Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

BLSM, Amat Sulit Dalam Praktik

29 Maret 2012   14:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:17 114 0
Pemerintah merencanakan membagikan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) kepada rakyat miskin, jika harga BBM diputuskan naik pada 1 April 2012. Jika harga BBM tidak naik, maka pemerintah dicap sebagai pembohong. Sudah menjanjikan tidak menepati. Pamali bagi orang pemerintah sebagai penyelenggaran negara untuk berjanji sesuatu kepada rakyat. kasian rakyat, kalau janji tidak ditepati. kasian pemerintah jika tidak menepati janji, kehilang "trust" dari rakyat.

Pemerintah jangan meremehkan, dkira kerjaan mudah membagikan BLSM sebesar Rp 150.000 per keluarga miskin. Sekali lagi tidak mudah, sebab jumlah keluarga penerima sekitar 18, 7 juta rumah tangga sasaran (RTS). Data RTS adalah bersumber dari BPS. BPS memang kredibel, tapi bukan tanpa cacat. Tidak seluruh rakyat miskin dicover sebagai RTS.

Pertama, Ini masalah yang akan menjadi soal di lapangan adalah data. Bisa timbul keresahan sosial pada akar rumput. Karena yang miskin yang tidak tercantum sebagai RTS menjadi resah.

Kedua, Ada RTS yang menjadi penerima ganda. Sudah memperoleh dana misalnya dari Program Keluarga Harapan (PKH) serta program lain dalam kluster satu untuk penghapusan kemiskinan, kini kejatuhan BLSM. Sekali lagi, terkait pendataan, bisa muncul keonaran. Makanya, orang di lapangan, sejumlah bupati menolak BLSM

Ketiga, populasi RTS, katagori mana yang menerima "durian runtuh" BLSM ini? Pengalaman dalam praktik dengan PKH, ternyata waktu memantau pembayaran dana yang periodisasinya tiga bulan sekali "payment", rumah tangga sangat miskin (RTSM) PKH 90 persen usia relatif muda, tentu saja mereka usia produktif. Dari lapangan saya melihat hanya sedikit (kurang dari 5 persen) penerima dana PKH dalam usia menjelang 50 s/d 60 tahun, sebab para ibu penerima harus mempunyai anak yang masih balita, usia SD dan SMP aliassedang menjadi siswa dalam pendidikan dasar.

Keempat, pemerintah hendaknya jangan meremehkan rakyat miskin, sekalipun mereka sebagai RTS. Mereka bisa survive hingga kini, tanpa sentuhan bantuan uang langsung ke dalam tangan mereka yang disebut miskin. Mereka bisa bekerja dengan menafaatkan segala sistem sumber yang berada di lingkungan mereka. Anak punbisa sekolah, hanya sulit membiayai. Jika pemerintah menggratiskan pendidikan dan kesehatan, BLSM dan bantuan program sejenis, tidak diperlukan. Ada hasil yang mereka peroleh dari mengolah sumber di lingkungannya, dan ekonomi uang berputar terus, koq. Gak pernah mati perputaran uang di perdesaan kita. Hanya mereka butuhkan pemerintah memperbaiki mekanisme proses produksi, pemasaran, agar rakyat makin beruntung. itu saja ekspektasi rakyat.

Maka, pemerintah ingat: rakyat mempunyai kekuatan, hargai dan berdayakan kekuatan rakyat, dan bukannya menjadikan mereka menadahkan tangan kepada pemerintah, lantas pada momentum tertentu seperti sekarang mereka pura-pura "nelangsa" pura-pura menjadi miskin, karena pemerintah memberi peluang munculnya perilaku itu. Sudikah pemerintah jika perilaku rakyat kita menjadi hipokrit?

Pemerintah jangan menggampangkan mekanisme BLSM, walaupun kegiatan bagi-bagi uang nampak seperti gampang. Akh, yang memprihatinkan, mengapa pemerintah terlalu mudah berjanji memberikan BLSM dengan mengandalkan kenaikan harga BBM yang masih "gelap" itung-itungannya karena ditunggangi kepentingan politik untukPemilu tahun 2014.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun