagai berikut :
1.Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
2.Hanya pemikiran aktif siswa sendiri yang dapat mentransfer pengetahuan dari pengajar ke pelajar.
3.Agar gagasan ilmiah selalu berkembang, siswa aktif berkreasi secara terus menerus.
4.Guru hanya membantu dengan menawarkan skenario dan rekomendasi untuk menjamin kelancaran proses pembangunan.
5.Menangani permasalahan yang menjadi perhatian siswa.
6.Pusatkan instruksi pada gagasan bahwa suatu pertanyaan itu penting.
7.Cari dan evaluasi masukan siswa.
8.Memodifikasi program sebagai respons terhadap apa yang dipikirkan siswa
C. Jenis-Jenis Belajar
Manusia terlibat dalam setidaknya delapan bentuk pembelajaran yang berbeda. Berikut adalah beberapa contoh gaya belajar:
1.Belajar rasional, khususnya proses belajar memecahkan masalah dengan menerapkan teknik penalaran yang sejalan dengan akal sehat (logis dan rasional).
2.Belajar abstrak, khususnya, proses belajar memecahkan masalah yang tidak nyata dengan menerapkan berbagai bentuk pemikiran abstrak.
3.Belajar keterampilan, yaitu proses belajar menguasai bakat jasmani tertentu melalui penggunaan keterampilan motorik dengan otot dan saraf.
4.Belajar sosial, yaitu proses belajar memahami berbagai permasalahan dan mengetahui cara mengatasinya.Misalnya saja persoalan persahabatan, keluarga, organisasi, dan masyarakat pada umumnya.
5.Belajar kebiasaan, yaitu proses mengubah kebiasaan seseorang menjadi lebih baik sehingga orang mempunyai sikap dan perilaku yang lebih positif yang memenuhi kebutuhannya dalam situasi tertentu.
6.Belajar pemecahan masalah, khususnya mengembangkan cara berpikir yang metodis, terorganisir, dan komprehensif atau menggunakan berbagai teknik ilmiah terhadap suatu permasalahan.
7.Belajar apresiasi, yaitu belajar kemampuan untuk mempertimbangkan signifikansi atau nilai suatu benda sehingga orang dapat mengenali dan menilai benda tertentu.
8.Belajar pengetahuan, yaitu proses belajar informasi baru dengan cara yang disengaja untuk menjadi ahli di bidangnya melalui penelitian dan eksperimen.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat kita simpulkan bahwasanya terdepat delapan jenis-jenis belajar yaitu Belajar rasional, Belajar abstrak, Belajar keterampilan, Belajar sosial, Belajar kebiasaan, Belajar pemecahan masalah, Belajar apresiasi, Belajar pengetahuan.
Menurut Gagne ada 8 Jenis-jenis Belajar diantaranya:
1.Belajar isyarat (signal learning). Hal ini dapat dilihat sebagai proses menjadi mahir dalam kebiasaan perilaku mendasar yang tidak disengaja yang fungsinya tidak terpenuhi.
Contoh: : "Siap!" adalah petunjuk atau indikasi untuk mengadopsi pola pikir tertentu. Aku senang sekali melihat wajah ibuku. Di sini, ekspresi ibu berfungsi sebagai isyarat untuk membangkitkan kebahagiaan. Ulat atau ular besar mungkin membuat seseorang merasa jijik. Ular merupakan sinyal yang menimbulkan emosi tertentu ketika dilihat.
2.Belajar stimulus-respons. Pembelajaran seperti ini menghasilkan reaksi yang sesuai terhadap rangsangan yang diberikan. Penguatan terhadap respon yang tepat mengarah pada terbentuknya perilaku tertentu (shaping).
Contoh: Saat manusia mengatakan "tolong bantu" atau "salam", kucing mungkin dilatih untuk merespons dengan mengangkat kaki depannya sebagai salam. Isyarat "berikan tanganmu" membuat kucing merespons dengan "salam".
