Sebagai salah seorang pendiri Partai Amanat Nasional (PAN), bersama beberapa pendiri lain serta beberapa anggota dan ex anggota PAN, saya memutuskan akan memilih calon presiden yang tidak didukung PAN pada pemilihan presiden mendatang. Paling sedikit ada 10 alasan kelebihan Jokowi yang mendasari keputusan saya tersebut.
Pertama, Jokowi tidak tercela. Jelas dia bukan manusia sempurna, tetapi setidaknya dia tidak punya beban masa lalu yang berpotensi mengganggu tugasnya sebagai presiden. Sejauh ini dia telah terbukti jujur dan bersih, serta tulus, dan terbuka. Ditangan orang bersih seperti inilah kita seharusnya lebih memercayakan program pemberantasan korupsi yang telah menggerogoti negeri ini selama berpuluh tahun.
Kedua, Jokowi berprestasi. Tidak diragukan lagi bahwa Jokowi telah menunjukkan prestasi kerja masa lalu (track record) yang meyakinkan. Sebagai wali kota Solo, dia adalah salah satu kepala daerah terbaik di negeri ini, bahkan mungkin di dunia. Kepentingan rakyat didahulukan sehingga ketika terpilih kembali sebagai wali kota untuk periode kedua, dia mendapatkan dukungan tidak kurang dari 90% pemilih. Sebagai Gubernur DKI Jakarta, walau belum sampai 2 tahun, dia telah menununjukkan hasil kerja yang bagus dengan merancang dan sekaligus mengimplementasikan beberapa program pro rakyat dengan cepat dan tanpa ragu (kartu sehat, kartu pintar, BPMKS di Solo, MRT dsb).
Ketiga, Jokowi bukan pengurus partai. Walau dia anggota partai dan dicalonkan oleh partai, dia bukan pengurus partai< apalagi ketua umumnya. Sebagai presiden RI dia tidak akan disibukkan dengan rapat-rapat dan persoalan partai sehingga perhatiannya tidak akan terbelah dan dapat memusatkan pikirannya kepada kerja negara. Permintaan ketua umum PDIP kepadanya untuk menjadi “petugas partai” harus diartikan sebagai imbauan untuk menjalankan ideologi partai.
Keempat, Jokowi pengambil keputusan. Gayanya yang lemah lembut mengelabui kita seakan dia seorang pemimpin yang tidak tegas. Ketegasan dalam mengambil keputusan telah sering dibuktikannya dalam possinya sebagai wali kota Solo (menolak usul pembangunan mal oleh gubernur Jawa Tengah saat itu), memberhentikan pejabat tinggi DKI yang tidak berprestasi (walikota Jakarta Selatan) dan banyak lagi. Ketegasan seseorang tidak dicerminkan oleh cara bicaranya yang keras dan meledak-ledak.
Kelima, Jokowi pluralis. Sangatlah berbahaya bila di negeri yang sangat majemuk seperti Indonesia, kita dipimpin oleh seorang presiden yang berwatak ekslusif. Jokowi seorang Muslim yang taat dan telah menunaikan ibadah haji serta empat kali umroh dengan biaya sendiri, tetapi juga sangat toleran terhadap mereka yang beragama dan berkeyakinan lain. Dia telah membuktikan sebagai pemimpin pluralis yang membela dan melindungi hak minoritas (kasus lurah Susan), dan berkomitmen menjaga kebinekaan bangsa demi keutuhan NKRI. Jokowi tidak punya program “pemurnian agama” dalam visi misinya yang berbahaya bagi persatuan bangsa.
Keenam, Jokowi bukan pedagang politik. Walaupun dia berlatar belakang seorang pengusaha, tapi urusan kursi pemerintahan tidak diperdagangkannya. Sejak awal dia telah mengatakan bahwa prinsip koalisinya non-transaksional. Artinya, dia tidak akan membagi-bagikan posisi kabinet hanya atas dasar garis partai tetapi mencari dan menempatkan the right man in the rght place. Ini sudah dibuktikannya ketika dia menjabat sebagai gubernur DKI dengan melelang berbagai jabatan penting di DKI.
Ketujuh, Jokowi penyelesai konflik. Hal ini telah dibuktikannya berkali-kali baik di Solo maupun di DKI seperti dengan menyelesaikan masalah PKL di Solo serta masalah Tanah Abang dan rumah-rumah liar di DKI. Konflik kraton Surakarta yang gagal diselesaikan oleh pemerintah pusat, berhasil diselesaikannya dalam waktu beberapa bulan. Keunggulannya terletak pada cara penyelesaian yang damai tanpa menimbulkan kerusuhan dan keresahan, karena rakyat kecil “korban” penyelesaian tidak diabaikan begitu saja tetapi ditampung atas tanggungan pemerintah. Kemampuannya di bidang ini akan dilipat gandakan dengan bantuan cawapres Jusuf Kalla yang berprestasi besar menyelesaikan masalah Aceh dan Poso.
Kedelapan, Jokowi reformis. Sangatlah menonjol ketika belum sampai 2 tahun menjabat gubernur DKI dia telah berhasil membobol kebiasaan-kebiasaan lama birokrasi yang cenderung koruptif dan tidak efisien. Membuat KTP di DKI sekarang hanya memerlukan waktu sehari, bukan sebulan seperti sebelumnya. Sebagai wira usahawan, cara berpikirnya segar dengan selalu mencari terobosan dan pemikiran out of the box. Bertahap tapi konsisten, rasionalisasi pegawai negeri DKI terus dilaksanakan dan disiplin ditingkatkan. Dia juga memberi suri tauladan dengan menunjukkan dirinya sebagai pekerja keras. Jokowi seorang demokrat tulen yang tidak percaya kepada keuatan uang untuk memenangkan pemilihan.
Kesembilan, Jokowi sederhana dan hemat. Kesederhanaan dan wajah kerakyatan Jokowi tak terbantahkan dan kasat mata. Beberapa anggaran DKI yang mubazir dipotongnya sedangkan penerimaan APBD DKI melonjak drastis berkat tarnsparansi pengelolaan pajak. Dia bukan orang yang gila hormat, lebih suka bersepeda dan jalan kaki dan menolak selalu dikawal dengan vorijder. Tidak pandai berbicara tetapi santun. Bukan pendendam dan tidak pernah melayani berbagai kampanye hitam terhadapnya. . Menolak menerima gaji sebagai walikota Solo dan Gubernur DKI karena sudah merasa cukup dari penghasilannya sendiri sebagai pengusaha.
Kesepuluh, Jokowi kepala keluarga sakinah. Memimpin negara atau institusi apapun harus dimulai dengan kemampuan memimpin keluarga. Keluarga Jokowi dikenal sebagai keluarga yang bahagia. Istrinya, Iriana, seorang wanita yang sederhana dan tidak banyak menuntut serta lebih senang mengurusi urusan rumah tangga daripada ikut campur dalam urusan politik suami. Ketiga anaknya adalah anak-anak idaman setiap orang tua. Berpendidikan cukup dan yang sulung seorang pengusaha catering yang tidak mau menggantungkan sumber permodalannya dari orang tuanya.
Abdillah Toha
Pendiri dan mantan ketua Partai Amanat Nasional (PAN)