Berbagai cara pun dilakukan dari mulai konsumsi makanan dan minuman yang dipercaya dapat mencapai ukuran yang ideal itu sampai treatment berbiaya tinggi. Tanpa segan-segan mereka merogoh kocek demi menggapai harapannya.
Menarik untuk disimak perkara ukuran tubuh ini. Tercatat dalam suatu penelitian international di tahun 2016 tentang tinggi badan rata-rata laki-laki. Â Orang Bosnia dan Herzegovina paling tinggi. Rata-rata 183,9 cm. Diikuti Belanda di posisi kedua, 183,8 cm. Makanan pokok mereka gandum dan olahannya seperti roti. Di dukungan sumber asupan zat gizi mikro yaitu vitamin dan mineral tinggi yang lengkap sesuai kebutuhan tumbuh kembang tubuh.
Di Asia, yang makanan pokoknya nasi, Malaysia berada pada posisi teratas dengan tinggi 166,3 cm. Sedangkan Indonesia 158 cm, di bawah Nepal dan Vietnam. Ditilik dari konsumsi bahan makanan seperti sayur dan buah-buahan cukup berlimpah tersedia.
Beberapa pemerhati Gizi menyampaikan pendapatnya ketika melihat data yang tersedia disajikan sebagai hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 dan 2018. Ada hal yang menggilitik untuk diperbincangkan.
Di satu sisi stunting menurun, di sisi lain tinggi badan yang dibandingkan dengan umur tidak berubah. Untuk anak normal saja nampaknya berada di bawah angka median (nilai data tengah) yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Data tahun 1984 menunjukkan rata-rata tinggi badan laki-laki dewasa 162,2 cm. Di tahun 2016 menjadi 163,8 cm. Jadi naik sebesar 1,6 cm selama kurun waktu 32 tahun.  Kenaikan yang kecil sekali sekitar 0.05 cm pertahun, atau 0,5 cm per 10 tahun. Meskipun  hasil penelitian juga menunjukkan ada faktor ekonomi keluarga ikut berpengaruh. Anak-anak dari keluarga dengan tingkat ekonomi lebih baik, tubuhnya rata-rata lebih tinggi. Namun bagaimanapun juga melihat kondisi tinggi badan orang Indonesia seperti ini tentu miris rasanya. Kapan generasi ini bisa menyamai atau setidaknya tidak terlalu beda jauh tingginya dengan bangsa-bangsa lain yang mencapai tinggi optimal.
Regulasi mendorong percepatan penurunan stunting sudah ada. Ditambah transformasi upaya kesehatan juga diluncurkan, yang salah satu pilarnya peningkatan kualitas Pelayanan primer. Ujung tombaknya berada pada Posyandu Prima berbasis upaya preventif dan promotif.
Tak ketinggalan tentu salah satu aspeknya akan terkait dengan asuhan Gizi yang menitik beratkan upaya penyuluhan dan konseling bagi masyarakat, khususnya di tingkat keluarga . Sedangkan pemberian makanan tambahan dalam panduan hanya dikemukakan apa bila diperlukan.
Kalau menilik fakta lapangan pemberian makanan tambahan  (PMT) yang diterapkan di Posyandu sampai saat ini, rasa-rasanya jauh panggang dari api sebagai bagian dari upaya penyuluhan dan pemulihan kondisi untuk menggapai tinggi badan potensial anak. Karena di Posyandu sifatnya sebagai percontohan, atau bahkan terkesan hanya Untuk membujuk anak agar tidak rewel dan iming-iming agar mau datang ke Posyandu.
Untuk PMT pemulihan juga dilakukan dalam bentuk program yang terkesan sporadis, bahkan hanya dalam waktu beberapa bulan saja. Berbeda dengan yang dilakukan oleh Jepang dan Korea Selatan yang memiliki program yang jelas . Dalam kurun 30-40 tahun mereka sudah menggapai tinggi optimal.