3.Belajar merantaikan (chaining). Jenis pembelajaran ini memerlukan penciptaan gerakan motorik sehingga akhirnya terbentuk rangkaian pada kendaraan yang sedang berjalan. Istilah "rantai" dapat dianggap sebagai salah satu "keterampilan motorik". Melalui “rangkaian”, satu pasangan stimulus-respon dibentuk dalam satu rangkaian.
Contoh: Banyak tugas mudah yang dilakukan setiap hari mungkin mengajari anda cara melakukannya karena otomatisme yang telah terjadi. Untuk mencapai efisiensi dan hasil yang optimal, misalnya, tugas-tugas tertentu seperti mengancingkan pakaian, mengenakan sepatu, menari, dan mengendarai mobil harus diselesaikan dalam urutan tertentu. Latihan terus-menerus diperlukan untuk semua aktivitas psikomotorik, terlepas dari kompleksitasnya, untuk mengembangkan gerakan yang lancar dan otomatis.
4.Belajar asosiasi verbal (verbal association).Tipe ini merupakan Belajar menyatukan kata-kata dalam urutan yang benar dan mengasosiasikan kata-kata dengan benda, orang, atau peristiwa.
Contoh: Ketika seorang anak diperlihatkan bentuk geometris dan dapat mengatakan "persegi" atau "itu bola saya" ketika dia melihat bola, itu adalah contoh paling dasar dari asosiasi verbal. Sebelumnya, ia harus mampu membedakan bentuk-bentuk geometris untuk mengidentifikasi "persegi" sebagai bentuk geometris atau "bola", "aku", atau "itu".
5.Belajar membedakan (discrimination).Tipe belajar ini menunjukkan respon yang berbeda-beda terhadap rangsangan yang sama.
Contoh: Meski nama beberapa produsen mobil serupa, anak-anak sudah bisa membedakannya. Mereka juga dapat membedakan berbagai macam manusia, tumbuhan, hewan, dan lain-lain. Siswa juga mampu membedakan antara “sofa” dan “bangku” meskipun keduanya merupakan area tempat duduk.
Belajar konsep (concept learning). Memperoleh kemampuan untuk mengkategorikan rangsangan atau mengatur item ke dalam kelompok yang mewakili konsep.
Contoh: Setelah sebuah konsep dipahami, siswa dapat menggunakannya untuk mengkategorikan dunia di sekitar mereka. Misalnya, jika gagasan tentang “benda cair” diajarkan, siswa dapat membuat daftar contoh benda cair.
6.Belajar dalil (rule learning). Pembelajaran semacam ini melibatkan penyusunan beberapa konsep untuk membuat aturan. Kalimat biasanya digunakan untuk menjelaskan hubungan antara banyak topik.
Misalnya: Sisi miring suatu segitiga siku-siku sama dengan kuadrat kedua sisi lainnya, cahaya bergerak lurus, air mengalir dari tinggi ke rendah, dan seterusnya. Untuk memperjelas aturan, contoh spesifik mungkin diberikan
7.Belajar memecahkan masalah (problem solving). Pembelajaran semacam ini melibatkan penyusunan banyak aturan untuk mengatasi masalah dan menciptakan aturan tingkat yang lebih tinggi. Dia membutuhkan informasi, pengalaman, dan aturan untuk memecahkan kesulitan. Dengan memahami aturan-aturan ini, dia dapat memutuskan bagaimana melanjutkannya. Agar pemikiran dapat membuahkan hasil, seseorang memerlukan konsep, pedoman, “perangkat” untuk memecahkan masalah, dan rencana untuk memimpin proses berpikir.
Contoh penutupan outlet "Seven Eleven". Seseorang harus memiliki kapasitas belajar yang disebutkan sebelumnya untuk menjawab kesulitan-kesulitan ini. Dia mengetahui undang-undang yang berlaku saat ini, dapat membedakan antara model ritel dan waralaba, dan dapat menghubungkan masalah ini dengan situasi serupa sebelumnya.