Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Ketika Api Sulit Melawan Gerimis Hujan

28 Mei 2011   17:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:06 122 0
HUJAN menyiram bumi. Matahari bersembunyi. Lena, perempuan paruh baya itu, memarut api. Amanda, seorang gadis yang masih sangat belia, membantunya melayani pembeli. Mereka berdua adalah sosok pengusaha mandiri yang jarang orang peduli. Sebagai penjual jagung bakar, di pinggir jalan dekat pintu masuk ke Kuala Langsa, untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Seperti cahaya matahari saat sore itu yang terhalang mendung, kehidupan dua perempuan yang berbeda usia sangat jauh ini juga mengalami kegelapan. Lena ditinggal suami sejak tiga tahun lalu yang pergi entah kemana, tidak ada kabar berita. Amanda, ponakannya, ditinggal ayah karena pergi untuk selama-lamanya menghadap Sang Pencipta. Sementara ibunya yang juga adik kandung Lena, terbaring di rumah karena patah kaki akibat kecelakaan lalulintas.

Miris, prihatin, dan menggenaskan. Dalam kondisi hujan yang gerimis, Lena dan Amanda harus melawan alam berjuang menghidupkan api di tempat yang tidak beratap. Ketika angin ditiupkan dengan kipasnya ke arah arang yang ada di dalam tungku, api menjadi hidup. Tetapi sejurus kemudian saat titik air hujan jatuh dan menyentuhnya, api itu padam lagi.

Seperti api yang berada di bawah bonggol-bonggol jagung, nasib kedua perempuan itu juga mengalami kedap kedipnya. Jika pengunjung ramai dan jagungnya banyak terjual mereka bisa mendapat untung yang agak lumayan, tapi jika pengnjungnya sedikit seperti hari itu jagungnya yang terjual hanya sedikit.

“Karena hari ini cuacanya kurang baik, jagung kami hanya sedikit yang laku,” ujar Lena ketika menjawab penulis di sela-sela kesibukannya melayani pembelinya bebarapa ABG yang berkunjung ke Kuala Langsa sore itu untuk menikmati panorama alam, hutan bakau dan habitat monyet jinak yang ada di kawasan tersebut.

“Kalau cuacanya baik, tiap hari Sabtu dan Minggu kami biasanya dapat memperoleh untung hinga Rp. 50 ribu,” tambah Lena seraya menjelaskan, kondisi hari itu sulit memperoleh untung karena selain pengunjungnya kurang, pihaknya juga kesulitan menghidupkan api untuk membakar jagung.

Jagung-jagung yang dibakar Lena itu, diperolehnya dari membeli di pasar pagi Kota Langsa. Untuk bisa mendapat jagung-jagung tersebut, Lena juga harus berjuang dengan begadang sejak pukul 4 Pagi. “Kalau menunggu hingga jam delapan, jagungnya sudah tidak alagi,” ujarnya.

Modal yang digunakan untuk membeli jagung-jagung mentah tersebut, kata warga Desa Sungai Pauh, Kecamatan Langsa Kota ini, diperolehnya dari pemberian seorang anaknya yang bekerja melaut. Sementara bantuan dari  pemerintah belum pernah bisa diperolehnya. “Memang ada yang pernah datang ke rumah untuk mendata, katanya untuk diberikan bantuan, tapi hingga sekarang bantaun tersebut belum juga kami terima,” sebut Lena lagi.

Lena mulai menekuni usahanya di sektor bakar jagung ini, sejak tiga tahun lalu. Ketika itu, suaminya, Nurdin, pergi ke Riau untuk mencari pekerjaan. Tapi sampai sekarang tidak pulang-pulang dan tidak pernah juga mengirim kabar beritanya, sehingga profesi itu pun semakin panjang harus ditekuninya.

Dia berjualan di pinggir jalan masuk ke Pelabuhan Kuala Langsa, khusus pada hari Sabtu dan Minggu saja, karena pada hari itulah masyarakat banyak yang datang ke situ untuk mencari hiburan gratis, dari pemandangan alam. Sementara pada hari yang lain Lena menjual jagung di depan rumahnya. Ponakannya, Amanda yang masih kelas IV MIN Sungai Pauh, hanya membantunya pada hari-hari dia tidak sekolah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun