Dalam cuplikan puisi ini begitu menyentuh dalam hati:
"Cinta adalah perhiasan
Karena Cinta lahir dan berkembang berbagai macam persoalan hidup
Dalam kehidupan sehari hari cinta bisa menjadikan motifasi yang baik
Dan bisa mendorong hal hal yang tidak baik."
Dalam kontek ini, cinta menjadi beberapa tingkat dan martabat serta derajat, namun semuanya bermuara pada hukum relatifitas (amrun-nisbi) pada jiwa masing-masing. Kadang indah menurut pandangan orang, namun belum sama dengan perasaan sendiri dan keyakinan.
Pertama; Cinta akan menimbulkan keindahan
Cinta dalam arti yang positip akan melahirkan keindahan. Kalau hati dibalut rasa cinta, maka segalanya akan terasa indah. Cinta kepada agama maka, apapun yang diperintahkan agama akan menjadi indah, tenag dan ringan melakukannya. Solat sembahyang akan terasa indah, puasa akan menjadi indah, zakat akan terasa indah juga, persis seperti cinta kepada sang gadis, si buah hati yang kata kebanyakan orang, jalannya pun terasa indah, tubuhnya terlihat indah, suaranya terdengar merdu, padahal cemprengnya bukan main membuat pekak ditelinga. Alhasil, apapun yang dia lakukan seluruhnya mendatangkan keindahan. itulah namanya cinta.
Kedua; Cinta akan menimbulkan energi, tenaga. Semangat untuk berjuang, motivator dalam lini kehidupan.
Orang yang karena cinta, maka akan timbul semangat melaksanakan keinginan si jantung hati. Cape tidak terasa, penat dan lelah pun tidak terasa pula, semuanya tertutup oleh keindahan dan kebahagiaan karena cinta itu sendiri. Padahal lagi tanggung bulan, walaupun tidak punya uang, tetap akan terus berusaha sekuat tenaga demi sang bidadari tercinta dirumah menunggu dengan setia.
Ketiga; Cinta menuntut pengorbanan, membawa resiko kehati-hatian, rela berkorban tenaga, pikiran, harta bahkan jiwa dan raga demi memenuhi permintaan yang di cintai, tidak akan terasa berat. Dicubit sampai bibir berdarah dibiarkan saja malah dibalas dengan terkulum nyengir, bahkan minta tambah lagi. Itulah romantika cinta, penuh warna bak pelangi di angkasa. Jangankan waktu mampuh, tidak mampuhpun berusaha untuk mampuh sekuat tenaga demi yang dicintai.
Namun dari semua itu, perlu ingatan menerawang kedepan. Bahwa cinta tak selamanya dimiliki, namun akan tetap terukir indah dalam kotak hati sanubari, terbungkus rapi hingga tiada virus menerpa, dan dijaga agar tidak terkontaminasi oleh kuman-kuman yang jahat. Itulah sekelumit kisah namanya CINTA SEJATI.
Bahkan dari tadinya cinta sejati, tiada sedikit mereka akhirnya berjodoh menjadi pasangan serasi, muda mudi sejoli bagai Kais dan Laila, Romeo dan Juliet, Romi dan July, hingga kepelaminan dan beranak pinak sampai ajal menjemput di akhir hayat, jiwa terbungkus kain kafan.
Ada pula orang sampai tua renta belum merasakan indahnya mahligai rumah tangga, entah ada satu sebab dari lain banyak sebab telatnya jodoh, atau mungkin cinta sejatinya telah pergi untuk selamanya meninggalkan dia kealam baka. Padahal biarpun paras tampan dan cantik, kaya dermawan dan menarik, namun semua itu tetap sudah suratan Yang Maha Pencipta, seseorang akan berpasangan atau tidaknya tergantung itu tadi, JODOH DI TANGAN TUHAN bukan jodoh ditangan hansip. Manusia hanya punya pilihan, jalan mana yang akan ditempuh. Apakah mengakhiri masa lajang, atau jomlo seumur hidup. Nah dalam pilihan itu harus berani mempertanggung jawabkannya.
Ada pula orang yang selektif pada keriterianya sendiri, menurutnya, belum berani beranjak ketingkat mahligai rumah tangga, sungkan meraut tanda sukma dalam jalinan kasih, hingga ketemu sang bidadari dalam impian. Maka untuk ini, agama menganjurkan mencari jodoh.
Bagaimana cara memilih jodoh dalam kehidupan menurut agama?
Karena memilih jodoh tidak bisa sambil lalu, akan butuh penelitian yang seksama, matang sematang-matangnya. Ada pepatah mengatakan, dan sering dikemukakan para orang tua kita agar seharusnya mencari jodoh yang ada babat, bibit, bebet dan bobot. Menyoal masalah babat, bibit, bebet dan bobot ini, harus dipertanyakan pada yang sering menggunakan kata itu, namun penulis disini belum mampu mengulas sampai kesana, yang akan dicerna hanya soal kaidah umumnya saja, itupun bukan keahlian penulis, akan tetapi penyambung lidah dari yang berilmu.
Ada empat keriteria mencari jodoh;
- Menawan
- Hartawan
- Bangsawan
- Agamawan