Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Penanganan Radikalisme dengan Deradikalisasi

28 Desember 2011   07:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:39 185 1

Radikalisme merupakan suatu paham yang menghendaki adanya perubahan, pergantian, dan penjebolan terhadap suatu sistem di masyarakat sampai ke akarnya. Bilamana perlu mengginakan cara-cara kekerasan.

Radikalisme menginginkan adanya perubahan secara total terhadap suatu kondisi atau semua aspek kehidupan masyarakat. Kaum radikal menganggap bahwa rencana-rencana yang digunakan adalah rencana yang paling ideal.

Radikalisme beralaskan pemahaman sempit agama yang berujung pada aksi teror bom tumbuh bersama sistem. Sikap ekstrem ini berkembang biak di tengah-tengah panggung yang mempertontonkan kemiskinan, kesenjangan sosial, atau ketidakadilan. Perilaku elite politik yang tidak akomodatif terhadap kepentingan rakyat dan hanya memikirkan kelompok atau partainya, menjadi tempat persemaian subur bagi radikalisme.Karena itu, memberangus radikalisme tidak cukup hanya dengan menangkap dan menggiring para pelaku teror ke pengadilan. Bahkan hukuman mati tak cukup untuk memadamkan kobaran radikalisme.

NKRI sudah final

Dari sisi moral, elite politik harus ikut bertanggung jawab memberikan teladan bagi rakyat. Era reformasi membuat perilaku koruptif dan manipulatif elite bangsa tampak nyata. Kondisi ini menjadi dorongan psikologis radikalisme.  Harus disadari, kelompok radikal yang ingin mendirikan negara berbasis agama, menjadikan perilaku tak terpuji elite politik sebagai pembenaran bahwa sistem demokrasi tidak benar. Yang benar adalah negara berdasarkan agama. Sebab itu, tak ada cara lain selain gerakan moral bersih diri elite negeri. Bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Elite politik juga jangan lagi memberikan peluang kepada kelompok yang ingin mendirikan negara berdasarkan agama. Kita mendukung langkah Majelis Permusyawaratan Rakyat yang menyosialisasikan empat pilar bangsa. Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia bagi kita sudah final.

Penanganan radikalisme

Selain soal moral elite, kita mendukung langkah strategis yakni tindakan represif atau penegakan hukum serta penajaman pendidikan agama berlandaskan kebangsaan.

Untuk tindakan represif aparat, jangan hanya sebatas pada kelompok yang secara terang-terangan melakukan teror bom. Kepolisian harus tegas menindak kelompok yang secara terang-terangan merusak kerukunan umat beragama. Kelompok-kelompok itu tidak susah didefinisikan. Ada yang dapat disaksikan telanjang mata kelompok yang main hakim sendiri menyerang, merusak tempat ibadah umat lain, dan bahkan membunuh.

Ada kelompok yang terselubung namun rakyat pun bisa mencium gerakannya. Kelompok-kelompok ini bermain api di daerah konflik. Sayang, aparat seolah tak pernah menemukan aktor yang memanas-manasi dan  mengadu domba  kelompok berbeda agama.

Mereka yang terbukti bersalah, tak peduli dia pejabat, alim ulama, atau tokoh masyarakat, harus mendapatkan hukuman setimpal. Aparat kepolisian sebagai garda terdepan pengamanan masyarakat tidak perlu takut dan ragu terhadap individu atau kelompok radikal yang mengatasnamakan bagian dari mayoritas. Keraguan penegak hukum menindak pelaku teror atau perusak kerukunan agama akan menjadi lampu hijau bagi kelompok bersangkutan untuk terus mengulang aksinya.

Langkah strategis lainnya adalah dengan menangani dimensi doktrinal antara lain meluruskan konsep agama yang salah.  Krisis doktrinal ini dapat diantisipasi dengan mengefektifkan peran alim ulama yang sudah mengakar pada masyarakat.

Langkah ini antara lain dengan upaya deradikalisasi kepada mereka yang sudah terlanjur memegang teguh faham bahwa segala persoalan harus diselesaikan dengan bom. Mereka yang tertangkap dan mendapat hukuman perlu mendapat pendampingan. Badan Nasional Penanggulangan Teroris dan Kementerian hukum dan Hak Asasi Manusia yang membawahi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan bertanggung jawab agar sekeluarnya napi teroris ini ke masyarakat.

Lembaga Pemasyarakatan jangan sampai menjadi tempat menularkan radikalisme. Idealnya, di penjara, para terpidana terorisme bertobat, sehingga sekembalinya mereka ke masyarakat dapat memberikan pencerahan dan bahkan mendorong rekan-rekannya untuk tidak mengambil langkah teror bom.

Sedangkan bagi mereka yang berpotensi atau menjadi calon anggota kelompok radikal, harus diantisipasi, diluruskan sejak awal. Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama perlu memformulasikan sistem pendidikan yang efektif  memberikan pemahaman makna-makna keagamaan seperti  jihad, serta pluralisme dalam pendidikan formal maupun non formal. Kurikulum yang sudah ada saat ini perlu dievaluasi untuk mengetahui sejauh mana sudah memberikan pondasi pemahaman agama yang benar dan berwawasan kebangsaan kepada generasi muda.

Terakhir, radikalisme sendiri bisa terjadi di semua agama. Karena itu, radikalisme yang berujung pada tindakan teror adalah musuh bersama. Ancaman  terhadap kehidupan umat manusia ini  adalah urusan dan tanggung jawab kita semua. Salam!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun