Diacara yang dihelat di masjid itu, saat rehat ishoma (istirahat, sholat, makan) hari terakhir, seperti biasa selesai sholat, waktu makan siang, terjadi kelompok2 kecil ngobrol sesama jamaah calon haji. Mereka saling menceritakan persiapan masing2, dari hal logistik, persiapan phisik, obat2an dsb manjadi topik saling mangisi antar jamaah.
Di sudut halaman masjid, seorang bapak tengah baya, duduk menyendiri, disampingnya tergeletak dos jatah makan yang kelihatan belum di buka, botol air mineralpun terlihat masih utuh. Matanya berkaca2, ketika kudatangi awalnya dia terkesan kurang suka, tetapi setelah aku memperkenalkan diri, mangajaknya ngobrol, sedikit2 bapak berkulit agak hitam ini mau juga bicara. Kami makan berdua dari jatah nasi kotak masing2 sambil ngobrol, bapak itu mulai memperkenalkan diri dan bercerita.
"Nama Saya Udin pak , rumah saya Surabaya pinggiran timur daerah tambak2 sana, saya mbecak (pengemudi becak) . Anak saya dua perempuan, dua2nya sudah kawin pak, satu di Kalimantan sudah punya anak satu, satunya lagi ikut mertuanya di Tulungagung bantu2 di toko sama suaminya. He he, gini2 saya ini sudah mbahkung lho " (mbah kakung/kakek). Sampai disitu kalimatnya berhenti. Dia meletakkan dos nasi yang baru dimakan separuh kemudian minum air langsung dari botol beberapa teguk, lalu terdiam, pandangan matanya menerawang jauh, entah apa yang dipikirkan. Lalu dengan pelan dia melanjutkan ceritanya.
"Saya ini mau berangkat haji pak, tapi sungguh, . . . . . ", (kalimatnya terpotong, matanya ber-kaca2). Lalu dengan suara yang masih serak pak Udin melanjutkan kalimatnya : " . . . saya tidak tahu siapa yang membayar semua ongkos haji saya ini. Ini pak yang setiap hari saya pikir, bagaimana ini bisa begini, seperti ngimpi saja pak".
"Awalnya kira2 setahun yang lalu, saya ngantar seorang penumpang bapak2 dari panjang jiwo menuju jalan jemursari (nama2 tempat di Surabaya), waktu itu menjelang mahgrib pak jadi sudah agak2 gelap gitu, dan waktu adzan mahgrib penumpang saya ngajak berhenti dulu untuk sholat besama jamaah lain di masjid kecil yang saya lewati. Tidak ada yang aneh pak, maksud saya penumpang saya itu ya biasa2 saja".
Sambil becak jalan, ya saya ngobrol sama penumpang itu, terus bapak tadi tanya gini : " seandainya sampean punya uang tiga puluh juta gitu , sampean mau beli apa pak ?" , karena saya pikir bapak itu bertanyanya iseng, saya maunya njawab iseng juga. Tetapi ndak tau saya pikir ndak ada salahnya saya njawab yang beneran seperti kepinginan saya : " he he, mungkin saya pakai berangkat haji saja pak, tapi apa ya bisa saya punya uang segitu pak, wong dari mbecak ini hanya bisa buat makan sama istri saja masih belum kenyang, he he". Terus penumpang itu bilang gini : "Alloh maha kaya lo pak, kalau sampean sungguh2 tidak sulit Alloh memberangkatkan sampean pergi haji, sampean pinginnya berangkat haji kapan to pak ?". Ya saya jawab : "Saya ndak tau pak, wong ndak punya biaya kok ngarang mau berangkat haji".
Terus waktu becak lewat tempat photo copy, penumpang saya itu minta becak berhenti karena dia mau photo copy. Tiba2 penumpang saya itu minta pinjam ktp saya, mau sekalian di poto copy, katanya dia mau membantu daftarkan saya untuk haji, ya saya tolak, saya bilang : "saya ndak punya biaya pak, buat apa daftar2 haji segala". Tetapi bapak penumpang itu agak maksa, bilang gini : " saya hanya membantu sampean ngurusnya saja pak, biar nanti kalau sampean sudah siap, lebih mudah berangkatnya".
Karena kelihatannya penumpang saya itu orangnya baik, ya saya kasih saja ktp saya untuk di photo copy bareng surat2 milik nya satu map gitu. Selesai photo copy, ktp dikembalikan, dan becak jalan lagi.
Sampai pertigaan jemursari, penumpang itu turun, membayar sepuluh ribu seperti nawarnya tadi, terus sudah turun dia pesan, katanya nanti kalau urusan hajinya sudah selesai, saya akan dikabari dirumah. Saya yang tidak paham apa2, makanya cuma njawab "iya pak, terima kasih".
Ber-bulan2, dan saya sampek sudah ndak ingat lagi sama bapak tadi itu pak, mikir saja saya ndak apalagi ingat. He he. wong mbecak pak, jadi ndak ingat ita itu. Terus datang surat panggilan dari kantor bank, isinya nyuruh saya datang, suruh bawa ktp bawa ksk. Saya ya bingung to pak, apalagi istri saya malah takut, wong ndak pernah urusan sama bank, dikira saya punya utang atau apa, malah bingung semua pak.
Ya sudah, pas tanggal yang di surat panggilan itu, saya ajak istri saya ke kantor bank, sekalian dia ada keperluan mau ke keponakan yang kos tidak jauh dari kantor bank itu. Masuk kantor bank saya awalnya takut pak, di depan pintu ditanya satpam, keperluane apa, walah glagepan saya pak bingung mau njawab apa, terus surat panggilan saya tunjukkan, saya diberi nomer di suruh duduk nunggu panggilan, seperti antri di rumah sakit gitu pak, lama. Di depan petugas bank sungguh pak saya hampir pingsan, waktu pegawai bank itu bilang, tabungan saya sudah cukup untuk berangkat haji, ya saya ngeyel ke pegawai bank, sayaini ndak pernah nabung untuk haji, tapi pegawai bank menunjukkan buku tabungan haji ada tulisannya "tiga puluh lima juta rupiah". Subhanaloh pak, saya dan istri tangis2an saking bingung entah senang saya ndak tahu. Waktu saya tanya uang tabungan dari siapa, kata pegawai bank itu orang yang ngisi tabungan berpesan agar tidak berikan namanya ke saya, alamatnya juga, pegawai bank ndak mau ngasih tahu, karena pesen nya begitu, katanya.
Terus saya sama pegawai bank disuruh ke KBIH di nginden, ituloh tempat ngajari orang yang mau haji, yang katanya juga sudah dibayari untuk memberikan bimbingan haji untuk saya. Saya ikut manasik disini tadi juga diantar pak Bukori orang bimbingan haji itu.
Ya, karena itu lo pak, tiap hari saya mikir, lalu orang yang mbayari saya untuk pergi haji ini sebenernya siapa, dia itu orang biasa atau jangan2 malaikat ya. Tiap selesai sholat saya selalu sujud syukur dan mendoakan "malaikat" saya itu agar diberi rejeki yang banyak biar dia bisa mbayari orang lain lagi berangkat haji, pak".
Sampai disitu cerita pak Udin harus berhenti, karena dipanggil masuk ke ruangan masjid lagi untuk melanjutkan acara manasik haji hari terakhir itu. Sejak itu aku belum pernah bertemu lagi dengan pak Udin yang berangkat di gelombang kedua jamaah calon haji embarkasi Surabaya. Aku hanya bisa berharap semoga pak Udin jadi haji mabrur.
Subhanalloh, Alloh telah menunjukkan bahwa Dia Maha Kuasa atas makhluk ciptaanNya, semua ada dalam genggaman NYA, bila Alloh berkehendak tidak satupun yang bisa mengahalangi Nya.
Logika manusia tidak berlaku bagi ALLOH.
Aku bersyukur Alloh mempertemukan ku dengan pak Udin untuk memberitakan tentang kebesaran Alloh. Pengalaman ini sampai kapanpun akan kuingat, dan aku memohon : "kabulkan do'a pak Udin , untuk "malaikat" nya, ya Alloh".
Kisah pak Udin ini sering kuceritakan pada kerabat dan teman2, dan kini pada anda, Kompasianer.
Semoga ada manfaat, minimal untuk penulis sendiri.
(abu kemal, syawal 1432H)