Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Mafia Sisilia: Dari Era Bandit Hingga Pentungan Fasis

17 Juni 2013   13:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:53 3034 6
Perbanditan adalah masalah serius di Sisilia pasca-feodal (juga sebelumnya). Kemiskinan, hilangnya tanah publik dan gereja, aspek-aspek dari tatanan feodal yang masih bertahan, plus ketidak-mampuan masyarakat untuk secepatnya beradaptasi dengan perubahan yang sedang bergulir, mencemplungkan banyak orang Sisilia ke dalam dunia perbanditan. Ini diperparah dengan lemahnya (bahkan bisa dikatakan tidak ada) upaya penegakan hukum oleh penguasa Italia yang baru, serta karakter orang Sisilia yang tidak pernah mempercayai kewenangan negara. Jadi tak heran jika ada keluarga-keluarga lengkap yang hidup sebagai bandit di pedalaman-pedalaman.

Kegiatan para bandit inilah yang terutama harus dihadapi oleh kelompok-kelompok sewaan para elit pemilik properti. Mereka bertugas memburu para pencuri dan menegosiasikan pengembalian barang curian, sebagai ganti pengampunan bagi si pencuri dan persekot dari si korban. Celakanya, kelompok-kelompok sewaan ini seringkali pula terdiri dari mantan-mantan bandit dan kriminal, biasanya yang paling ahli dan paling kejam. Jadi, sementara jasa mereka meniadakan kebutuhan bagi suatu kota atau desa untuk melatih satuan polisi (yang tidak bisa disediakan oleh Italia), juga bukannya tak mungkin kelompok-kelompok sewaan ini malah berkolusi dengan bekas-bekas rekan seperbanditan mereka dahulu alih-alih membasmi mereka. Nyaris tidak ada yang bisa dilakukan mengenai ini. Kebanyakan orang Sisilia, karena miskin, buta huruf, dan belum sadar politik, menerima saja status-quo seperti itu.

Di Sisilia timur kegiatan Mafia tidak banyak. Tapi itu bukan berarti hanya ada sedikit kekerasan, justru konflik-konflik lahan paling keras umumnya terjadi di wilayah ini, walau tidak melibatkan para mafiosi. Di sini para elit pemilik properti lebih kohesif dan aktif dalam proses transisi dari feodalisme menuju kapitalisme. Mereka memelihara sejumlah besar pasukan penjaga upahan, sehingga sanggup menyerap atau menekan setiap gerombolan pengacau yang muncul. Lagipula, tanah-tanah di Sisilia timur terbagi-bagi lebih sedikit sebagai estat-estat luas. Artinya, lahan yang harus dijaga lebih luas dan ada lebih sedikit pemilik. Jadi, pasukan-pasukan penjaga umumnya lebih sibuk karena harus berpatroli purna-waktu dan, yang lebih penting, terikat pada satu majikan sehingga punya lebih sedikit otonomi atau daya ungkit untuk berulah.

Aktifitas Mafia lebih ramai di bagian barat Sisilia yang lebih makmur, khususnya di Palermo. Konsentrasi pemilik properti yang lebih padat menjadi ladang subur kegiatan-kegiatan pemerasan dan penipuan jasa perlindungan. Estat-estat di barat jauh lebih kecil dan sempit, juga jauh lebih banyak ketimbang di timur. Artinya, penjagaan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok pelindung cukup paro-waktu saja, sehingga satu kelompok dapat meladeni beberapa klien sekaligus. Di sini berlaku hukum permintaan-penawaran. Karena ada lebih banyak klien yang meminta jasa perlindungan, kelompok-kelompok pelindung bisa memasang harga yang tinggi. Dan seringkali, para pemilik di wilayah ini tidak berada di tempat, jadi tak bisa mengawasi properti mereka seandainya kelompok-kelompok sewaan itu tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Ujung-ujungnya ini meningkatkan kuasa tawar-menawar kelompok-kelompok pelindung, hingga ke taraf yang cukup untuk dapat disebut pemerasan. Inilah bentuk bisnis kejahatan Mafia yang pertama.

Kebun-kebun jeruk yang menguntungkan di sekitar Palermo adalah target favorit para penipu dan pemeras ini, sebab sistem produksinya yang rapuh amat rentan terhadap aksi-aksi sabotase. Klan-klan Mafia memaksa para pemilik lahan untuk menyewa jasa mereka sebagai penjaga, sembari menakut-nakuti calon-calon penjaga lainnya yang tak termasuk kelompok mereka. Para pengusaha peternakan juga rentan terhadap pencurian, sehingga mereka juga membutuhkan jasa perlindungan para mafiosi, dan akhirnya juga terjebak dalam lingkaran pemerasan dan penipuan ini. Modus yang umum biasanya dimulai dengan permintaan pizzu – “uang perlindungan” oleh ‘pihak lain’. Jika tak dibayar, maka ternak sudah pasti akan ada yang mencuri. Karena layanan polisi tak dapat dipercaya, maka disewalah jasa keamanan dari kelompok Mafia – yang juga seringkali adalah ‘pihak lain’ tadi. Di samping itu, sekalipun jarang, kelompok Mafia juga kadang disewa oleh para pemilik untuk menakut-nakuti pekerja mereka yang meminta kenaikan upah.

Memasuki paruh kedua abad XIX, bahwa ada ‘sesuatu’ yang besar diam-diam sedang beroperasi – keberadaan Mafia – mulai lebih terasa. Di tahun 1864, pemimpin Garda Nasional Palermo, Niccolo Turrisi Colona, menulis tentang sebuah “sekte maling” yang beroperasi di pelosok-pelosok Sisilia. “Sekte” ini sebagian besar bersifat rural (pedesaan), terdiri dari kawanan pencuri ternak, penyelundup, atau petani-petani kaya dengan gerombolan pengawal mereka. Hampir saban hari sekte ini menerima pemuda-pemuda dari pedesaan, dari penjaga-penjaga ladang di pedalaman Palermo, dan juga dari kalangan penyelundup. Sekte ini menerima dan memberi jasa perlindungan dari atau kepada orang-orang tertentu yang mencari nafkah dari lalu-lintas barang dan perdagangan. Anggota-anggotanya tidak takut akan hukum, yakin dapat lolos dengan mudah bila-bila saja tertangkap. Mereka mempunyai sinyal-sinyal khusus untuk mengenali satu sama lain, menawarkan jasa perlindungan, mencemoohkan hukum, dan mempunyai semacam kode kesetiaan untuk tidak berbicara atau berinteraksi dengan polisi yang disebut umirtà (“kejantanan” makna bebasnya adalah “kehormatan”). Dalam laporannya Colonna memperingatkan, upaya-upaya pemerintah Italia yang brutal tapi lamban dalam penegakan hukum di Sisilia hanya akan memperparah keadaan, di samping juga akan membuat penduduk setempat merasa terasing. Pada tahun berikutnya, sebuah surat lainnya dari praefect (prefek - pejabat polisi) Palermo ke Roma untuk pertama kalinya secara resmi menyebut fenomena tadi sebagai Mafia.

Ketika pemilihan umum mulai diperkenalkan di Sisilia, Mafia punya tambang bisnis baru – mem-bully para pemilih untuk memilih kandidat yang membayar. Pada periode ini, karena hanya terdapat sedikit bagian dalam masyarakat Sisilia yang punya hak pilih, mengendalikan suatu bagian besar pemilih bukan urusan yang sukar bagi seorang boss mafia, dus memberinya daya-ungkit politis yang lumayan. Para boss ini dapat memanfaatkan sekutu mereka dalam pemerintahan untuk menghindari jerat hukum, atau untuk menjebak (lewat tuduhan dan tuntutan hukum) lawan-lawan yang tidak mempunyai koneksi politik yang baik. Sistem politik Kerajaan Italia yang sangat berpecah-belah dan mudah goyah itu memungkinkan kelompok-kelompok politisi kawan para mafia memaksakan pengaruh yang besar.

Dalam sederet laporan antara tahun 1898 dan 1900, seorang kepala polisi Palermo, mengidentifikasi 670 mafiosi dari delapan klan Mafia yang bertukar-tukar fase antara bekerjasama dan berkonflik. Laporannya juga merinci ritual-ritual inisiasi dan berbagai ‘kode etik’ Mafia, juga kegiatan-kegiatan kriminal mereka yang mencakup pemalsuan, penculikan (demi tebusan), perampokan, serta intimidasi dan pembunuhan saksi mata. Mereka juga diketahui memiliki dana cadangan untuk membiayai keluarga-keluarga anggota yang sedang dibui, atau untuk membayar pengacara – biasanya yang paling handal.

Dari uraian sejauh ini dapat kita lihat, para elit bangsawan dan pemilik propertilah yang telah membuat kondisi-kondisi yang menyuburkan kejahatan terorganisir. Selain itu, di tingkatan negara, andai Italia mau menginvestasikan pemasukan pajak untuk membangun jalan-jalan raya, memperbesar dan memperkuat dinas kepolisian, juga membuka sekolah-sekolah, dalam jangka panjang para bandit dan kelompok-kelompok pelindung sebenarnya dapat saja dikendalikan.

Sayangnya, bahkan hingga menjelang datangnya abad XX, baik gereja maupun negara sama-sama nyaman dalam mengabaikan kondisi-kondisi Sisilia yang perlu perbaikan tadi, sehingga mau tak mau berlakulah hukum besi konsekuensi ; kondisi sosial yang buruk melahirkan kejahatan. Saat itu kode etik tutup mulut umirtà sudah bukan milik Mafia saja ; tak seorang pun di Sisilia berani buka mulut atau bahkan hanya berpikir untuk melaporkan kejahatan Mafia. Alasannya sederhana, penegak hukum tak bisa dipercaya untuk melindungi diri atau keluarga mereka dari pembalasan, pula sudah bukan rahasia lagi bahwa dalam beberapa kasus polisi pun bisa dibeli oleh Mafia.

Dalam beberapa dekade sejak kekuasaan Italia (1860), nyaris seluruh kota-kota kecil Sisilia memiliki empat pusat kekuasaan ini ; gereja, elit bangsawan atau pemilik properti setempat, struktur politik resmi (walikota dan dewan kota), dan “patriark” setempat atau galantuomomafioso terhormat. Galantuomo ini adalah purwarupa seorang boss Mafia. Ia mungkin tidak mengancam atau membunuh siapapun, tapi sepasukan bajingan ganas miliknyalah yang melakukan itu untuknya. Ia biasanya tampak saleh, rajin ke gereja dan sangat jauh dari berbagai tindakan tak terpuji, sebab para tiruan kecilnya – semacam manajer – yang mengatur berbagai tugas ; siapa yang perlu diperas, siapa yang perlu ditipu, siapa yang perlu ‘dilikuidasi’, polisi atau pejabat mana yang perlu disuap, dlsb.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun